Jumat, 19 Oktober 2018

Rukun Sholat

بسم الله الرحمن الرحيم

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته



RUKUN SOLAT

TERJEMAHAN SAFINATUN NAJAH

اركان الصلاة سبعة عشر
Arkaanushsholaati Sab’ata ‘Asyaro :

الاول النية
Al-Awwalu Anniyyatu

الثا تكبرة الاحرام

Ats-Tsaani Takbiirotul Ihroomi

الثالث القيام علي القادر

Ats-Tsaalitsu Al-Qiyaamu ‘Alal Qoodiri

الرابع قراءتالفاتحة
Ar-Roobi’u Qirooatul Faatihati

الخامس الركع
Al-Khoomisu Ar-Rukuu’u

اسادس اتمءنينة فيه
As-Saadisu Aththuma’niinatu Fiihi

تلسابع الاعتدل
As-Saabi’u Al-’Itidaalu

الثامن التمءنينة فيه
Ats-Tsaaminu Aththuma’niinatu Fiihi

التاسع السجود مرتين
At-Taasi’u Assujuudu Marrotaini

العاشر التمءنينة فيه
Al-’Aasyiru Aththuma’niinatu Fiihi

الحادي عشر الجلوس بين السجدتين
Al-Haadi ‘Asyaro Aljuluusu Bainassajadataini

الثان عشر التمءنينة فيه
Ats-Tsaani ‘Asyaro Aththuma’niinatu Fiihi

الثالث عشر التشهدالاخرة
Ats-Tsaalitsu ‘Asyaro Attasyahhudul Akhiiru

الرابع عشر القعود فيه
Ar-Roobi’u ‘Asyaro Alqu’uudu Fiihi

الخامس عشر الصلاة علي النبي صلي الله عليه والسلام فيه
Al-Khoomisu ‘Asyaro Ashsholaatu ‘Alannabiyyi Shollallaahu ‘Alaihi Wasallama Fiihi

السادس عشر السلام
As-Saadisu ‘Asyaro Assalaamu

السابع عشر الترتيب
As-Saabi’u ‘Asyaro Attartiibu .

Rukun-rukun Sholat itu ada :
Yang pertama niat,
yg kedua takbirotul ihrom,
yg ketiga berdiri atas orang yg mampu,
yg keempat membaca Fatihah,
yg kelima ruku’
yg keenam tuma’ninah di dalam ruku’
yg ketujuh i’tidal
yg kedelapan tuma’ninah di dalam i’tidal,
yg kesembilan sujud 2 kali
yg kesepuluh tuma’ninah di dalam sujud,
yg kesebelas duduk antara 2 sujud,
yg kedua belas tuma’ninah di dalam duduk antara 2 sujud,
yg ketiga belas tasyahhud akhir,
yg keempat belas duduk di dalam tasyahhud akhir,
yg kelima belas sholawat atas Nabi SAW,
yg keenam belas salam,
yg ketujuh belas tertib

Syarh atau Penjelasan :

Rukun Shalat
Rukun shalat ada tujuh belas.
Pertama, niat.
Tempat niat adalah di hati.
Dan niat dilaksanakan bersamaan dengan pekerjaan pertama dalam shalat, yaitu takbirat al-ihram.
Sedangkan melafadzkan niat dengan lisan adalah disunahkan demi membantu kehadiran niat di dalam hati. Tapi melafadzkan dengan lisan tidak wajib dilakukan.

Kedua, takbirat al-ihram.
Dinamakan takbirat al-ihram, sebab dengan memulai takbir maka secara otomatis segenap sesuatu yang halal sebelum shalat, seperti makan dan berkata-kata, telah diharamkan setelah memasuki takbir shalat tersebut.
Al-ihram adalah pengharaman sesuatu yang halal disebabkan sedang mengerjakan shalat.

Ketiga, berdiri bagi orang yang mampu mengerjakan shalat fardhu dengan berdiri.
Dalil yang dijadikan sebagai dasar pijakan hukum bahwa berdiri adalah salah satu syarat shalat adalah sebuah perkataan Nabi Muhammad SAW kepada
‘Imran bin Husyen pada saat ‘Imran terserang penyakit ambeyen;
“Shalatlah dengan berdiri, jika tidak mampu maka duduklah. Jika tidak mampu duduk, maka tidur lah”.
Hadits yang diriwayatkan Imam al-Bukhari.

Dan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam an-Nasai ada tambahan redaksi bahwa,
“jika tidak mampu, maka terlentanglah.
Sebab Allah tidak membebani makhluknya, justru Allah memberikan leleluasaan dan kelapangan bagi hambanya untuk beribadah sesuai dengan kadar kemampuannya”.

Jelas bahwa dalam Islam, sungguh sangat lentur dan kompromistis dalam menetapkan rumusan hukum dan kondisional.

Keempat, membaca al-Fatihah.
Cara membaca al-fatihah boleh dengan hafalan,
melihat langsung Mushaf, atau dengan cara mengikuti bacaan sang guru yang melatih atau mengajarinya.
Membaca al-fatihah diwajibkan bagi setiap orang yang mekalsanakan shalat,
baik shalat berjamaah atau sendirian (munfaridl),
baik sebagai imam atau makmum.

Dalil al-Quran yang mewajibkan membaca al-fatihah yaitu;

وَلَقَدْ آَتَيْنَاكَ سَبْعًا مِنَ الْمَثَانِي وَالْقُرْآَنَ الْعَظِيمَ

“Dan sesungguhnya kami telah memberikan kepadamu tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang dan al-Quran yang agung”. (QS. Al-Hujarat: 87).

Sebagian besar para ulama menafsirkan mab’u al-matsani yang terdapat dalam ayat tersebut adalah surah al-fatihah.

Sebagaimana menurut Imam Fakhruddin ar-Razi dalam kitab tafsirnya yaitu Mafatih al-Ghayb atau Tafsir al-kabir menjelaskan bahwa;

إذا عرفت هذا فنقول : سبعاً من المثاني مفهومه سبعة أشياء من جنس الأشياء التي تثنى ولا شك أن هذا القدر مجمل ولا سبيل إلى تعيينه إلا بدليل منفصل وللناس فيه أقوال : الأول : وهو قول أكثر المفسرين : إنه فاتحة الكتاب وهو قول عمر وعلي وابن مسعود وأبي هريرة والحسن وأبي العالية ومجاهد والضحاك وسعيد بن جبير وقتادة ، وروي أن النبي صلى الله عليه وسلم قرأ الفاتحة وقال : هي السبع المثاني رواه أبو هريرة ، والسبب في وقوع هذا الاسم على الفاتحة أنها سبع آيات ، وأما السبب في تسميتها بالمثاني فوجوه : الأول : أنها تثنى في كل صلاة بمعنى أنها تقرأ في كل ركعة . والثاني : قال الزجاج : سميت مثاني لأنها يثنى بعدها ما يقرأ معها . الثالث : سميت آيات الفاتحة مثاني ، لأنها قسمت قسمين اثنين ، والدليل عليه ما روي أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : « يقول الله تعالى قسمت الصلاة بيني وبين عبدي نصفين » والحديث مشهور . الرابع : سميت مثاني لأنها قسمان ثناء ودعاء ، وأيضاً النصف الأول منها حق الربوبية وهو الثناء ، والنصف الثاني حق العبودية وهو الدعاء . الخامس : سميت الفاتحة بالمثاني ، لأنها نزلت مرتين مرة بمكة في أوائل ما نزل من القرآن ومرة بالمدينة . السادس : سميت بالمثاني ، لأن كلماتها مثناة مثل : { الرحمن الرحيم } [ الفاتحة : 3 ] { إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ * اهدنا الصراط المستقيم * صِرَاطَ الذين أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ } [ الفاتحة : 5-7 ] وفي قراءة عمر : ( غير المغضوب عليهم وغير الضالين ) . السابع : قال الزجاج : سميت الفاتحة بالمثاني لاشتمالها على الثناء على الله تعالى وهو حمد الله وتوحيده وملكه .

Jika kita simak ungkapan tersebut bahwa terdapat banyak sekali penafsir yang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan sab’u al-matsani adalah fatihah al-kitab atau surah al-fatihah, seperti pendapat sahabat Umar, Ali bin Abu Thalib, Ibnu Mas’ud, Abu Hurairah, al-Hasan, Aby Tsa’labah,
Mujahid, al-Dlahhak, Sa’id bin Jabir dan Qatadah telah meriwayatkan hadits yang menyatakan bahwa sesungguhnya Nabi membaca al-fatihah dan beliau berkata;
sesungguhnya surah al-fatihah ini adalah as-sab’u al-matsany, diriwayatkan oleh Abu hurairah.
Sebab surah al-fatihah dinamakan itu karena al-fatihah terdiri dari tujuh ayat, yaitu as-sab’u.

Sedangkan dinamakan dengan al-matsani terdapat beberapa aspek,
pertama, karena surah al-fatihah selalu dibaca di setiap rakaat dalam shalat.

Kedua—sebagaimana yang dikatakan al-Zajjaj—dinamakan Matsani karena dipuji setelah dibacanya.

Ketiga, sebab al-fatihah di dalamnya terbagi menjadi dua bagian, sebagaimana yang diriwayatkan dalam hadits bahwa Nabi berkata bahwa
“Allah mengatakan bahwa aku bagi shalat, yaitu sebagian adalah bagianKu dan sebagian yang lain untuk hambaKu”.

Keempat, dinamakan dengan al-matsani sebab di dalamnya terdapat dua bagian, yaitu tsana’ (pujian dan sanjungan) dan doa, sebagian hak Tuhan (rububiyah) yaitu tsana’ (pujian) dan sebagian lagi hak hamba (‘ubudiyah) yaitu doa. Kelima, al-fatihah dinamakan dengan matsani sebab sebagian ayatnya diturunkan di Makkah dan sebagian lagi di Madinah.

Keenam, dinamakan dengan al-matsani sebab dalam ayat-ayatnya terdapat dua kalimat yang dobel seperti ar-rahman dan ar-rahim, atau iyyaka na’butdzu dan iyyaka nasta’in, dll.

Ketujuh, al-fatihah dinamakan dengan al-matsanai—sebagaimana yang dikatakan al-Zajjaj—karena di dalamnya terdapat pujian, sanjungan dan peng-EsaanNya.

Terdapat banyak hadits Nabi yang menegaskan akan kewajiban membaca al-fatihah dalam shalat.
Di antaranya hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, yang edua menyatakan bahwa Nabi berkata
“Tidak ada shalat (baca tidak sah) bagi seseorang yang tidak membaca al-fatihah”.

Dan hadits Nabi lain yang diriwayatkan Abu Hurairah bahwa Nabi mengatakan
“Barang siapa yang melaksanakan shalat tidak membaca Ummul-Quran (induk al-quran, yaitu al-fatihah)
maka shalatnya tidak bisa dianggap sempurna”.

Syarat shalat yang kelima, ruku’

Tata cara ruku’ yaitu pertama, meletakkan kedua tepalak tangannya pada kedua lutut.

Kedua, kedua telapak tangan menekan kedua lutut.

Ketiga, merenggangkan jari-jemarinya.

Keempat, merenggangkan kedua sikunya dari lambungnya.

Kelima, membentangkan dan meluruskan punggung sampai selurus papan tulis atau dapat diibaratkan jika punggung itu dituangkan air dari atasnya maka tidak akan tumpah.

Keenam, membungkukkan punggung tidak terlalu kebawah dan tidak pula mendongkak terlalu ke atas. Tapi di tengah-tengah di antara keduanya.

Syarat shalat yang keenam, tuma’ninah (diam dan bersahaja sejenak) dalam ruku’.
Pada saat tuma’ninan, seseorang disunahkan membaca subhana rabbiya al-‘adhim wa bihamdihi (maha suci Tuhanku yang maha agung) minimal satu kali bacaan, dan lebih baiknya dibaca sebanyak tiga kali bacaan.

Syarat yang ketujuh, i’tidal.
Yang dimaksud i’tidal adalah kembali berdiri dari ruku’. Disunahkan pada waktu i’tidal tepat pada saat mengangkat pundak untuk berdiri dari ruku’ membaca doa “sami’alLahu li-man hamidah”
(Allah maha mendengar hamba yang telah memujiNya)

Syarat kedelapan, tuma’ninah dalam i’tidal,
yaitu diam sejenak berdiri sambil disunahkan membaca doa
“Rabbana laka al-hamdu mil’us-samawati wa mil’ul-ardhi wa mil’u ma sy’tha min syai’in ba’dhu”
(Tuham kami, hanya bagiMu segala puji yang memenuhi langit, bumi, dan segala sesuatu yang telah Engkau inginkan).

Syarat kesembilan, sujud sebanyak dua kali.
Disunahkan pada waktu sujud dengan membaca doa “Subhana rabbiyal-a’la wa bi-hamdihi”
(Maha suci Tuhanku yang maha tinggi, dan dengan menujimu).

Syarat kesepuluh, tuma’ninah (diam dan bersahajah) dalam sujud.

Syarat kesebelas, duduk di antara dua sujud. Pada saat duduk di antara dua sujud disunahkan membaca doa
“Rabby ighfirly warhamny wajburny warfa’ny warzuqny wahdhiny wa’afiny wa’fu ‘anny”

Syarat kedua belas, tuma’ninah dalam duduk di antara dua sujud.

Syarat ketiga belas, tasyahhud al-akhir.

Syarat keempat belas, duduk dalam tasyahhud.

Syarat kelima belas, membaca shalawat pada Nabi dalam tasyahud.

Syarat keenam belas, membaca salam. Ada dua salam,
Yaitu salam pertama dengan memalingkan wajah ke samping kanan dan salam kedua dengan memalingkan wajah ke samping kiri.

Salam pertama hukumnya wajib, karena termasuk syarat shalat. Sedangkan salam kedua hukumnya sunnah.

Salam paling minimal diucapkan; “Assalamu’alaikum”,
dan maksimalnya diucapkan;
“Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh”.

Syarat ketujuh belas, tartib.
Artinya menjalankan shalat harus secara tartib (berurutan) mengerjakan satu syarat ke syarat yang lain.

Kewajiban mengerjakan shalat secara tartib sebab dalam hadits disebutkan
“Shalluu kama ra’aytumuny ushally”
(shalatlah kalian seperti kalian melihat langsung saya shalat).

Jadi segenap pekerjaan shalat harus sesuai dengan shalat Nabi. Sedangkan shalat yang dikerjakan Nabi dilaksanakan secara tartib. Maka setiap orang yang mengerjakan shalat pun harus tartib sebagaimana Nabi mengerjakan shalat.



NIAT SHALAT

النية ثلاث درجاة
ان كانت الصلاة فرصا وجب قصد الفعل والتعيين والفرصية
وان كانت نفلة مؤقتة او ذات سبب وجب قصدالفعل والتعيين
وان كانت نفلة مطلقا وجب قصدالفعل فقت

الفعل أصلي
والتعيين ظهرا او عصرا
والفرصية فرضا

ANNIYYATU TSALAATSU DAROJAATIN ,
In Kaanatishsolaatu Fardhon Wajaba Qoshdul Fi’li Watta’yiinu
Wal Fardhiyyatu ,
Wain Kaanat Naafilatan Muaqqotatan Aw DzataSababin Wajaba Qoshdul Fi’li Watta’yiinu ,
Wain Kaanat Naafilatan Muthlaqon Wajaba Qoshdul Fi’li Faqoth.
Al-Fi’lu Usholli ,
Watta’yiinu Zhuhron Aw ‘Ashron ,
Wal Fardhiyyatu Fardhon .

Niat itu 3 derajat , jika adalah sholat itu fardhu maka wajib Qoshdu Fi’il dan Ta’yin dan Fardhiyyah ,
dan jika adalah sholat itu sunah yg ditentukan waktunya atau memiliki sebab maka wajib Qoshdu Fi’il dan Ta’yin ,
dan jika adalah sholat itu sunah mutlak maka wajib Qoshdu Fi’il saja

Al-’Fi’lu yaitu kalimat Usholli , dan Ta’yin yaitu kalimat Zhuhur atau ‘Ashar , dan Fardhiyyah yaitu kalimat Fardhon.

Syarh atau Penjelasan Kitab Safinah an-Najah

3 derajat Niat
Ada 3 derajat niat.
Pertama, menyengaja mengerjakan seperti mengerjakan shalat dihadirkan di dalam hati untuk membedakan dengan pekerjaan-pekerjaan yang lain.

Kedua, menentukan (ta’yin) seperti shalat harus ditentukan shalat dzuhur, asar, dll.,
agar dibedakan dengan shalat-shalat lainnya.

Ketiga, menyebutkan ke-fardhluan-nya (fardliyyah), agar membedakannya dengan pekerjaan atau shalat sunnah. Ketiganya diwajibkan ada pada saat niat mengerjakan shalat wajib atau fardhu.

Jika shalat sunnah yang dibatasi waktu, seperti sunnah rawatib atau shalat yang mempunyai sebab seperti shalat Istisqa’ (shalat yang demi mengharapkan curahan hujan) pada musim kemarau, maka dalam niat wajib dua hal, yaitu menyengaja (qashdhu) dan ta’yin (menentukan).

Jika shalat sunnah mutlak, maka diwajibkan dalam niatnya hanya satu hal, yaitu niat mengerjakan saja, tidak diwajibkan untuk menentukan jenis pekerjaannya. Yang dimaksud dengan shalat sunnah mutlak adalah shalat yang dikerjakan tanpa ditentukan waktunya dan dilaksanakan dengan tanpa ada sebab tertentu yang memotivasinya.

SYARAT TAKBIROTUL IHROM
Syuruuthu Takbiirotil Ihroomi Sittata ‘Asyaro :
An Taqo’a Haalatal Qiyaami Fil Fardhi An Taqo’a Haalatal Qiyaami Fil Fardhi ,
Wa An Takuuna Bil ‘Arobiyyati,
Wa An Takuuna Bilafzhil Jalaalati Wabilafzhi Akbaru, Wattartiibu Bainallafzhoini ,
Wa An Laa Yamudda Hamzatal Jalaalati ,
Wa ‘Adamu Maddi Baa-i Akbaru ,
Wa An Laa Yusyaddidal Baa-a ,
Wa An Laa Yaziida Waawan Saakinatan Aw Mutaharrikatan Bainal Kalimataini ,
Wa An Laa Yaziida Waawan Qoblal Jalaalati,
Wa An Laa Yaqifa Baina Kalimataittakbiiri Waqfatan Thowiilatan Walaa Qoshiirotan ,
Wa An Yusmi’a Nafsahu Jamii’a Huruufiha Wadukhuulul Waqti Fil Muwaqqoti Wa Iiqoo’uhaa Haalal Istiqbaali ,
Wa An Laa Yukhilla Biharfin Min Huruufihaa , Wata’khiiru Takbiirotil Ma’muumi ‘An Takbiirotil Imaami .

Syarat-syarat takbirotul ihrom itu ada16 :
●bahwa jatuhnya takbirotul ihrom pada ketika berdiri pada fardhu
●dan bahwa takbirotul ihrom itu dengan bahasa Arab ,
●dan bahwa takbirotul ihrom itu dengan lafaz Allah dan lafaz Akbar ,
●dan tertib antara 2 lafaz , dan bahwa tidak memanjangkan ●huruf hamzah lafaz Allah,
●dan tidak memanjangkan huruf ba pada lafaz Akbar ,
●dan bahwa tidak mentasydidkan huruf ba ,
●dan bahwa tidak menambah huruf wawu yg mati atau yg berharokat antara2 kalimat ,
●dan bahwa tidak menambah huruf wawu sebelum lafaz Allah
●dan bahwa tidak berhenti antara 2 kalimat takbir dengan berhenti yg panjang,
●dan tidak pula yg pendek ,
●dan bahwa ia memperdengarkan dirinya akan seluruh huruf-huruf Allahu Akbar,
●dan masuk waktu pada sholat yg ditentukan waktunya
●dan menjatuhkan takbirotul ihrom ketika menghadap kiblat,
●dan bahwa mencampur dengan satu huruf daripada huruf-huruf takbir,
●mengakhirkan takbir ma’mum daripada takbir imam

Syarh atau Penjelasan Kitab Safinah an-Najah

Syarat Takbiratul Ihram

Ada enam belas (16) syarat Takbirat al-ihram.

◆Pertama, dikumandangkan pada saat berdiri tegak dan tetap pada saat harus dikumandangkan.

◆Kedua, dikumandangkan atau diucakpan takbir dengan menggunakan bahasa Arab bagi yang mampu.
Jika ada seseorang yang tidak mampu takbir dengan menggunakan bahasa Arab, maka diperbolehkan dengan menggunakan bahasa negaranya sebagai terjemahan dari takbir.

◆Ketiga, harus dengan kalimat jalalah, yaitu kalimat Allah, seperti biasa dikumandangkan dengan Allahu Akbar. Dengan demikian tidak sah jika diganti dengan semisal kalimat Ar-rahmanu Akbar, atau yang lainnya.

◆Keempat, harus menggunakan kalimat Allahu Akbar (Allah maha besar). Dengan demikian tidak sah jika diganti dengan menggunakan kalimat Allahu kabir (Allah besar), sebab akan menghilangkan keagungan dan kebesaranNya.

◆Kelima, kedua kalimat Allah dan Akbar harus diucapkan secara tartib, tidak boleh disela-selai dengan kalimat lain atau berdiam cukup lama.

◆Keenam, tidak boleh membaca panjang huruf hanzah dari kalimat jalalah. Sebab akan merubah kedudukan kalimat dan akan merubah makna, yang tadinya Allah menjadi kalimat pertannyaan atau istifham.

◆Ketujuh, tidak boleh membaca panjang huruf ba kalimat Akbar. Jika dibaca panjang huruf ba’ yang ada pada kalimat Akbar, maka shalatnya tidak sah. Sebab jika dibaca panjang, akan merubah muatan maknanya.
Yaitu jika hamzahnya dibaca fathah, maka akbar yang ba’-nya dibaca panjang bermakna salah satu nama kendang besar; dan jika hamzahnya dibaca kasrah, maka berarti mengandung makna salah satu nama bagi nama-nama haidl..

◆Kedelapan, tidak boleh membaca tasydzidh huruf ba’ kalimat Akbar.
Jika dibaca tasydzidh maka shalatnya tidak sah.

◆Kesembilan, tidak boleh menambahkan huruf wawu baik berharakat atau tidak di antara kedua kalimat antara kalimat Allah dan Akbar.
Jika ditambahi, semisal Allah wa Akbar, maka shalatnya tidak sah.

◆Kesepuluh, tidak boleh menambahkan huruf wawu sebelum kalimat jalalah, yaitu Allah. Jika ditambahkan huruf Wawu sebelum kalimat Allah, menjadi Wa Allahu Akbar, maka shalatnya tidak sah.

◆Kesebelas, tidak boleh berhenti cukup lama atau sebentar di antara kedua kalimat Allah dan Akbar. Namun tidak menjadi soal jika hendak menambahkan huruf AL ta’rif pada kalimat Akbar, menjadi dibaca Allahu Al-Akbar, maka tidah membatalkan shalat.

◆Kedua belas. Membaca seluruh huruf-huruf kalimat yang dikumandangkan harus dapat didengar oleh telinganya sendiri. Hal ini jika pendengarannya sehat, tidak dalam kondisi sakit telinga, dan tidak ada suara bising atau gaduh yang dapat menenggelamkan suaranya.
Jika ada gangguan dalam kupingnya atau ada suara gaduh dan bising, maka harus menaikkan volume suaranya tinggi-tinggi agar dapat didengar oleh kupingnya sendiri.
Jika seseorang gagu maka cukup dengan menggerakkan bibir dan mulutnya.

◆Ketiga belas, memasuki waktu shalat bagi shalat fardhu yang lima waktu dan bagi shalat sunnah yang ditentukan waktunya.

◆Keempat belas, diharuskan membaca takbir pada saat menghadap Kiblat.

◆Kelima belas, tidak boleh merusak salah satu huruf yang terdapat dalam kalimat takbiratul Ihram,

◆Keenam belas, mengakhirkan takbirnya makmum dari takbirnya imam pada saat shalat berjamaah. Jika takbir makmum dan imam bersamaan atau takbir makmum mendahului dari takbirnya imam maka shalatnya tidak sah.

••••••
••••••

SYARAT FATIHAH
SYARAT2 MEMBACA FATIHAH DALAM SHOLAT

فصل شروط الفاتحة عشرة
الترتيب
والموالاة
ومرأعاة حروفها
ومراعاة تشديداتها
وانلايسكت سكتة طويلة ولاقصيرة يقصد بهاقطع القرأءة
وقراءة كل آياتها ومنهاالبسملة
وعدماللحن المخل بالمعني
وانتكون حالة القيام في الفرض
وان يسمع نفسه القرأة
وان لايتخللهاذكراجنبي

Syarat-syarat Fatihah itu ada10 :
Tertib ,
dan berturut-turut ,
dan memelihara segala hurufnya ,
dan memelihara segala tasydidnya ,
dan bahwa jangan ia (orang yg sholat) diam dengan diam yg panjang dan tidak pula yg pendek yg ia bermaksud dengannya memutuskan bacaan ,
dan tiada salah bacaan yg dengan merusakkan makna ,
dan bahwa dibaca Fatihah itu ketika berdiri pada sholat Fardhu,
dan bahwa ia memperdengarkan dirinya akan bacaan ,
dan bahwa tidak menyelangi akan Fatihah oleh dzikir yg lain.

Syarh atau Penjelasan
Syarat al-fatihah
Syarat al-fatihah ada sepuluh (10).

Pertama, harus tartib.
Artinya dibaca secara runut sesuai dengan runutan ayat-ayat yang ada dalam surah al-fatihah.

Kedua, mualat (berurutan).
Artinya satu ayat dengan ayat yang lain tidak ada yang menyela-nyelai, seperti membaca dzikir lain yang tidak ada sangkut-pautnya dengan shalat di antara bacaan ayat-ayat surah al-fatihah.

Ketiga, menjaga secara keseluruhan huruf-huruf yang terdapat dalam surah al-fatihah.
Diketahui bahwa huruf yang ada dalam surah al-fatihah berjumlah 138 huruf, dan semuanya harus dijaga dengan cara membacanya yang benar dan sesuai dengan tempat dan letaknya huruf-huruf itu keluar dari mulut dan tenggorokan seseorang (makharij al-huruf).

Keempat, menjaga bacaan tasydid yang ada di segenap huruf-huruf surah al-fatihah.

Kelima, tidak boleh berdiam diri cukup lama.
ataupun diam sebentar yang bertujuan memutus bacaan.
Tapi jika ada udzur, seperti lupa atau tidak tahu, maka tidak merusak kesahan shalat.

Keenam, membaca seluruh ayat-ayat yang ada di dalam surah al-fatihah, dan di antara yang termasuk dalam surah al-fatihah adalah ayat Basmalah.
Sebab Nabi sendiri menganggap Basmalah sebagai bagian dari ayat dari surah al-fatihah,
diriwayatkan Ibnu Khuzaimah dan al-Hakim dan keduanya menilai bahwa hadits tersebut adalah sahih.

Ketujuh, tidak boleh membaca ayat-ayat secara pelo yang dapat merusak makna yang terkandung di dalam kalimat-kalimat yang ada dalam ayat.
Sebab berubahnya cara baca akan merubah kanduangan maknanya.

Kedelapan, membaca dengan cara berdiri pada saat melaksanakan shalat fardhu.
Sudah barang tentu persyaratan ini bagi orang-orang yang mampu melaksanannya.

Kesembilan, seseorang dapat mendengarkan seluruh bacaannya secara komprehensif dari awal sampai akhir.

Kesepuluh, tidak boleh menyisipkan atau menyela-nyelai bacaan dzikir lain di tengah-tengah bacaan ayat-ayat al-fatihah. Kecuali dzikir yang ada kaitannya dengan kemaslahatan shalat, seperti bacaan amin bagi makmum yang sedang berjamaah.


بسم الله الرحمن الرحيم

فصل
قشديدات الفاتحة اربع عشرة

PERINCIAN TASYDID2 PADA ALFATIHAH
Tasydid pada Al Fatihah itu ada 14

بسم الله فوق الام

Bismillaahi Fauqollaami,

الرحمن
Arrohmaani Fauqorroo-i،

الحيم
Arrohiimi Fauqorroo-i،

الحدلله
Alhamdulillaahi Fauqo laamil jalaalah,

رب العالمين
Robbil'Aalamiin Fauqol ba,

ملك يومالدين
Maaliki Yaumiddiini Fauqoddaali،

اياك نعبد
Iyyaaka Na’budu Fauqol Yaa-i،

واياك نستعين
Waiyyaaka Nasta’iinu Fauqol Yaa-i,

اهدناالصراط المستقيم
Ihdinashshiroothol Mustaqiima Fauqoshsoodi،

صرط الذين
Shirootolladziina Fauqollaami،

انعمت عليهم غيرالمغضوب عليهم والاالضالين
An’amta ‘Alaihim Ghoyril Maghdhuubi ‘Alaihim Waladhdhoolliina Fauqodhdhoodi Wallaami.

Segala tasydid Fatihah yaitu 14 :
◆Lafazh Bismillah diatas huruf Lam,
◆Lafazh Arrohmaani diatas huruf Ro,
◆Lafazh Arrohiimi diatas huruf Ro
◆Lafazh Alhamdu Lillaahi diatas huruf Lam Jalalah,
◆Lafazh Robbal ‘Aalamiina diatas huruf Ba ,
◆Lafazh Arrohmaani diatas huruf Ro ,
◆Lafazh Arrohiimi diatas huruf Ro ,
◆Lafazh Maaliki Yaumiddini diatas huruf Dal ,
◆Lafazh Iyyaaka Na’budu diatas huruf Ya ,
◆Lafazh Waiyyaaka Nasta’iinu diatas huruf Ya ,
◆Lafazh Ihdinashshiroothol Mustaqiima diatas huruf Shod ,
◆Lafazh Shirootholladziina diatas huruf Lam
◆Lafazh An’amta ‘Alaihim Ghoyril Maghdhuubi ‘Alaihim
◆Waladhdhoolliina diatas huruf Dhod dan huruf Lam.

Syarh atau Penjelasan Kitab Safinah an-Najah
Bacaan Tasydzid surah al-fatihah

Bacaan tasydzid dalam surah al-fatihah terdapat 14 (empat belas) tempat.
Pertama, membaca tasydid huruf Lam yang ada dalam kalimat Bismil-Lah.

Kedua, membaca tasydid huruf ra’ yang ada dalam kalimat ar-Rahman.

Ketiga, membaca tasydid huruf ra’ yang ada dalam kalimat ar-rahim.

Keempat, membaca tasydid Lam jalalah yang ada dalam kalimat Alhamdulil-lah.

Kelima, membaca tasydid huruf ba’ yang ada di dalam kalimat Rabbil-‘alamin.

Keenam, membaca tasydid huruf ra’ yang ada dalam kalimat ar-rahman.

Ketujuh, membaca tasydid huruf ra’ yang ada dalam kalimat ar-rahim.

Kedelapan, membaca tasydid huruf dhal yang ada dalam kalimat Maliki yaumid-din.

Kesembilan, membaca tasydid hurud ya’ yang ada dalam kalimat iyyaka na’budu.

Kesepuluh, membaca tasydid huruf ya’ yang ada dalam kalimat iyyaka nasta’in.

Kesebelas, membaca tasydid huruf shad yang ada dalam kalimat Ihdinas-shirat al-mustaqim.

Kedua belas, membaca tasydid huruf Lam yang ada dalam kalimat Shiratal-Ladzina.

Ketiga belas, membaca tasydid huruf Dhad yang ada dalam kalimat An’amta ‘alaihim ghayril maghdhubi ‘alaihim walad-dzallin.

Keempat belas, membaca tasydid huruf Lam yang ada dalam kalimat An’amta ‘alaihim ghayril maghdhubi ‘alaihim walad-dzallin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar