Jumat, 19 Oktober 2018

Kitab Safinah


kitab safinah
Tentang Penulis & Ringkasan Isi Kitab

PENJELASAN TENTANG PENULIS DAN ISI KITAB

Penulis kitab Safinah adalah seorang ulama besar yang sangat terkemuka yaitu Syekh Salim bin Abdullah bin Sa'ad bin SumairAl-Hadhrami.
Beliau adalah seorang ahli fiqh dan tasawwuf yang bermadzhab Syafi'i. Selain itu, beliau adalah seorang pendidik yang dikenal sangat ikhlas dan penyabar, seorang qodhi yang adil dan zuhud kepada dunia, bahkan belia juga seorang politikus dan pengamat militer negara­negara Islam.

Beliau dilahirkan di desa Dziasbuh, yaitu sebuah desa di daerah Hadramaut Yaman, yang dikenal sebagai pusat lahirnya para ulama besar dalam berbagai bidang ilmu ke­agamaan.

Sebagaimana para ulama besar lainnya, Syekh Salim me­mulai pendidikannya dengan bidang Al-Qur'an di bawah peng­awasan ayahandanya yang juga merupakan ulama besar, yaitu Syekh Abdullah bin Sa'ad bin Sumair. Dalam waktu yang singkat Syekh Salim mampu menyelesaikan belajarnya dalam bidang Al-Qur'an tersebut, bahkan beliau meraih basil yang baik dan prestasi yang tinggi.

Beliau juga mempelajari bidang­bidang lainnya seperti Beliau juga mempelajari bidang­bidang lainnya seperti halnya ilmu bahasa arab, ilmu fiqih, ilmu ushul, ilmu tafsir, ilmu tasawuf, dan ilmu taktik militer Islam. Ilmu-ilmu tersebut beliau pelajari dari para ulama besar yang sangat terkemuka pada abad ke-13 H di daerah Hadhramaut, Yaman.

Tercatat di antara nama-nama gurunya adalah:
Syekh Abdullah bin Sa'ad bin Sumair
Syekh Abdullah bin Ahmad Basudan

Kitab Safinah memiliki nama lengkap "Safinatun Najah Fiima Yajibu `ala Abdi Ii Maulah" (perahu keselamatan di dalam mempelajari kewajiban seorang hamba kepada Tu­hannya).

Kitab ini walaupun kecil bentuknya akan tetapi sa­ngatlah besar manfaatnya.
Di setiap kampung, kota dan negara hampir semua orang mempelajari dan bahkan menghafalkan­nya, baik secara individu maupun kolektif.

Di berbagai negara, kitab ini dapat diperoleh dengan mudah di berbagai lembaga pendidikan.
Karena baik para santri maupun para ulama sangatlah gemar mempelajarinya dengan teliti dan seksama.Hal ini terjadi karena beberapa faktor, di antaranya:Kitab ini mencakup pokok-pokok agama secara ter­padu, lengkap dan utuh, dimulai dengan bab dasar­dasar syari'at, kemudian bab bersuci, bab shalat, bab zakat, bab puasa dan bab haji yang ditambahkan oleh para ulama lainnya.

Kitab ini disajikan dengan bahasa yang mudah, susunan yang ringan dan redaksi yang gampang untuk dipahami serta dihafal. Seseorang yang serius dan memiliki ke­mauan tinggi akan mampu menghafalkan seluruh isinya hanya dalam masa dua atau tiga bulan atau mungkin lebih cepat.

◆RUKUN ISLAM◆

Arkaanul Islaami Khomsatun :
Syahaadatu An Laa Ilaaha Illallaahu Wa Annna MuhammadanRosuulullaahi ,
Wa Iqoomushsholaati ,
Wa Iitaauzzakaati ,
Wa Shoumu Romadhoona,
Wa Hijjul Baiti Man Istathoo’a Ilaihi Sabiilan

Rukun-rukun Islam itu ada 5 :
Bersaksi bahwa tiada Tuhan
selain Allah dan bahwa Muhammad utusan Allah ,
dan Mendirikan Sholat ,
dan Memberikan Zakat ,
dan Puasa Bulan Romadhon ,
dan Pergi Haji bagi yg mampu
kepadanya berjalan( menempuh perjalanannya )

Syarh atau Penjelasan Kitab Safinah an-Najah
Pertama,
Kedua kalimat Syahadat yang menyatakan bahwa seseorang telah mempercayai dua hal,
yaitu iman dan percaya bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah rasul (utusan-Nya).
Persaksian ini merupakan komitmen keimanan seseorang yang tidak sebatas ikrar dan retorika an sich,
namun diwujudkan dalam ranah amaliyah-aplikasi religiuitasnya. Sebuah ikrar dan persaksian mengandung konsekuensi tersendiri,
yaitu berupa ketaatan dan kepatuhan terhadap segenap doktrin Allah dan utusan-Nya.
Keduanya diistilahkan dengan Syahadat Tauhid dan Syahadat Rasul. Allah dan rasul-Nya tidak bisa dipisahkan, sebab rasul-Nya lah yang menyampaikan pesan-pesan dan ajaran-ajaran langit yang turun dari Allah. Dan setiap orang Islam wajib mempercayai segenal ajaran yang dibawa oleh rasul-Nya.

Apakah persaksian tersebut harus diikrarkan atau dilafadzkan melalui lisan dan diyakini dengan hati? Atau persaksian itu cukup diyakini dengan hati, tanpa dilafadzkan dengan lisan? Para ulama tauhid berbeda pendapat.

Pendapat pertama,
Seseorang yang meyakini dan menanamkan keimanan di dalam hati tanpa mengikrarkan dengan lisannya serta dalam kondisi normal, yaitu lisannya dapat berkata dan melafadzkan kata-kata, maka orang tersebut tetap tidak bisa dikatakan orang Islam alias masih kafir. Sedangkan urusan dia dihadapan Allah adalah hak perogratif yang tidak bisa dihukumi.

Pendapat yang kedua,
yang diungkapkan sebagian besar ulama dan Imam Abu Manshur al-Maturidi menyatakan bahwa orang tersebut termasuk orang Mukmin dan Islam. Sebab pengucapan Syahadat sebagai persaksian dengan lisan hanya untuk memenuhi persyaratan administrasi negara saja, sehingga dapat menikah, mendapatkan warisan dari keluarga atau orang tua yang Islam, dll, lantaran segenap hukum-hukum tersebut tidak dapat dijalankan kecuali setelah adanya ucapan persaksian, kejelasan dan iklan atau pemberitahuan pada pihak yang berwenang, seperti pemimpin negara, bupati, dll.

Pendapat kedua tersebut didukung oleh Imam al-Ghazali, Ibnu Rusydi dan Ibnu ‘Arafah. Sebagaimana Ibnu Rusydi mengatakan bahwa “Karen Islamnya seseorang yang tertanam di dalam hati adalah keislaman yang hakiki.
Jika ia mati sebelum sempat mengucapkan syahadat sebagai persaksiannya, maka ia termasuk mati dalam keadaan mukmin”.

Pendapat ketiga
yang diungkapan oleh kebanyakan ulama salaf, seperti Imam Abu Hanifah dan Imam as-Syafi’i menyakini bahwa orang tersebut di hadapan Allah belum dikatakan orang mukmin.
Sebab pengucapan dan persaksian dengan ikrar lisan adalah sebagian dari iman atau rukum iman, atau salah satu syarat sahnya iman di dalam hati.

Sementara jika seseorang yang lidahnya tidak memungkinkan mengucapkan atau mengikrarkan seperti karena bisu (gebu) atau karena mendadak mati,
maka ulama telah bersepakan bahwa orang tersebut tidak diwajibkan atau gugur kewajiban untuk melafadzkan dan mengikrarkan persaksian syahadat dengan lisan.

Kedua,
menjalankan shalat. Yang dimaksudkan adalah shalat lima waktu, dzuhur, asar, maghrib, isya dan subuh. Shalat selain dari yang lima waktu adalah sunnah.

Ketiga, mengeluarkan zakat.
Yaitu mengeluarkan zakat yang telah ditentukan oleh syarikat berupa harta, yaitu Onta, Kambing, Sapi, Emas, Perak, Kurma, Beras, dan anggur, yang harus dibagikan pada delapan kelompok yang berhak menerima zakat, yaitu kelompok fakir, miskin, amil, muallaf, hamba sahaya, gharim (orang yang punya hutang), sabilillah, dan anak jalanan.

Keempat,
mengerjakan puasa di bulan Ramadlan.
Ada tiga tingkatan puasa,
pertama, puasa orang awam, yaitu mengosongkan perut dari makan dan minum dan mencegah kelamin;
kedua, puasa orang khusus, yaitu selain yang dikerjakan orang awam, juga mencegah seluruh anggauta badan dari pekerjaan dosa;
ketiga, puasanya orang yang elite (khawash al-khawash),
yaitu dengan memalingkan hati dari aktivitas yang rendah dan mengekang hatinya dari selain Allah.

Kelima, naik haji bagi yang mampu secara finansial berupa ketersediaan sangu/bekal untuk dirinya maupun nafkah untuk keluarganya.

◆◆RUKUN IMAN◆◆
Arkaanul Iimaani Sittatun : An Tu’mina Billaahi , Wa Malaaikatihii , Wa Kutubihii , Wa Rusulihii , Walyaumil Aakhiri , Wabilqodari Khoyrihi Wasyarrihi Minalaahi
Ta’aalaa .

Rukun-rukun Iman itu ada 6 :
Bahwa engkau beriman dengan
Allah ,
dan para Malaikatnya ,
dan kitab-kitabnya ,
dan para Rosulnya ,
dan hari akhir ,
dan taqdir baiknya dan taqdir buruknya dari Allah Ta’ala

Syarh atau Penjelasan Kitab Safinah an-Najah
Pertama,
iman kepada Allah.
Mengimani bahwa Allah adalah Tuhan seluruh makhluk di alam semesta ini.
Dengan merenungi segala macam ciptaan dan makhluk sebagai kreasi Tuhan, maka kita akan semakin kuat imannya bahwa tidak mungkin alam semesta ini ada dengan sendirinya, pasti ada yang menciptakannya yaitu Allah.
Kita tidak boleh menyamakan atau menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya, Ia tak berjasad, tak bertempat, tak beranak dan tak diperanakkan, tak dibatasi oleh ruang dan waktu.

Kedua, iman kepada utusan-Nya.
Mengimani mukjizat-mukjizat dan tanda-tanda kenabiannya. Dan meyakini bahwa Muhammad adalah utusan Allah dan nabi terakhir.

Ketiga, iman kepada para malaikat.
Meyakini bahwa malaikat adalah hamba Allah yang paling taat. Malaikat adalah makhluk yang diciptakan dari unsur cahaya yang teramat lembut, tidak memiliki jenis kelaim laki-laki atau perempuan maupun banci, tidak berayah atau beribu, tak beranak.
Dan malaikat merupakan makhluk yang diciptakan untuk membawa misi perintah Allah dengan segala jenis perintah dan pekerjaannya.

Jumlahnya tak terhitung, bahkan sebagian ulama menyatakan bahwa malaikat ada 24.523 malaikat, dan malaikat yang wajib diketahui ada sepuluh, yaitu Jibril, Mikail, Israfil, ‘Izrail, Munkar, Nakir, Ridlwan, Malik, Raqib, ‘Athid, Rumah. Dan di antara malaikat yang paling utama adalah Jibril yang bertugas membawa wahyu Tuhan.

Keempat, iman kepada kitab suci.
Ada empat kitab suci Allah yang diturunkan kepada utusan-Nya, yaitu Taurat pada Nabi Musa, Zabur pada Nabi Dawud, Injil bagi Isa, dan al-Quran bagi Nabi Muhammad. Empat kitab inilah yang wajib diyakini. Namun sejatinya kitab Allah tidak terbatas.
Bahkan para nabi-nabi yang lain seperti Adam, Idris, Nuh, dan lain-lain pun memiliki kitab suci.

Kelima, iman kepada hari akhir.
Meyakini adanya hari akhir dengan segala kejadian yang ada di dalamnya yaitu hasyr (digiring dan dikumpulkannya makhluk) di makhsyar, adanya hisab (kalkulasi amal), balasan amal (jaza’), surga dan neraka.

Keenam, iman kepada takdir.
Baik atau buruknya takdir adalah dari Allah. Namun manusia berhak memilih dan diberi kesempatan untuk berikhtiar.
Wajib ridha atas apa yang telah digariskan dan ditetapkan dalam takdir kehidupan.
Tidak boleh marah, dan harus dapat nrimo ing pandum.

●MAKNA SYAHADAT
Makna Syahadat Tauhid
Tidak ada Tuhan yang berhak, layak, dan pantas untuk disembah dan ditaati perintah dan dijauhi larangan-Nya kecuali Allah.

◆◆TANDA - TANDA BALIGH◆◆
Alaamaatul Buluughi Tsalaatsun :
Tamaamu Khomsa ‘Asyaro Sanatan Fidzdzakari Wal Untsaa ,
Wal Ihtilaamu Fidzdzakari Wal Untsaa Litis’i Siniina , Wal Haidhu Fil Untsaa Litis’i Siniina

Tanda-tanda Baligh ada 3 :
Sempurna umurnya 15 tahun pada laki-laki dan perempuan ,
dan mimpi pada laki-laki dan perempuan bagi umur 9 tahun ,
dan dapat haid pada perempuan bagi umur 9 tahun .

Syarh atau Penjelasan Kitab Safinah an-Najah
Tanda Aqil Baligh laki-laki dan perempuan
Laki-laki yang menginjak dewasa, ditandai dengan bermimpi peristiwa yang tidak pernah dialaminya di alam nyata,
seperti bersenggama dengan seorang perempuan dan dengan sebab mimpi indah tersebut mengakibatkan keluarnya sperma yang sejak kecil tersimpannya.
Dan biasanya laki-laki yang mengalami peristiwa tersebut pada usianya yang ke-15 tahun.
Jika laki-laki yang sudah berusia 15 tahun dan sudah mengeluarkan sperma (mani) maka ia termasuk laki-laki dewasa yang sudah aqil baligh dan mukallaf, yaitu seseorang yang wajib menjalankan perintah Tuhan dan menjauhi larangan-Nya.

Sedangkan perempuan yang sudah mengeluarkan darah haidl biasanya keluar pada umur 9 tahun sudah termasuk perempuan dewasa yang sudah aqil baligh dan mukallaf.
Darah haidl adalah darah yang keluar dari vagina perempuan pada usia 9 tahun ke atas, dalam kondisi sehat, tidak dengan sebab sakit,
dan tidak dengan sebab melahirkan.
Warna darah haidl adalah hitam pekat dan panas.
Sebab jika darah tersebut keluar dengan sebab sakit maka bukan lagi darah haidl melainkan darah istihadhal;
sedangkan jika dengan sebab melahirkan maka dinamakan darah nifas.

SYARAT ISTINJA
Syuruuthul Istinjaai Bilhajari Tsamaaniyatun :
An Yakuuna Bitsalaatsati Ahjaarin ,
Wa An Yunqiya Al-Mahalla ,
Wa An Laa Yajiffa An-Najisu,
Walaa Yantaqila ,
Walaa Yathroa ‘Alaihi Aakhoru ,
Walaa Yujaawiza Shofhatahu Wahasyafatahu ,
Walaa Yushiibahu Maaun , Wa An Laa Takuuna Al-Ahjaaru Thoohirotan

Syarat-syarat Istinja dengan batu itu 8 :
Bahwa adalah orang yg berisitinja itu dengan 3 batu ,
dan bahwa ia membersihkan tempat keluarnya najis ,
dan bahwa tidak kering najisnya itu ,
dan tidak berpindah najisnya itu ,
dan tidak datang atasnya oleh najis yg lain ,
dan jangan melampaui najisnya itu akan shofhahnya dan hasyafahnya , dan jangan mengenai najis itu akan ia oleh air ,
dan bahwa adalah batunya itu suci

Syarh atau Penjelasan Kitab Safinah an-Najah
Bersuci Dengan Batu
Bersuci adalah wajib bagi segala bentuk kotoran dan najis berupa air kencing, tai, darah, dan lain-lain yang keluar dari salah satu kedua jalan, dimana penyuciannya dapat menggunakan air atau menggunakan batu atau sejenis batu,
yaitu benda padat dan keras yang suci dan bukan benda yang dimulyakan menurut Islam.

Ada dua alat atau benda yang dapat digunakan untuk bersuci,
yaitu air dan batu.
Masing-masing memiliki syarat-syaratnya sendiri agar dapat digunakan sebagai alat untuk bersuci.
Di fasal (bab) ini telah diulas 8 syarat bersuci dengan menggunakan batu.
Kita boleh bersuci hanya dengan menggunakan air yang telah memenuhi syarat untuk menghilangkan najis atau kotoran.
Namun, yang lebih utama adalah menggunakan air dan batu sekaligus dalam mensucikan najis.
Caranya adalah pertama-tama dengan menggunakan batu agar dapat menghilangkan kotoran atau najisnya,
dan kemudan langkah kedua disusul dengan menggunakan air agar dapat menghilangkan sisa-sisa kotoran yang masih ada atau masih menempel di badan.
Namun sejatinya, jika hendak memilih salah satu dari air dan batu, maka yang lebih utama untuk bersuci adalah dengan menggunakan air. Meski dengan menggunakan batu juga boleh asalkan yang sesuai dengan syarat-syarat yang ditentukan tersebut.

★★★★★★★★

FARDHU WUDHU

Furuudh Al-Wudhuui Sittatun :
Al-Awwalu Anniyyatu , Ats-Tsaani Ghoslu Al-Wajhi ,
Ats-Tsaalitsu Ghoslu Al-Yadaini Ma’a Al-Mirfaqoini,
Ar-Roobi’u Mashu Syaiin Min Ar-Ro’si ,
Al-Khoomisu Ghoslu Ar-Rijlaini Ilaa Al-Ka’baini ,
As-Saadisu At-Tartiibu

Fardhu-fardhu Wudhu itu 6 :
Yang pertama Niat ,
yg kedua membasuh wajah ,
yg ketiga membasuh 2 tangan beserta 2 sikut ,
yg keempat menyapu sebagian dari kepala ,
yg kelima membasuh 2 kaki sampai 2 mata kaki ,
yg keenam tertib

Penjelasan :
Fardlu Wudlu ada Enam
Pertama, niat.
Definisi niat menurut kebahasaan adalah menyengaja (qashdu),
dan menurut istilah niat adalah menyengaja sesuatu bersamaan dengan mengejakannya.
Sebab, jika pekerjaannya diakhirkan maka dinamakan ‘azam (cita-cita), jadi bukan niat lagi.
Tempatnya niat adalah di hati.
Berarti jika niat dalam konteks wudlu,
maka niat dihadirkan dalam hati ketika mengerjakan pekerjaan bembasuh wajah sebagai pekerjaan pertama dalam wudlu.

Kalimat niat dalam wudlu yaitu
"Nawaytu al-wudlua li-raf’i al-hadatsi al-asghari lil-Lahi ta’ala"
(Aku berniat wudlu untuk menghilangkan hadats kecil, karena Allah Ta’ala).

Kedua, membasuh wajah.
Batasan wajah yang wajib dibasuh dalam wudlu adalah jika arah memanjang adalah anggauta di antara tempat tumbuhnya rambut kepala secara umum dan di bawah kedua daging geraham luar (lahyayni),
yaitu kedua tulang besar yang berada di samping bahwa wajah yang di dalam mulut merupakan tempat tumbuhnya gigi-gigi bawah. Sedangkan batasan wajah jika melebar yaitu anggauta di antara kedua telinga.

Ketiga, membasuh kedua tangan beserta sikut.
Segala sesuatu yang ada pada batasan tangan, baik berbentuk rambut, kutil, atau kuku, maka wajib dibasuh.

Keempat, membasuh sebagian kepala.
Maksudnya adalah jika kepala seseorang yang berambut,
maka sudah dianggap cukup jika membasuh sebagian rambut yang menempel di atas kepalanya.
Tapi kepala seseorang yang tidak ditumbuhi rambut, maka sebagian kulit kepalanya lah yang dibasuh. Tidak diwajibkan untuk membasuh seluruh kepala.

Kelima, membasuh kedua kaki bersama kedua mata kakinya. Maksudnya segala sesuatu yang ada pada kaki, seperti rambut, kutil, kuku, dll maka wajib dibasuh

Keenam, tartib.
Artinya mendahulukan anggauta yang harus didahulukan dan mengakhirkan anggauta yang harus didahulukan.
Tidak boleh mendahulukan anggatua yang semestinya dibasuh pada runutan akhir, dan mengakhirkan anggota yang semestinya dibasuh pertama.
Namun,
jika ada seseorang yang sedang mandi dengan menceburkan dan mekasukkan tubuhnya secara keseluruhan di sebuah lautan, danau atau sungai yang bersih, dengan niat berwudlu maka sah dan tartibnya dikira-kirakan saja.



NIAT DALAM WUDHU

Anniyyatu Qoshdu Asy-Syaii Muqtarinan Bifi’lihi .
Wa Mahalluhaa Al-Qolbu .
Wattalaffuzhu Bihaa Sunnatun .
Wa Waqtuhaa ‘Inda Ghosli Awwali Juz’in Minal wajhi .
Wattartiibu An Laa Tuqoddima ‘Udhwan ‘Alaa ‘Udhwin

Dan niat yaitu memaksudkan sesuatau berbarengan dengan perbuatannya .
Dan tempat niat adalah hati .
Dan melafazdkan dengannya adalah sunah .
Dan waktunya ketika membasuh awal bagian daripada wajah .
Dan tertib yaitu bahwa tidak didahului
satu anggota atasa anggota yg lain

Penjelasan :
Pengertian Niat dan Tartib
Definisi niat menurut kebahasaan adalah menyengaja (qashdu), dan menurut istilah niat adalah menyengaja sesuatu bersamaan dengan mengejakannya.
Sebab, jika pekerjaannya diakhirkan maka dinamakan ‘azam (cita-cita), jadi bukan niat lagi.
Tempatnya niat adalah di hati.
Berarti jika niat dalam konteks wudlu, maka niat dihadirkan dalam hati ketika mengerjakan pekerjaan bembasuh wajah sebagai pekerjaan pertama dalam wudlu.

Tartib artinya mendahulukan anggota yang harus didahulukan dan mengakhirkan anggauta yang harus didahulukan.
Tidak boleh mendahulukan anggatua yang semestinya dibasuh pada runutan akhir, dan mengakhirkan anggota yang semestinya dibasuh pertama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar