Jumat, 19 Oktober 2018

Air Untuk Bersuci


AIR UNTUK BERSUCI

Walmaau Qoliilun Wa Katsiirun
Al-Qoliilu Maa Duunal Qullataini
Walkatsiiru Qullataani Fa Aktsaru.
Dan air itu yaitu sedikit dan banyak
Yang sedikit adalah air yg kurang dari 2 kullah
Dan yang banyak yaitu 2 kullah atau lebih

2 Kullah bila diukur dengan liter yaitu 216 liter kurang lebih , bila diukur wadahnya yaitu 60 cm X 60 cm x 60 cm
Air yg kurang dari 2 kullah menjadi musta’mal bila terciprat air bekas bersuci yaitu bila terciprat air basuhan yg pertama karna basuhan yg pertamalah yg wajib
Adapun bila air itu kurang dari 2 kullah maka lebih baik dicedok dengan gayung jangan dikobok
Demikianlah jawaban kami,
semoga Anda dapat memahaminya
Wallahu Yahdi Ila Showaissabil

Al-Qoliilu Yatanajjasu Biwuquu’innajaasati Fiihi Wain Lam Yataghoyyar
Dan air yg sedikit menjadi najis ia dengan kejatuhan najis padanya walaupun tidak berubah rasa , warna , dan baunya .
Walkatsiiru Laa Yatanajjasu Illaa Idzaa Taghoyyaro Tho’muhu , Aw Lawnuhu , Aw Riihuhu .
Dan air yang banyak tidaklah ia menjadi najis kecuali jika berubah rasa , atau warnanya , atau baunya
Penjelasan Makna:

Jenis Air

وعَنْ عَبدِ اللهِ بنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رسولُ الله صلى اللهُ عليه وسلم: إِذَا كَانَ المَآءُ قُلَّتَيْنِ لَمْ يَحمِلِ الخَبَثَ، وفي لَفْظٍ: لَمْ يَنْجُسْ، أَخْرَجَهُ الأَرْبَعَةُ، وَصَحَّحَهُ ابْنُ خُزَيْمَةَ والحاكمُ وابْنُ حِبَّانَ

Dari Abdullah bin Umar ra. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda
“Apabila jumlah air mencapai dua qullah, tidak membawa kotoran. Dalam lafadz lainnya, Tidak membuat najis”.

Ibnu Khuzaemah, Al-Hakim dan Ibnu HIbban menshahihkan hadits ini. Sehingga ketentuan air harus berjumlah 2 qullah bukan semata-mata ijtihad para ulama saja, melainkan datang dari ketetapan Rasulullah SAW sendiri lewat haditsnya.

Istilah qullah adalah ukuran volume air yang digunakan di masa Rasulullah SAW masih hidup. Bahkan dua abad sesudahnya, para ulama fiqih di Baghdad dan di Mesir pun sudah tidak lagi menggunakan skala ukuran qullah. Mereka menggunakan ukuran rithl yang sering diterjemahkan dengan istilah kati.

Sayangnya, ukuran rithl ini pun tidak standar, bahkan untuk beberapa negara-negara Arab sendiri. Satu rithl air buat orang Baghdad ternyata berbeda dengan ukuran satu rithl air buat orang Mesir.

Dalam banyak kitab fiqih disebutkan bahwa ukuran volume dua qulah itu adalah 500 rithl Baghdad. Tapi kalau diukur oleh orang Mesir, jumlahnya tidak seperti itu. Orang Mesir mengukur dua qullah dengan ukuran rithl mereka dan ternyata jumlahnya hanya 446 3/7 Rithl.

Orang-orang Syam mengukurnya dengan menggunakan ukuran mereka yang namanya rithl jumlahnya hanya 81 rithl. Namun demikian, mereka semua sepakat volume dua qullah itu sama, yang menyebabkan berbeda karena volume satu rithl Baghdad berbeda dengan volume satu rithl Mesir dan volume satu rithl Syam.

Para ulama kontemporer kemudian mencoba mengukurnya dengan besaran zaman sekarang.
Dan ternyata dalam ukuran masa kini kira-kira sejumlah 270 liter. Demikian disebutkan oleh Dr. Wahbah az-Zuhaili dalam Al-Fiqhul Islami Wa Adillatuhu, jilid 1/ hal.60.

Air yang kurang dari 270 liter terkasuk bukan air dua qullah jika kejatuhan najis atau benda najis, maka air menjadi najis meskipun karakter air tidak berubah baik warna, rasa dan baunya. Sedangkan air yang mencapai 270 liter atau lebih termasuk air banyak, jika kejatuhan najis maka tidak menjadi najis apabila karakter airnya tidak berubah baik warna, rasa dan bau. Namun jika mengalami perubahan baik warna, rasa atau baunya, maka menjadi air yang najis.

Persoalan air dalam suatu wadah jumlahnya kurang dari 270 liter, lalu digunakan untuk berwudhu, mandi janabah atau kemasukan air yang sudah digunakan untuk berwudhu`, maka air itu dianggap sudah musta`mal. Air itu suci secara fisik lahiriyah, tapi tidak bisa digunakan untuk bersuci . Tapi bila bukan digunakan untuk wudhu` seperti cuci tangan biasa, maka tidak dikategorikan air musta`mal.

Namun kalau kita telliti lebih dalam, ternyata pengertian musta`mal di antara fuqoha mazhab masih terdapat variasi perbedaan. Sekarang mari coba kita dalami lebih jauh dan kita cermati perbedaan pandangan para fuqaha tentang pengertian air musta’mal, atau bagaimana suatu air itu bisa sampai menjadi musta’mal:

a. Ulama Al-Hanafiyah
Air musta`mal dalam pengertian mereka adalah air yang telah digunakan untuk mengangkat hadats atau untuk qurbah. Maksudnya untuk wudhu` sunnah atau mandi sunnah. Tetapi secara lebih detail, menurut mazhab ini bahwa yang menjadi musta`mal adalah air yang membasahi tubuh saja dan bukan air yang tersisa di dalam wadah. Air itu langsung memiliki hukum musta`mal saat dia menetes dari tubuh sebagai sisa wudhu` atau mandi.

Sedangkan air yang di dalam wadah tidak menjadi musta`mal. Bagi mereka, air musta`mal ini hukumnya suci tapi tidak bisa mensucikan. Artinya air itu suci tidak najis, tapi tidak bisa digunakan lagi untuk wudhu` atau mandi.
Keterangan seperti ini bisa kita lihat pada kitab Al-Badai` jilid 1 hal. 69 dan seterusnya, juga Ad-Dur Al-Mukhtar jilid 1 hal. 182-186, juga Fathul Qadir 58/1,61.

b. Ulama Al-Malikiyah
Air musta`mal dalam pengertian mereka adalah air yang telah digunakan untuk mengangkat hadats baik wudhu` atau mandi. Dan tidak dibedakan apakah wudhu` atau mandi itu wajib atau sunnah. Juga yang telah digunakan untuk menghilangkan khabats .
Dan sebagaimana Al-Hanafiyah, mereka pun mengatakan bahwa yang musta`mal hanyalah air bekas wudhu atau mandi yang menetes dari tubuh seseorang. Namun yang membedakan adalah bahwa air musta`mal dalam pendapat mereka itu suci dan mensucikan. Artinya, bisa dan syah digunakan untuk mencuci najis atau wadah. Air ini boleh digunakan lagi untuk berwudhu` atau mandi sunnah selama ada air yang lainnya meski dengan karahah.

Keterangan ini bisa kita dapati manakala kita membukan kitab As-Syahru As-Shaghir 37/1-40, As-Syarhul Kabir ma`a Ad-Dasuqi 41/1-43, Al-Qawanin Al-Fiqhiyah hal. 31, Bidayatul Mujtahid 1 hal 26 dan sesudahnya.

c. Ulama Asy-Syafi`iyyah
Air musta`mal dalam pengertian mereka adalah air sedikit yang telah digunakan untuk mengangkat hadats dalam fardhu taharah dari hadats. Air itu menjadi musta`mal apabila jumlahnya sedikit yang diciduk dengan niat untuk wudhu` atau mandi meski untuk untuk mencuci tangan yang merupakan bagian dari sunnah wudhu`.

Namun bila niatnya hanya untuk menciduknya yang tidak berkaitan dengan wudhu`, maka belum lagi dianggap musta`mal. Termasuk dalam air musta`mal adalah air mandi baik mandinya orang yang masuk Islam atau mandinya mayit atau mandinya orang yang sembuh dari gila. Dan air itu baru dikatakan musta`mal kalau sudah lepas/ menetes dari tubuh.
Air musta`mal dalam mazhab ini hukumnya tidak bisa digunakan untuk berwudhu` atau untuk mandi atau untuk mencuci najis. Karena statusnya suci tapi tidak mensucikan. Silahkan lihat pada kitab Mughni Al-Muhtaj 1/20 dan Al-Muhazzab jilid 5.

d. Ulama Al-Hanabilah
Air musta`mal dalam pengertian mereka adalah air yang telah digunakan untuk bersuci dari hadats kecil atau hadats besar atau untuk menghilangkan najis pada pencucian yang terakhir dari 7 kali pencucian. Dan untuk itu air tidak mengalami perubahan baik warna, rasa maupun aromanya.
Selain itu air bekas memandikan mayit pun termasuk air musta`mal. Namun bila air itu digunakan untuk mencuci atau membasuh sesautu yang di luar kerangka ibadah, maka tidak dikatakan air musta`mal. Seperti membasuh muka yang bukan dalam rangkaian wudhu`. Atau mencuci tangan yang bukan dalam kaitan wudhu`.
Dan selama air itu sedang digunakan untuk berwudhu` atau mandi, maka belum dikatakan musta`mal. Hukum musta`mal baru jatuh bila seseorang sudah selesai menggunakan air itu untuk wudhu` atau mandi, lalu melakukan pekerjaan lainnya dan datang lagi untuk wudhu`/ mandi lagi dengan air yang sama. Barulah saat itu dikatakan bahwa air itu musta`mal. Mazhab ini juga mengatakan bahwa bila ada sedikit tetesan air musta`mal yang jatuh ke dalam air yang jumlahnya kurang dari 2 qullah, maka tidak mengakibatkan air itu menjadi `tertular` kemusta`malannya.
Air ada dua Macam; air yang sedikit (ma’ al-qalil) dan air banyak (ma’ al-katsir). Air sedikit batasannya adalah air yang kurang dari dua qullah. Sedangkan air yang tergolong banyak adalah air yang mencapai dua qullah atau lebih.
Istilah qullah adalah ukuran volume air, memang asing buat telinga kita. Sebab ukuran ini tidak lazim digunakan di zaman sekarang ini. Kita menggunakan ukuran volume benda cair dengan liter, meter kubik atau barrel.
Ukuran jumlah air dua qullah sesungguhnya bersumber dari hadits nabawi.

◆◆

◆SEBAB WAJIBNYA MANDI◆

Muujibaatul Ghusli Sittatun :
Lilaajul Hasyafati Fil Farji ,
Wakhuruujul Maniyyi ,
Wal Haidhu ,
Wannifaasu ,
Wal Wilaadatu ,
Wal Mautu

Segala yg mewajibkan mandi ada 6 :
Memasukkan Hasyafah pada Farji ,
dan keluar mani ,
dan haidh ,
dan nifas ,
dan wiladah ,
dan mati

Penjelasan :
Perkara yang Mewajibkan Mandi ada Enam

Pertama,
Memasukkan penis (alat kelamin laki-laki) ke farji (vagina).
Hal ini yang diwajibkan mandi adalah kedua belah pihak,
laki-laki dan perempuan yang melakukannya.

Kedua,
Keluar Mani (Seperma).
Baik keluarnya dengan sebab bermimpi dalam keadaan tidur atau keluar dalam keadaan terjaga, tetap mewajibkan mandi.
Begitu pun keluar mani tidak disengaja atau disengaja, tetapi wajib mandi.
Ciri-ciri air mani (seperma) yaitu
1). Baunya bagaikan adonan roti atau seperti manggar kurma,
2). Warnanya bagaikan warna putih telur,
3). Keluar dengan menyemburat (muncrat),
4). Keluarnya terasa nikmat dan enak.

Ketiga, haidl.
Dara haidl adalah darah yang keluar dalam kondisi perempuan sehat, tidak dalam keadaan setelah melahirkan,
warna darahnya merah pekat, dan panas.

Keempat, Nifas.
Darah yang keluar setelah atau bersamaan dengan melahirkannya anak.

Kelima, Melahirkan.

Keenam, Kematian.
Dengan dua syarat,
1). Orang Islam dan
2). Bukan mati syahid.

Jika orang kafir atau orang yang mati syahid maka tidak wajib atau tidak boleh memandikannya.

◆◆☆

FARDHU MANDI
فررض الغسل اثنان : النية والتعميم البدن بالماء

Furuudhul Ghusli Itsnaani : Anniyyatu ,
Wata’miimul Badani Bil Maa’i .
Fardhu-fardhu mandi 2 :
Niat , dan meratakan badan dengan air .
Penjelasan Makna:

Pertama, niat.
Kedua, meratakan air ke seluruh anggauta badan dari ujung rambut sampai ujung kaki. Jika mandi jinabah, maka seluruh lubang dan lempitan yang ada pada anggota badan maka wajib terkena air secara merata.

◆◆◆

SYARAT WUDHU
Syuruuthul Wudhuui ‘Asyarotun : Al-Islamu , Wattamyiizu , Wannaqoou ‘Anil Haidhi Wannifaasi Wa’an Maa Yamna’u Wushuulal Maai Ilal Basyaroti , Wa An Laa Yakuuna ‘Alal ‘Udhwi Maa Yughoyyirul Maa-a , Wal’ilmu Bifardhiyyatihi , Wa An Laa Ya’taqida Fardhon Min Furuudhihi Sunnatan , Wal Maau Ath-Thohuuru , Wadukhuulul Waqti , Wal Muwaalatu Lidaaimil Hadatsi .
Syarat-syarat Wudhu yaitu 10 : Islam ,Tamyiz , dan suci dari haid dan nifas dan dari sesuatu yg mencegah sampainya air kepada kulit , dan bahwa tidak ada atas anggota oleh sesuatu yg mengubah air , dan mengetahui dengan segala fardhunya , dan bahwa ia tidak mengi’tiqodkan akan fardhu daripada fardhu-fardhunya sebagai sunat , dan air yg suci , dan masuk waktu , dan berturut-turut bagi orang yg senantiasa berhadas .
Penjelasan Makna :
Syarta Wudlu ada 10;
Pertama, Islam. Mengecualikan Non-Islam.
Kedua, tamyiz (pinter). Seseorang yang dapat membedakan hal dan bathil, benar dan salah. Sedangkan anak kecil dan orang gila tidak termasuk golongan orang yang tamyiz, sebab tidak bisa membedakan antara benar dan salah.
Ketiga, bersih dari haidl dan nifas. Jelas, sebab wudlu biasanya bertujuan untuk mendirikan shalat. Sedangkan orang yang haidl dan nifas tidak boleh melakukan shalat atau ibadah seperti berwudlu.
Keempat, bersih dari segala sesuatu yang dapat menghalangi sampainya air pada kulit tubuh manusia. Seperti cat atau mangsi yang menempel di kulit seseorang yang dapat menghalangi sampainya air ke kulit seseorang dapat membatalkan wudlu alias wudlunya tidak sah.
Kelima, tidak ada perkara yang menempel di badan yang dapat merubah karakter air. Jika ada perkara yang menempel di tangan, misalkan, yang dapat merubah karakter air, seperti warna, bau dan rasanya, maka akan dapat membatalkan wudlu seseorang.
Keenam, mengetahui ke-fardluan-nya wudlu.
Ketujuh, tidak menyakini ke-fardluan sebagai ibadah sunnah
Kedelapan, menggunakan air suci dan mensucikan. Artinya air yang suci dan bukan air najis serta bukan air yang sudah digunakan bersuci (musta’mal).
Kesembilan, masuk waktu.
Kesepuluh, muallah (tartib atau runut) cara membasuh di antara anggota wudlu bagi orang yang memiliki hadats permanen (daim al-hadats) seperti perempuan yang sedang menegluarkan darah istihadlhah yang disebut dengan mustahadhlah.

◆◆◆◆
PEMBATAL WUDHU

نواقض الوضوء اربعةاشياء
اﻻول الخارج من احدالسبلين من قبل او دبر ريخ او غيره اﻻالمنى
الثانى زوال العقل بنوم او غيره اﻻ نوم قاعد ممكن مقعده من اﻻرض
اثالث التقاء بشرتي رجل وامراة كبرين اجنبيين من غير حائل
الرابع مس قبل اﻵدمى او حلقة دبره ببطن الراحة او بطون اﻻصابع

Nawaaqidul Wudluui Arba’atu Asyyaa-a :
Al-Awwalu Al-Khooriju Min Ihdassabilaini Minal Qubuli Wadduuri Riihun Aw Ghoyruhu Illal Maniyya ,
Ats-Tsaani Zawaalul ‘Aqli Binaumin Aw Ghoyrihi Illaa Nauma Qoo’idin Mumakkanin Maq’adahu Minal Ardhi ,
Ats-Tsaalitsu Iltiqoou Basyarotai Rojulin Wamroatin Kabiiroini Ajnabiyyaini Min Ghoyri Haailin ,
Ar-Roobi’u Massu Qubulil Aadamiyyi Aw Halqoti Duburihi Bibathnil Kaffi Aw Buthuunil Ashoobi’i .

Segala yg membatalkan wudhu yaitu 4 perkara :
Pertama yang keluar daripada salah satu dari 2 jalan daripada kubul dan dubur angin atau selainnya kecuali air mani ,

kedua hilang akal dengan sebab tidur atau selainnya kecuali tidurnya orang yg duduk yg menetapkan punggungnya daripada bumi ,

Ketiga bertemunya 2 kulit laki-laki dan perempuan besar keduanya orang lain keduanya dari tanpa dinding ,

keempat menyentuh kubul manusia atau bulatan duburnya dengan telapak tangan atau perut jari-jari

Penjelasan Makna:
Sesuatu yang Merusak Keabsahan Wudlu ada Empat;

Pertama, sesuatu yang keluar dari salah satu dua jalan (alat kelamin depan dan pantat), seperti kentut, tai, dan yang lainnya, atau bahkan sesuatu yang boleh dibilang suci dan tidak biasa dikeluarkan dari kedua jalan tersebut seperti kerikil dan ulat, kecuali mani.

Kedua, Hilangnya akal, karena salah satu dari dua faktor yaitu;
1). Kegilaan (junun), dengan sebab sakit atau mabuk;
2). Tidur, kecuali tidurnya pada saat duduk dan pantannya diletakkan secara langsung pada lantai yang sekiranya tidak memungkinkan adanya renggangan atau cela keluarnya kentut.
Pengecualian lagi juga adalah tidurnya para Nabi.
Karena dalam sebuah hadits dinyatakan; "Hanya mata kami saja yang tidur. Sementara hati kami tidak pernah tidur".
As-Syekh Muhammad ‘Ali bin Husein al-Makky al-Maliki dalam kitab Inarah ad-Duja, yang men-syarahi kitab Safinah an-Najah mendefinisikan tidur (naum) adalah angin lembut semilir menerpa dan menguasai otak, kemudian menutupi mata dan hati.
Jika angin semilir lembut itu belum sampai pada hati seseorang, baru sampai pada otak dan mata, maka orang tersebut pasti terserang kantuk (nu’as).

Ketiga, bersentuhannya kulit laki-laki dan perempuan yang bukan mahram, tanpa adanya penghalang.
Pengecualian yaitu kulitnya anak kecil yang belum baligh dan tidak dapat mengundang syahwat. Sedangkan yang definisi mahram adalah seseorang yang menurut syariah haram dinikahi dengan sebab adanya hubungan tali nasab, seperti anak, saudara kandung, kedua orang tua, kakek dan nenek, paman, atau dengan sebab radla’.

Keempat, menyentuh alat kelamin dengan telapak tangan atau jari-jari bagian dalam.

LARANGAN BAGI YANG BATAL WUDHU DAN JUNUB

Man Intaqodho wudhuu-uhu Haruma ‘Alaihi ‘Arba’atu Asyyaaa : Ash-Sholaatu , Wath-Thowaafu , Wamassul Mush-hafi , Wahamluhu . Wayahrumu ‘Alal Junubi Sittatu Asyyaa-a : Ash-Sholaatu , Wath-Thowaafu , Wamassul Mush-hafi , Wahamluhu , Wallubtsu Fil Masjidi , Waqirooatul Qur-aani Biqoshdil Qur-aani. Wayahrumu Bilhaidhi ‘Asyarotu Asyyaa-a : Ash-Sholaatu , Wath-Thowaafu , Wamassul Mush-hafi , Wahamluhu , Wallubtsu Fil Masjidi , Waqirooatul Qur-aani Biqoshdil Qur-aani , Wash-Shoumu , Wath-Tholaaqu , Walmuruuru Fil Masjidi In Khoofat Talwiitsahu , Wal Istimnaa’u Bimaa Bainassurroti Warrukbati
Orang yangg batal wudhunya haram atasnya 4 perkara : Sholat , dan Thowaf , dan menyentuh AlQur-an , dan membawanya .
Dan haram atas orang yg junub 6 perkara : Sholat , dan Thowaf , dan menyentuh Al-Quran , dan membawanya , dan berdiam diri di Masjid , dan membaca AlQur-an dengan maksud baca AlQur-an. Dan haram dengan sebab haid 10 perkara : Sholat , dan Thowaf , dan menyentuh AlQur-an , dan membawanya , dan berdiam diri di Masjid , dan membaca AlQur-an dengan qoshod Qur-an , dan puasa , dan talak , dan
berjalan di dalam Masjid jika ia takut menyamarkannya , dan bersedap-sedap(bersenang-senang) dengan sesuatu yg antara pusat dan lutut

Penjelasan Makna:
Ada Empat Pekerjaan yang Dilarangan bagi Orang yang Berhadats
Pertama, Shalat. Baik shalat fardlu yang lima waktu, yaitu dzuhur, asar, maghrib, isya, dan subuh, ataupun shalat sunah dan shalat Janazah, bagi orang yang memiliki hadats tidak boleh melakukannya. Sebab Nabi berkata, "Allah tidak akan menerima sholat salah satu dari kalian ketika berhadats, sampai ia berwudlu terlebih dahulu".
Kedua, Thawaf. Baik thawaf fardlu atau pun thawaf sunnah seperti thawaf qudhum, thawaf ifadhah, dan yang lainnya.
Ketiga, Memegang mushaf; yang dimaksud dengan mushaf adalah segala sesuatu yang di dalamnya terdapat tulisan al-Quran, baik sebagian atau sepenggal ayat-ayat dari al-Quran, yang ditulis karena untuk dipelajari dan dibaca. Meski ayat-ayat itu ditulis pada media yang berupa papan tulis, kulit, atau kertas, atau tulang belulang, maka tetap dapat dikatakan sebagai mushaf.
Pengecualian dari pengertian mushaf yang tidak boleh disentuh oleh orang yang berhadats yaitu ayat-ayat al-Quran yang bertujuan dijadikan Jimat (at-tamimah). Sebab Jimat yang dari ayat-ayat al-Quran pada saat ditulis bertujuan tidak untuk dibaca atau dipelajar, melainkan bertujuan untuk ngalap berkah (tabarruk).
Keempat, membawa mushaf. Yang dimaksudkan adalah hanya membawa mushaf, tanpa disertai dengan membawa beda atau sesuatu yang berbentuk materiil, seperti pakaian, perabotan, atau koper. Sehingga jika seseorang yang berhadats membawa al-Quran di dalam koper bersama dengan barang-barang bawaan lainnya, seperti buku, pakean, dll., maka tidak dipersoalkan alias boleh.
Seluruh umat Islam wajib menghargai dan menghormati keagungan al-Quran. Tidak boleh melecehkan atau menghinanya.

Ada Enam Larangan bagi Orang yang Junub;

Pertama, Shalat. Baik shalat fardlu yang lima waktu, yaitu dzuhur, asar, maghrib, isya, dan subuh, ataupun shalat sunah dan shalat Janazah, bagi orang yang memiliki hadats tidak boleh melakukannya. Sebab Nabi berkata, "Allah tidak akan menerima sholat salah satu dari kalian ketika berhadats, sampai ia berwudlu terlebih dahulu".

Kedua, Thawaf. Baik thawaf fardlu atau pun thawaf sunnah seperti thawaf qudhum, thawaf ifadhah, dan yang lainnya.

Ketiga, memegang Mushaf Ketiga, Memegang mushaf; yang dimaksud dengan mushaf adalah segala sesuatu yang di dalamnya terdapat tulisan al-Quran, baik sebagian atau sepenggal ayat-ayat dari al-Quran, yang ditulis karena untuk dipelajari dan dibaca. Meski ayat-ayat itu ditulis pada media yang berupa papan tulis, kulit, atau kertas, atau tulang belulang, maka tetap dapat dikatakan sebagai mushaf.
Pengecualian dari pengertian mushaf yang tidak boleh disentuh oleh orang yang berhadats yaitu ayat-ayat al-Quran yang bertujuan dijadikan Jimat (at-tamimah). Sebab Jimat yang dari ayat-ayat al-Quran pada saat ditulis bertujuan tidak untuk dibaca atau dipelajar, melainkan bertujuan untuk ngalap berkah (tabarruk).

Keempat, membawa mushaf. Yang dimaksudkan adalah hanya membawa mushaf, tanpa disertai dengan membawa beda atau sesuatu yang berbentuk materiil, seperti pakaian, perabotan, atau koper. Sehingga jika seseorang yang berhadats membawa al-Quran di dalam koper bersama dengan barang-barang bawaan lainnya, seperti buku, pakean, dll., maka tidak dipersoalkan alias boleh.
Seluruh umat Islam wajib menghargai dan menghormati keagungan al-Quran. Tidak boleh melecehkan atau menghinanya.

Kelima, berdiam diri di masjid atau mondar-mandir di dalam masjid. Karena Nabi berkata "Aku melarang perempuan haidl dan orang junub mendatangi masjid", diriwayatkan oleh Abu Dawud dari ‘Aisah Ra.

Keenam, Membaca quran. Artinya melafadzkan dengan lisan baik satu ayat atau lebih. Dengan demikian, orang yang berhadats diperbolehkan mengingat ayat-ayat al-Quran di dalam hati dengan tanpa melafadzkannya dengan lisan. Orang yang berhadats juga diperbolehkan melihat fisik al-Quran. Dan ulama bersepakat bahwa bagi perempuan haidl dan orang yang berhadats membaca tahlil, tasbih, tahmidl, takbir, shalawat kepada nabi dan dzikir-dzikir yang lainnya.

Ada Sepuluh Larangan Bagi Orang yang Haidl
Pertama, Shalat. Baik shalat yang lima waktu, yaitu dzuhur, asar, maghrib, isya, dan subuh, ataupun shalat sunah dan shalat Janazah, bagi orang yang memiliki hadats tidak boleh melakukannya. Sebab Nabi berkata, "Allah tidak akan menerima sholat salah satu dari kalian ketika berhadats, sampai ia berwudlu terlebih dahulu".

Kedua, Thawaf. Baik thawaf fardlu atau pun thawaf sunnah seperti thawaf qudhum, thawaf ifadhah, dan yang lainnya.

Ketiga, Memegang mushaf; yang dimaksud dengan mushaf adalah segala sesuatu yang di dalamnya terdapat tulisan al-Quran, baik sebagian atau sepenggal ayat-ayat dari al-Quran, yang ditulis karena untuk dipelajari dan dibaca. Meski ayat-ayat itu ditulis pada media yang berupa papan tulis, kulit, atau kertas, atau tulang belulang, maka tetap dapat dikatakan sebagai mushaf.
Pengecualian dari pengertian mushaf yang tidak boleh disentuh oleh orang yang berhadats yaitu ayat-ayat al-Quran yang bertujuan dijadikan Jimat (at-tamimah). Sebab Jimat yang dari ayat-ayat al-Quran pada saat ditulis bertujuan tidak untuk dibaca atau dipelajar, melainkan bertujuan untuk ngalap berkah (tabarruk).

Keempat, membawa mushaf. Yang dimaksudkan adalah hanya membawa mushaf, tanpa disertai dengan membawa beda atau sesuatu yang berbentuk materiil, seperti pakaian, perabotan, atau koper. Sehingga jika perempuan haidl (haidl) membawa al-Quran di dalam koper bersama dengan barang-barang bawaan lainnya, seperti buku, pakean, dll., maka tidak dipersoalkan alias boleh.
Seluruh umat Islam wajib menghargai dan menghormati keagungan al-Quran. Tidak boleh melecehkan atau menghinanya.

Kelima, Membaca quran. Artinya melafadzkan dengan lisan baik satu ayat atau lebih. Dengan demikian, perempuan yang haidl diperbolehkan mengingat ayat-ayat al-Quran di dalam hati dengan tanpa melafadzkannya dengan lisan. Ia juga diperbolehkan melihat fisik al-Quran. Dan ulama bersepakat bahwa diperbolehkan bagi perempuan haidl dan orang yang berhadats membaca tahlil, tasbih, tahmidl, takbir, shalawat kepada nabi dan dzikir-dzikir yang lainnya.

Keenam, Puasa. Jika ada seorang perempuan yang seharian tidak makan dan minum, dengan tanpa dimotivasi oleh niat ibadah puasa atau lebih dikarenakan kemiskinan yang melilitnya, maka tidak diharamkan baginya melakukan pengosongan perut dari makan dan minum. Karena apa yang dikerjakannya bukan merupakan ibadah puasa yang telah diharamkan bagi perempuan haidl.

Ketujuh, Thalak.

kedepan, berdiam diri di masjid

Kesembilan, mondar-mandir di dalam masjid. Sebab ditakutkan darahnya akan menetes di masjid. Nabi berkata "Aku melarang perempuan haidl dan orang junub mendatangi masjid", diriwayatkan oleh Abu Dawud dari ‘Aisah Ra.

Kesepuluh, melakukan ativitas seksual di seputar anggota badan di antara pusar dan lutut. Atau dengan kata lain bersenggama dengan suaminya, baik ada syahwat atau tidak, baik ada hail (baju) yang membungkus tubuhnya atau tidak ada sehelai benangpun yang menutupi tubuhnya tetap dilarang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar