Rabu, 28 Agustus 2019

Sholat jamak



Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,


Ada dua jenis jama', yang pertama disebut jama' taqdim dan yang kedua disebut jama' ta'khir. Jama' taqdim adalah melakukan dua shalat pada waktu shalat yang pertama. Jama' taqdim ini hanya ada dua saja. yaitu shalat Zhuhur dan shalat Ashar dilakukan pada waktu Zhuhur. Lalu shalat Maghrib dan shalat Isya' dilakukan pada waktu Maghrib. Di luar keduanya, tidak ada jama' lainnya.


A. Hal-hal yang Membolehkan Jama'


Dalam keadaan safar yang panjang sejauh orang berjalan kaki atau naik kuda selama dua hari. Para ulama kemudian mengkonversikan jarak ini menjadi 89 km atau tepatnya 88,704 km.


Hujan yang turun membolehkan dijama'nya Mahgrib dan Isya' di waktu Isya, namun tidak untuk jama' antara Zhuhur dan Ashar. Dengan dalil: "Sesungguhnya merupakan sunnah bila hari hujan untuk menjama' antara shalat Maghrib dengan Isya' (HR. Atsram)


Keadaan sakit menurut Imam Ahmad bisa membolehkan seseorang menjama' shalat. Dalilnya adalah hadits nabawi: Bahwa Rasulullah SAW menjama' shalat bukan karena takut juga bukan karena hujan.


B. Syarat Jama' Taqdim


Untuk dibolehkan dan sah-nya jama' taqdim, paling tidak harus dipenuhi 4 syarat. Bila salah satu syarat ini tidak terpenuhi, tidak sah bila dilakukan jama' taqdim.


1. Niat Sejak Shalat yang Pertama


Misalnya kita menjama' shalat Zhuhur dengan shalat Ashjar di waktu Zhuhur, maka sejak berniat shalat Zhuhur kita juga harus sudah berniat untuk menjama' dengan Ashar. Niat untuk menjama' ini masih dibolehkan selama shalat Zhuhur belum selesai. Jadi batas kebolehan berniatnya hingga sebelum mengucapkan salam dari shalat Zhuhur. Bila selesai salam kita baru berniat untuk menjama', jama taqdim tidak boleh dilakukan. Sehingga shalat Ashar hanya boleh dilakukan nanti bila waktu Ashar telah tiba.


2. Tertib


Misalnya kita menjama' shalat Maghrib dengan shalat Isya' dengan taqdim, yaitu di waktu Maghrib, maka keduanya harus dilakukan sesuai dengan urutan waktunya. Harus shalat Maghrib dulu yang dikerjakan baru kemudian shalat Isya'. Bila shalat Isya' yang dikerjakan terlebih dahulu, maka tidak sah hukumnya.


Namun bila bukan jama' taqdim, dimungkinkan untuk melakukannnya dengan terbalik, yaitu shalat Isya' dulu baru shalat Maghirib. Meski pun tetap lebih utama bila dilakukan dengan tertb urutan waktunya.


3. Al-Muwalat (Bersambung)


Maksudnya antara shalat yang awal dengan shalat kedua tidak boleh terpaut waktu yang lama. Boleh diselingi sekadar lama waktu orang melakukan shalat dua rakaat yang ringan. Juga boleh diselingi dengan mengambil wudhu'. Tapi tidak boleh bila diselingi pekerjaan lain dalam waktu yang terlalu lama.


Disunnahkan di antara jeda waktu itu untuk mengulangi azan dan iqamah, tapi bukan shalat sunnah. Sebab pada hakikatnya kedua shalat ini disatukan. Ketiga syarat ini berlaku mutlak untuk jama' taqdim namun untuk jama' ta'khir bukan menjadi syarat, hanya menjadi sunnah saja.


4. Masih Berlangsungnya Safar Hingga Takbiratul Ihram Shalat yang Kedua


Misalnya kita menjama' taqdim shalat Maghrib dengan Isya' di waktu Maghrib, maka pada saat Isya' kita harus masih dalam keadaan safar atau perjalanan. Paling tidak pada saat takbiratul ihram shalat Isya'.


Hal itu terbayang kalau kita melakukannya di kapal laut misalnya. Kapal itu harus masih dalam pelayaran pada saat kita takbiratul ihram shalat Isya. Tidak mengapa bila selama shalat Isya itu, kapal sudah merapat ke pelabuhan negeri kita.


B. Syarat Jama' Ta'khir


Sedangkan syarat dibolehkannya jama' ta'khir hanya ada dua saja. Yaitu adalah:


1. Berniat untuk Menjama' Ta'khir Sebelum Habisnya Waktu Shalat yang Pertama


Misalnya kita berniat untuk menjama' shalat Maghrib dengan Isya di waktu Isya', maka sebelum habis waktu Maghrib, kita wajib untuk berniat untuk menjama' takhir shalat Maghrib di waktu Isya'. Niat itu harus dilakuakan sebelum habisnya waktu shalat Maghrib.


2. Safar Harus Masih Berlangsung Hingga Selesainya Shalat yang Kedua.


Kita masih harus dalam perjalanan hingga selesai shalat Maghrib dan Isya'. Tidak boleh jama' ta'khir itu dilakukan di rumah setelah safar sudah selesai. Sebab syarat menjama' shalat adalah safar, maka bila safar telah selesai, tidak boleh lagi melakukan jama'. Oleh karena itu, bila kita mau menjama' ta'khir, jangan lakukan di rumah, melainkan sebelum sampai ke rumah atau selama masih dalam kondisi perjalanan.


Bolehkah Shalat Isya' Dulu Baru Maghrib?


Bila jama' taqdim, tidak boleh mendahulukan shalat Isya', tapi boleh bila jama' ta'khir. Namun tetap lebih utama bila dilakukan sesuai urutan shalatnya. Kecuali ada uzdur tertentu yang tidak memungkinkan mendahulukan shalat Maghirb. Misalnya, di waktu Isya di suatu masjid di mana orang-orang sedang shalat Isya', tidak mungkin para musafir yang singgah mengerjakan shalat Maghrib dengan berjamaah.


Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,


Selasa, 27 Agustus 2019

Mengenai FI'IL

FI'IL

FI'IL ( الفعل ) adalah kata kerja
FI'IL di bagi menjadi tiga

(1) فعل الأمر ( kata kerja perintah )

اكتب
Tulislah

(2) الفعل المضارع (kata kerja untuk waktu sekarang/akan datang )

يكتب
Sedang/akan menulis

(3) الفعل الماضي (kata kerja untuk waktu lampau )

كتب
Telah menulis

Minggu, 18 Agustus 2019

JAMAK TAKSIR

Jamak Taksir

Setelah mengetahuai dan memahami bagaimana pngertian isim mufrod dan bagimana penerapan cohtohnya dalam sebuah kalimat, seperti yang sudah saya tulis pada postingan sebelumnya, pada tulisan ini saya akan mencoba menjelaskan bagaimana pengertian isim jamak taksir dan bagaimana penerapan contohnya dalam sebuah kalimat bahasa arab sehingga mudah untuk difahami.

Pengertian Isim Jamak Taksir


Secara bahasa arti kata “jamak” adalah banyak sedangkan kata “taksir” artinya pecah, jadi pengertian jamak taksir secara bahasa adalah kata yang dipecah sehingga menjadi banyak, artinya sebuah kata dalam bahasa arab dipecah bentuk katanya sehingga memiliki makna “banyak” hal ini sejalan dengan pengertian jamak taksir menurut istilah.

Sedangkan pengertian jamak taksir menurut istilah ilmu nahwu adalah :

مَا تَغَيّرَ عَنْ بِنَاءِ مُفْرَدِهِ

Lafadz yang berubah dari bentuk mufradnya.

Isim jamak taksir awalnya ialah bentuk mufrod lalu kemudian lafadnya berubah sehingga ia disebut dengan isim jamak taksir
Contohnya :
kata كُتُبٌ yang artinya “kitab-kitab” dan kataرُسُلٌ yang artinya “para rasul”

Kata كُتُبٌ berasal dari kata كِتَابٌ dan kata رُسُلٌ bersal dari kata رَسُولٌ.

Lalu bagaimana peraturan perubahan yang terjadi pada isim jamak taksir ini, . Ada enam peraturan perubahan yang terjadi pada isim jamak taksir, yaitu :

1. Perubahan pada harakatnya (شَكَل) contohnya : اَسَدٌ menjadi اُسُدٌ artinya beberapa singa.

2. Perubahan dengan ditambahi hurufnya (زِيَادَة) contohnya : صِنْوٌ menjadi صِنْوَانٌ artinya kembar.

3. Perubahan dengan dikurangi (نقصان) contoh : نِعْمَةٌ menjadi نِعَمٌ artinya nikmat.

4. Perubahan pada harakat dan ditambahi (شكل + زيادة) contoh : رَجُلٌ menjadi رِجَالٌ artinya beberapa anak laki-laki.

5. Perubahan pada harakat dan dikurangi (شكل + نقصان) contoh : رَسُولٌ menjadi رُسُلٌ artinya para rasul.

6. Perubahan pada harakat, ditambahi dan dikurangi (شكل + زيادة + نقصان) contoh : غُلَامٌ menjadi غِلْمَانٌ artinya beberapa pemuda.


 20 Contoh Jamak Taksir Lengkap

Disamping perubahan di atas sebenarnya ada peraturan perubahan lainnya pada isim jamak taksir ini, yaitu perubahan pada bentuk wazannya, namun untuk penjelasannya tidak akan ditulis disini, insyaallah akan ditulis pada postingan selanjutnya.

Selasa, 30 Juli 2019

KHITAN


DEFINISI KHITAN

Khitan secara etimologis (lughawi) merupakan bentuk masdar (verbal noun) dari fi'il madi khatana (خَتَن) yang berarti memotong. Dalam terminologi syariah Islam, bhitan bagi laki-laki adalah memotong seluruh kulit yang menutup hasyafah (kepala zakar) kemaluan laki-laki sehingga semua hasyafah terbuka. Sedang bagi wanita khitan adalah memotong bagian bawah kulit yang disebut nawat yang berada di bagian atas faraj (kemaluan perempuan). Khitan bagi laki-laki disebut i'dzar sedang bagi perempuan disebut khifd. Jadi, khifd bagi perempuan sama dengan khitan bagi laki-laki.

DALIL QURAN DAN SUNNAH (HADITS) TENTANG KHITAN

QS An-Nahl :123

ثم أوحينا إليك أن اتبع ملة إبراهيم حنيفاً وما كان من المشركين). [النحل:123]

Artinya: Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): “Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif” dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan”

- QS Al Hajj 78

حَرَجٍ مِلَّةَ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِنْ قَبْلُ وَفِي هَذَا لِيَكُونَ الرَّسُولُ شَهِيدًا عَلَيْكُمْ وَتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ

Artinya: Ikutilah agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan begitu pula dalam (Al quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia.

- Hadits riwayat Bukhary & Muslim

الْفِطْرَةُ خَمْسٌ – أَوْ خَمْسٌ مِنَ الْفِطْرَةِ – الْخِتَانُ وَالاِسْتِحْدَادُ وَنَتْفُ الإِبْطِ وَتَقْلِيْمُ الأََظْفَارِ وَقَصُّ الشَّارِبِ

Artinya: Fithrah itu ada lima: Khitan, mencukur rambut kemaluan, mencabut bulu ketiak, memotong kuku, dan memotong kumis . 

- Hadits riwayat Bukhary & Muslim. Lihat juga As-Syaukani dalam Nailul Autar 1/111

اخْتَتَنَ إِبْرَاهِيمُ عَلَيْهِ السَّلَام وَهُوَ ابْنُ ثَمَانِينَ سَنَةً بِالْقَدُومِ

Artinya: Ibrahim ‘alaihissalam telah berkhitan dengan qadum (nama sebuah alat pemotong) sedangkan beliau berumur 80 tahun 

- Hadits riwayat Abu Dawud

أَلْقِ عَنْكَ شَعْرَ الْكُفْرِ وَاخْتَتِنْ

Artinya: Hilangkan darimu rambut kekafiran ( yang menjadi alamat orang kafir ) dan berkhitanlah 

- Hadits riwayat Baihaqi

الْخِتَانُ سُنَّةٌ لِلرِّجَالِ ، مَكْرُمَةٌ لِلنِّسَاءِ

Artinya: Khitan itu sunnah bagi laki-laki dan kemuliaan bagi wanita.

- Hadits riwayat Ar-Rafi'i dalam At-Takwin, As-Syaukani dalam Al-Fawaid Al-Majmuah, Al-Bahiri dalam As-Sabi'

اختنوا أولادكم يوم السابع فإنه أطهر وأسرع لنبات اللحم.

Artinya: Khitanlah anak laki-lakimu pada hari ketujuh karena sesungguhnya itu lebih suci dan lebih cepat tumbuh daging (cepat besar badannya)

- Hadits riwayat As-Syaukani dalam At-Talkhis Al-Jabir

من أسلم فليختتن

Artinya: Barangsiapa yang masuk Islam maka hendaknya dia berkhitan

- Hadits riwayat Ahmad, dan Baihaqi

الختان سنة في الرجال، مكرمة في النساء

Artinya: Khitan itu sunnah bagi laki-laki dan kemuliaan bagi wanita. 

- Hadits riwayat Tabrani, Baihaqi, Ibnu Adi, Daulabi, Al-Khatib, tentang khitan perempuan

إذا خفضت أَشِمِّي ولا تَنْهَكِي فإنه أحظى للزوج وأسرى للوجه

Artinya: Apabila Engkau mengkhitan wanita, sisakanlah sedikit dan jangan potong (bagian kulit klitoris) semuanya, karena itu lebih bisa membuat ceria wajah dan lebih disenangi oleh suami

- Hadits riwayat Abu Daud dari Ummu Atiyah

إن امرأة كانت تختن بالمدينة فقال لها النبي صلى الله عليه وسلم: "لا تنهكي فإن ذلك أحظى للمرأة وأحب إلى البعل

Artinya: bahwasanya di Madinah ada seorang wanita yang (pekerjaannya) mengkhitan wanita, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Jangan berlebihan di dalam memotong, karena yang demikian itu lebih nikmat bagi wanita dan lebih disenangi suaminya.

- Hadits riwayat Muslim

إذ جلس بين شهبها الأربع و مسّ الختان الختان فقد وجب الغسل

Artinya: Apabila seseorang laki-laki berada di empat cabang wanita (bersetubuh dengan wanita) dan khitan menyentuh khitan, maka wajib mandi 

- Hadits riwayat Baihaqi

إنه عندما هاجر النساء كان فيهن أم حبيبة، وقد عرفت بختان الجواري فلما زارها رسول الله صلى الله عليه وسلم قال لها يا أم حبيبة هل الذي كان في يدك هو في يدك اليوم؟ فقالت نعم يا رسول الله إلا أن يكون حراماً فتنهانا عنه. فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: "بل هو حلال" وقال صلى الله عليه وسلم: " يا نساء الأنصار اختفضن (اختتن) ولا تنهكن أي لا تبالغن في الخفاض"

HUKUM KHITAN MENURUT PANDANGAN MADZHAB EMPAT 

Berdasarkan sejumlah dalil dariQuran dan hadits di atas, maka ulama dari keempat madzhab yaitu Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hanbali memiliki pandangan yang sama dalam satu hal: bahwa khitan itu dianjurkan dalam agama (masyruk - مشروع) baik bagi laki-laki dan perempuan. Namun, apakah anjuran tersebut bersifat wajib ataukah hanya sunnah, mereka berbeda pendapat dengan rincian sebagai berikut:

PANDANGAN MADZHAB SYAFI'I DAN HANBALI 

Hukum khitan adalah wajib bagi laki-laki dan perempuan menurut madzhab Syafi'i dan Hanbali. Alasan kedua madzhab adalah: 
(a) ada hadits di mana Nabi berkata pada seorang pria yang baru masuk Islam: "Hilangkan darimu rambut kekafiran (yang menjadi alamat orang kafir) dan khitanlah " (HR Abu Daud - teks hadits lihat di atas.) 
(b) Khitan adalah syiar umat Islam, maka ia hukumnya wajib sebagaimana syiar-syiar yang lain. Adapun dalil bahwa khitan tidak wajib bagi wanita menurut madzhab Hanbali adalah hadits: "الختان سنة للرجال، ومكرمة للنساء" 

Pendapat mu'tamad (diunggulkan) dari madzhab Hanbali dan Syafi'i adalah khitan wajib bagi pria dan wanita. 

Sedangkan Ibnu Qudamah (ulama madzhab Hanbali) dalam Al-Mughni mempunya pendapat sendiri yaitu khitan itu sunnah bagi laki-laki dan kemuliaan (makromah) bagi perempuan. Adapun perbedaan antara sunnah dan mukromah adalah kesunnahan mukromah berada sedikit di bawah sunnah. 

PANDANGAN MADZHAB HANAFI DAN MALIKI 

Hukumnya sunnah bagi laki-laki dan dianjurkan bagi perempuan menurut madzhab Hanafi dan Maliki berdasarkan pada hadits: الختان سنة في الرجال، مكرمة في النساء Khitan itu sunnah bagi laki-laki dan kemuliaan bagi wanita. Hadits riwayat Ahmad, Baihaqi.

Dalam kitab Al-Mausuah Al-Fiqhiyah dikatakan bahwa pendapat yang muktamad (diunggulkan) dalam madzhab Hanafi, Maliki dan pendapat minoritas dari madzhab Syafi'i adalah wajib khitan bagi pria dan sunnah bagi wanita. 

CARA KHITAN BAGI LAKI-LAKI

Tindakan memotong kulup (kulit) yang menutupi ujung zakar atau kepala zakar (Arab, hasyafah حشفة). Secara umum, sunat adalah tindakan memotong atau menghilangkan sebagian atau seluruh kulit penutup depan dari zakar. Frenulum dari zakar dapat juga dipotong secara bersamaan dalam prosedur yang dinamakan frenektomi.

KHITAN BAGI PEREMPUAN

Imam Nawawi menyatakan bahwa khitan pada perempuan adalah memotong bagian bawah kulit lebih dan menutupi yang ada di atas v4gina perempuan.

TUJUAN KHITAN (SUNAT) SECARA SYARIAH

1. Tujuan utama syariah kenapa khitan itu disyariatkan adalah karena menghindari adanya najis pada anggota badan saat shalat. Karena, tidak sah shalat seseorang apabila ada najis yang melekat pada badannya. Dengan khitan, maka najis kencing yang melihat disekitar kulfa (kulub) akan jauh lebih mudah dihilangkan bersamaan dengan saat seseorang membasuh kemaluannya setelah buang air kecil. 

2. Mengikuti sunnah Rasulullah.

3. Mengikuti sunnah Nabi Ibrahim.

MANFAAT KHITAN BAGI KESEHATAN

Manfaat khitan dari sudut kesehatan terutama bagi laki-laki cukup banyak. Antara lain:

1. Lebih higines (sehat) karena lebih mudah membersihkan kemaluan (p3nis) dari pada yang tidak sunat. Memang, mencuci dan membasuh kotoran yang ada di bawah kulit depan kemaluan orang yang tidak disunat itu mudah, namun khitan dapat mengurangi resiko infeksi bekas air kencing. Menurut penelitian medis, infeksi bekas urine lebih banyak diderita orang yang tidak disunat. Infeksi yang akut pada usia muda akan berakibat pada masalah ginjal di kemudian hari.

2. Mengurangi resiko infeksi yang berasal dari transmisi seksual. Pria yang dikhitan memiliki resiko lebih rendah dari infeksi akibat hubungan seksual, termasuk HIV/AIDS. Walaupun seks yang aman tetap penting.

3. Mencegah problem terkait dengan p3nis. Terkadang, kulit muka pen1s yang tidak dikhitan akan lengket yang sulit dipisah. Dan ini dapat berakibat radang pada kepala pen1s (hasyafah).

4. Mencegah kanker penis (penile cancer). Kanker penis tergolong jarang terjadi, apalagi pada penis yang disunat. Di samping itu, kanker leher rahim (cervical cancer) lebih jarang terjadi pada wanita yang bersuamikan pria yang dikhitan.

Nb:
Imam Nawawi dalam Al-Majmuk, hlm 1/352, menyatakan:

قَالَ الشَّيْخُ أَبُو مُحَمَّدٍ الْجُوَيْنِيُّ فِي كِتَابِهِ التَّبْصِرَةُ فِي الْوَسْوَسَةِ : لَوْ وُلِدَ مَخْتُونًا بِلَا قلفة فَلَا خِتَانَ لَا إيجَابًا وَلَا اسْتِحْبَابًا ، فَإِنْ كان من القلفة التى تغطي الحشفة شئ مَوْجُودٌ : وَجَبَ قَطْعُهُ ، كَمَا لَوْ خُتِنَ خِتَانًا غَيْرَ كَامِلٍ ، فَإِنَّهُ يَجِبُ تَكْمِيلُهُ ثَانِيًا حَتَّى يُبَيِّنَ جَمِيعَ الْقُلْفَةِ الَّتِي جَرَتْ الْعَادَةُ بِإِزَالَتِهَا فِي الْخِتَانِ .

Artinya: Abu Muhammad Al-Juwaini berkata dalam kitabnya At-Tabshirah fi Al-Waswasah: ‘Jika seorang anak lahir dalam keadaan telah tersunat dan tidak berkulup, maka tidak wajib dan tidak pula mustahab (sunnah) baginya khitan. Namun, jika ada sedikit kulup yang menutup ujung zakar, maka itu wajib dipotong. Sebagaimana jika ia dikhitan tidak sempurna, maka wajib menyempurnakannya kedua kalinya sampai jelaslah seluruh kulup yang biasanya dihilangkan.

SUNAH FITRAH TENTANG KHITAN

Pembaca yang semoga dirahmati Allah l,Rasul kita yang mulia –semoga shalawat dan salam tercurah pada beliau- pernah bersabda sebagaimana tersampaikan lewat sahabatnya yang mulia Abu Hurairah z:
اَلْفِطْرَةُ خَمْسٌ – أَوْ خَمْسٌ مِنَ الْفِطْرَةِ – اَلْخِتَانُ وَ الاِسْنِحْدَادُ وَ نَتْفُ الإِبْطِ وَ تَقْلِيْمُ الأََظْفَارِ وَ قَصُّ الشَّارِبِ
“Perkara fithrah itu ada lima –atau lima hal berikut ini termasuk dari perkara fithrah- yaitu khitan, istihdad (menghilangkan rambut yang tumbuh di sekitar kemaluan), mencabut bulu ketiak, menggunting kuku, dan memotong  kumis. (HR. Bukhari no. 5889 , 5891, 6297 dan Muslim no. 597)
Kelima perkara yang disebutkan dalam hadits ini merupakan beberapa perkara kebersihan yang diajarkan oleh Islam.
Pertama: memotong qulfah (kulit penutup) zakar yang bila dibiarkan (tidak dihilangkan) akan menjadi sebab terkumpulnya najis dan kotoran di daerah tersebut hingga menimbulkan  berbagai penyakit dan luka.
Kedua: mencukur rambut yang tumbuh di sekitar kemaluan, baik di daerah qubul ataupun dubur, karena bila dibiarkan rambut tersebut akan bercampur dengan kotoran dan najis (seperti kencing, kotoran, dsb), serta bisa menyebabkan thaharah syar`iyyah (seperti wudhu) tidak bisa sempurna.
Ketiga: menggunting kumis, bila dibiarkan terus tumbuh akan menperjelek wajah. Memanjangkannya juga berarti tasyabbuh (menyerupai) dengan Majusi (para penyembah api).
Keempat: menggunting kuku, bila dibiarkan akan terkumpul kotoran di bawahnya hingga bercampur pada makanan, akibatnya timbullah penyakit. Dan juga bisa menghalangi kesempurnaan thaharah (wudhu) karena kuku yang panjang akan menutup sebagian ujung jari.
Kelima: mencabut bulu ketiak yang bila dibiarkan akan menimbulkan bau yang tak sedap.
Kesimpulannya, menghilangkan perkara-perkara yang disebutkan ini merupakan mahasin (kebagusan/keindahan) Islam, yang Islam datang dengan kebersihan dan kesucian, dengan pengajaran dan pendidikan, agar seorang muslim berada di atas keadaan yang terbaik/terbagus dan bentuk yang paling indah. (Taisirul `Allam, 1/78)


Makna Fithrah
Mayoritas ulama berpendapat bahwa yang dimaukan dengan fithrah di sini adalah sunnah, demikian dikatakan Al-Imam Al-Khaththabi t dan selainnya. Maknanya, kata mereka, perkara-perkara yang disebutkan dalam hadits di atas termasuk sunnah-sunnah para nabi. Adapula yang berpendapat makna fithrah adalah agama, demikian pendapat yang dipastikan oleh Abu Nu`aim t dalam Al-Mustakhraj.
Berkata Abu Syamah t: «Asal makna fithrah adalah penciptaan pada awal permulaannya. Dari makna ini, Allah l dinyatakan dalam ayat Al-Qur>an sebagai:
فاطر السماوات و الأرض,
Maksudnya adalah Dzat yang mengawali penciptaan langit dan bumi (tanpa ada contoh sebelumnya, pent.). Demikian pula dalam sabda Rasulullah n:
كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ)
Artinya: Setiap anak yang lahir, ia dilahirkan di atas fithrah. Maknanya: si anak  dilahirkan di atas perkara yang Allah l mengawali penciptaan si anak dengannya. Dalam hadits ini ada isyarat kepada firman Allah l:
فطرة الله التى فطر الناس عليها
“Fithrah Allah yang Dia menciptakan manusia di atas fithrah tersebut.” (Ar-Rum: 30)
Maknanya: setiap orang seandainya dibiarkan semenjak lahir hingga bisa memandang dengan pikirannya (tanpa dikotori dan dinodai oleh pengaruh-pengaruh dari luar) niscaya akan mengantarkannya ke agama yang benar yaitu tauhid. Yang memperkuat makna ini adalah firman Allah sebelumnya:
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّيْنِ اللهِ حَنِيْفًا , فطرة الله التى فطر الناس عليها
“Tegakkanlah wajahmu kepada agama Allah yang hanif (lurus, condong kepada tauhid dan meninggalkan kesyirikan). (Demikianlah) fthrah Allah yang Dia menciptakan manusia di atas fithrah tersebut.”
Makna di atas juga diisyaratkan oleh kelanjutan hadits, yaitu:
كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ  فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَ يُنَصِّرَانِهِ
“Maka kedua orang tuanya yang menjadikan anak tersebut Yahudi atau Nasrani (memalingkan si anak dari fithrahnya, pent.)”
Dengan demikian yang dimaksudkan dengan fithrah dalam hadits yang menjadi pembahasan kita adalah perkara-perkara yang disebutkan dalam hadits ini yang bila dikerjakan maka pelakunya disifati dengan fithrah yang Allah memfithrahkan para hamba di atasnya, menekankan mereka untuk menunaikannya, dan menyukai untuk mereka agar mereka berada di atas sifat yang paling sempurna dan bentuk/penampilan yang paling tinggi/mulia.”
Al-Qadhi Al-Baidhawi t berkata: “Fithrah ini merupakan sunnah yang terdahulu yang dipilih oleh para nabi dan disepakati oleh syariat. Seakan-akan fithrah ini merupakan perkara yang sudah seharusnya menjadi tabiat/perangai di mana mereka diciptakan di atas tabiat/perangai tersebut.” (Lihat Fathul Bari 10/417, Al-Minhaj 3/139, Tharhut Tatsrib fi Syarhit Taqrib 1/234-235, Nailul Authar 1/161)
Perkara fithrah ini bila dilakukan akan membaguskan penampilan seseorang dan membersihkannya, sebaliknya bila ditinggalkan dan tidak dihilangkan apa yang semestinya dihilangkan akan menjelekkan rupa dan memburukkan penampilan seseorang. Dia akan dianggap kotor dan tercela. (Tharhut Tatsrib fi Syarhit Taqrib 1/235)


Apakah  Fithrah Sebatas Lima Perkara Ini?
Perkara fithrah tidak sebatas lima perkara ini, hal ini diketahui dengan lafadz: مِن dari kalimat خَمْسٌ مِنَ الْفِطْرَةِ yang menunjukkan tab`idh artinya sebagian, (Ihkamul Ahkam fi Syarhi `Umdatil Ahkam, kitab Ath-Thaharah, bab fil Madzi wa Ghairihi).
Terlebih lagi telah datang dalam hadits-hadits lain, adanya tambahan selain lima perkara tersebut, seperti dalam hadits `Aisyah x yang dikeluarkan oleh Imam Muslim t disebutkan ada 10 hal yang termasuk perkara fithrah yaitu istihdad, mencabut bulu ketiak, menggunting kuku, memotong  kumis, memanjangkan jenggot, siwak, berkumur-kumur, memasukkan air ke hidung (istinsyaq), mencuci ruas-ruas jari dan istinja (cebok). Dengan demikian penyebutan bilangan 5 atau 10 tidak berarti meniadakan tambahan, demikian ucapan mayoritas ulama ushul. (Tharhut Tatsrib fi Syarhit Taqrib 1/236)


Hukum Lima Perkara Fithrah Ini
Ulama berbeda pendapat tentang hukum kelima perkara fithrah yang disebutkan dalam hadits ini, ada yang mengatakan sunnah, adapula yang berpendapat wajib. Namun yang kuat dari pendapat yang ada, wallahu a`lam, lima perkara tersebut ada yang hukumnya wajib dan adapula yang sunnah. Al-Imam An-Nawawi t berkata ketika menerangkan hadits Aisyah tentang 10 hal yang termasuk perkara fithrah: “Mayoritas perkara yang disebutkan dalam hadits tentang fithrah tidaklah wajib menurut ulama, sebagiannya diperselisihkan kewajibannya seperti khitan, berkumur-kumur, dan istinsyaq. Dan memang tidak ada penghalang atau tidak ada yang mencegah untuk menggandengkan perkara wajib dengan selain yang wajib sebagaimana penggandengan  ini tampak pada firman Allah l:
كلوا من ثمره إذا أثمر و آتوا حقه يوم حصاده
“Makanlah buah-buahan hasil panen kalian apabila telah berbuah dan tunaikanlah haknya (zakatnya) pada hari dipetik hasilnya.” (Al-An`am: 141)
Mengeluarkan zakat tanaman (apabila mencapai nishabnya) hukumnya wajib sementara memakan hasil tanaman itu tidaklah wajib, wallahu a`lam.” (Al-Minhaj, 3/139)
Kita akan sebutkan hukum masing-masing dari lima perkara tersebut dalam perincian pembahasannya berikut ini:


1. KHITAN
Imam Malik, Abu Hanifah, dan sebagian pengikut Imam Syafi`i berpendapat khitan itu sunnah, tidak wajib. Adapun Imam Syafi`i, Ahmad dan sebagian Malikiyyah berpendapat hukumnya wajib. Pendapat yang kedua inilah yang rajih/kuat di sisi penulis disebabkan ketika ada seseorang yang baru masuk Islam, Rasulullah n memerintahkan kepadanya:
أَلْقِ عَنْكَ شَعْرَ الْكُفْرِ وَ اخْتَتِنْ
“Buanglah darimu rambut kekufuran dan berkhitanlah.” (HR. Abu Daud no. 356, dihasankan Syaikh Albani t  dalam Ash-Shahihah no. 2977 dan Irwaul Ghalil no. 79)
Penulis ‘Aunul Ma’bud (syarah Sunan Abu Daud) menyatakan perintah Rasulullah n dalam hadits di atas menunjukkan wajibnya khitan bagi orang yang masuk Islam dan hal itu merupakan tanda keislamannya.
Syaikh Albani t berkata: “Yang rajih/kuat di sisi kami, hukum khitan adalah wajib, demikian madzhab jumhur ulama seperti Malik, Syafi`i, dan Ahmad. Pendapat ini yang dipilih oleh Ibnul Qayyim. Beliau  membawakan 15 sisi pendalilan yang menunjukkan wajibnya khitan. Walaupun satu persatu dari sisi-sisi tersebut tidak dapat mengangkat perkara khitan kepada hukum wajib namun tidak diragukan bahwa pengumpulan sisi-sisi tersebut dapat mengangkatnya. Dikarenakan tidak cukup tempat untuk membawakan semua sisi, maka aku cukupkan dua sisi di antaranya:
Pertama: Firman Allah l:
ثُمَّ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيْمَ حَنِيْفاً
“Kemudian Kami wahyukan kepadamu, (Ikutilah millah Ibrahim yang hanif).”
Sementara khitan termasuk millahnya Nabi Ibrahim u sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah z yang disebutkan dalam kitab Ibnul Qayyim t tersebut. Sisi ini merupakan argumen yang paling bagus, sebagaimana dikatakan Al-Baihaqi t yang  dinukilkan oleh Al-Hafizh t (10/281).
Kedua: Khitan merupakan syiar Islam yang paling jelas dan paling nampak yang dengannya dibedakan antara seorang muslim dengan seorang Nasrani, sampai-sampai hampir tidak dijumpai ada di kalangan kaum muslimin yang tidak berkhitan. (Tamamul Minnah, hal. 69)


Khitan bagi Wanita
Seperti halnya lelaki, wanita pun disyariatkan berkhitan (Al-Mughni, kitab Ath-Thaharah, fasl Hukmul Khitan) sebagaimana ditunjukkan dalam hadits-hadits berikut ini:
1. Ummu `Athiyyah Al-Anshariyyah x mengabarkan bahwa di Madinah ada seorang wanita yang biasa mengkhitan, Nabi n berpesan kepadanya:
أشمي و لاَ تَنْهَكِي , فَإِنَّ ذلِكَ أَحْظَى لِلْمَرْأَةِ وَ أَحَبَّ إِلَى الْبَعْلِ
“Potonglah tapi jangan dihabiskan (jangan berlebih-lebihan dalam memotong bagian yang dikhitan) karena yang demikian itu lebih terhormat bagi si wanita dan lebih disukai/dicintai oleh suaminya.” (HR. Abu Daud no. 5271, dishahihkan dalam Shahih Abi Daud dan Ash-Shahihah no. 721)
2. Nabi n bersabda:
إِذَا الْتَقَى الْخِتَانَانِ فَقَدْ وَجَبَ الْغُسْلُ
“Apabila bertemu dua khitan, sungguh telah wajib mandi.” (HR. Ahmad 6/239, dishahihkan Syaikh Albani رحمه الله تعالى dalam Ash Shahihah no. 1261)
3. Beliau n juga bersabda:
إِذَا جَلَسَ بَيْنَ شُعَبِهَا الأرْبَع , وَ مَسَّ الْخِتَانُ الْخِتَانَ  فَقَدْ وَجَبَ الْغُسْلُ
“Apabila seorang laki-laki duduk di antara empat cabang seorang wanita dan khitan yang satu menyentuh khitan yang lain maka sungguh telah wajib mandi.” (HR.  Muslim no. 349)
Asy-Syaikh Albani t berkata, “Ketahuilah, khitan wanita adalah perkara yang dikenal di kalangan salaf, berbeda halnya dengan apa yang disangka oleh orang yang tidak berilmu. Beberapa atsar berikut ini menunjukkan hal tersebut”. Kemudian beliau t menyebutkan tiga atsar:
1. Al-Hasan berkata: `Utsman bin Abil ‘Ash z diundang untuk menghadiri jamuan makan. Lalu ditanyakan, “Tahukah engkau undangan makan untuk acara apakah ini? Ini acara khitan anak perempuan!”. `Utsman berkata:
هذَا شَيْءٌ مَا كُنَّا نَرَاهُ عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم . فَأَبَى أَنْ يَأْكُلَ
“Ini perkara yang tidak pernah kami lihat di masa Rasulullah n.” `Utsman pun menolak untuk menyantap hidangan.
2. Dikeluarkan oleh Al-Bukhari  dalam Al-Adabul Mufrad no.1245 (dan didhaifkan oleh beliau dalam Dhaif Adabul Mufrad), Ummul Muhajir berkata, “Aku dan para wanita dari kalangan Romawi menjadi tawanan perang. Maka `Utsman menawarkan agar kami mau masuk Islam, namun tidak ada di antara kami yang berislam kecuali aku dan seorang wanita lainnya. `Utsman pun memerintahkan, “Khitanilah kedua wanita ini dan sucikanlah keduanya”. Setelah itu jadilah aku berkhidmat kepada `Utsman”.
3. Dikeluarkan  oleh Al-Bukhari  dalam Al-Adabul Mufrad no.1247 (dan dihasankan oleh beliau dalam Shahih Adabul Mufrad), Ummu ‘Alqamah mengabarkan:
أَنَّ بَنَاتَ أَخِي عَائِشَةَ خُتِنَّ فَقِيْلَ لِعَائِشَةَ : أَلاَ نَدْعُو لَهُنَّ مَنْ يُلْهِيْهُنَّ ؟ قَالَتْ : بَلَى , فَأَرْسَلْتُ إِلَى عُدَي فَأَتَاهُنَّ فَمَرَّتْ عَائِشَةُ فِي الْبَيْتِ فَرَأَتْهُ يَتَغَنَّى وَيُحَرِّكُ رَأْسَهُ طَرْبًا – وَكَانَ ذَا شَعْرٍ كَثِيْرٍ – فَقَالَتْ : أُفٍّ , شَيْطَان ! أَخْرِجُوهُ , أَخْرِجُوهُ.
“Anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ‘Aisyah dikhitan, maka ditanyakan kepada ‘Aisyah, «Bolehkah kami memanggil seseorang yang dapat menghibur mereka?”‘Aisyah mengatakan, “Ya, boleh.” Maka aku mengutus seseorang untuk memanggil ‘Uday, lalu dia pun mendatangi anak-anak perempuan itu. Kemudian lewatlah ‘Aisyah di rumah itu dan melihatnya sedang bernyanyi sambil menggerak-gerakkan kepalanya, sementara dia mempunyai rambut yang lebat. ‘Aisyah pun berkata, “Cih, syaithan! Keluarkan dia, keluarkan dia!”(Lihat Ash-Shahihah 2/348-349)
Yang perlu jadi perhatian, ada perbedaan hukum khitan lelaki dengan hukum khitan bagi wanita, walaupun ada pendapat di kalangan ulama yang menyamakan (sama-sama wajib). Tampak perbedaan hukum tersebut dalam hadits Syaddad bin Aus z berikut ini:
اَلْخِتَانُ سُنَّةٌ لِلرِّجَالِ مُكَرَّمَةٌ لِلنِّسَاءِ
“Khitan itu sunnah bagi lelaki dan pemuliaan bagi wanita.”
Namun kata Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani t hadits ini tidak tsabit, karena datang dari riwayat Hajjaj bin Arthah, sementara ia tidak bisa dijadikan sebagai hujjah, dikeluarkan hadits ini oleh Imam Ahmad dan Al-Baihaqi. Namun ada syahid (pendukung) dari hadits yang dikeluarkan oleh Ath-Thabrani dalam Musnad Asy-Syamiyyin, dari jalan Sa`id bin Bisyr dari Qatadah dari Jabir bin Zaid dari Ibnu Abbas c, namun Sa`id ini diperselisihkan. Abusy Syaikh dan Al-Baihaqi  mengeluarkannya dari sisi lain dari Ibnu `Abbas c. Al-Baihaqi juga mengeluarkannya dari hadits Abu Ayyub z. (Fathul Bari, 10/419)
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin t menyatakan telah  terjadi perselisihan pendapat dalam hukum khitan, dan pendapat yang paling dekat dengan kebenaran menyatakan bahwa khitan itu wajib bagi laki-laki dan sunnah bagi wanita. Perbedaan hukum khitan antara laki-laki dan perempuan itu dikarenakan khitan pada laki-laki mengandung maslahat yang berkaitan dengan syarat shalat dan termasuk perkara thaharah (bersuci). Apabila kulup (kulit yang menutupi ujung zakar) tidak dihilangkan, maka air kencing yang keluar tertahan dan terkumpul di kulup tersebut hingga berakibat peradangan pada bagian tersebut, ataupun keluar tanpa sengaja bila zakar itu bergerak, sehingga menajisi. Adapun pada wanita, tujuan khitan adalah meredakan syahwatnya, bukan untuk menghilangkan kotoran. (Majmu` Fatawa wa Rasail Fadhilatusy Syaikh Muhammad ibnu Shalih Al-`Utsaimin 11/117, Asy-Syarhul Mumti` 1/110)
Dengan demikian khitan hanya wajib bagi laki-laki, tidak wajib bagi wanita. Pendapat ini juga yang dipilih oleh Al-Imam Muwaffaquddin Ibnu Qudamah Al-Maqdisi (Asy-Syarhul Mumti`, 1/109)


Hukum Orang yang Tidak Mau Dikhitan
Berkata Al-Haitsami: “Yang benar jika diwajibkan bagi kita khitan, lalu ditinggalkan tanpa udzur maka pelakunya fasik. Namun pahamilah bahwasanya pembicaraan di sini hanya ditujukan pada anak laki-laki tanpa menyertakan anak perempuan. Laki-laki difasikkan bila meninggalkan khitan tanpa udzur dan lazim dari sebutan fasik tersebut bahwa perbuatan itu termasuk dosa besar.” (Az-Zawajir  2/162)


Bagian yang Dikhitan
Khitan pada anak laki-laki dilakukan dengan cara memotong kulup (qulfah) atau kulit yang menutupi ujung zakar. Minimal menghilangkan apa yang menutupi ujung zakar dan disenangi  untuk mengambil seluruh kulit di ujung zakar tersebut. Sedangkan pada wanita, dilakukan dengan memotong kulit di bagian paling atas kemaluan di atas vagina yang berbentuk seperti  biji atau jengger ayam jantan. Yang harus dilakukan pada khitan wanita adalah memotong ujung kulit dan bukan memotong habis bagian tersebut. (Al-Majmu Syarhul Muhadzdzab 1/349, Fathul Bari 10/420, Nailul Authar 1/162, 165)
Ibnu Taimiyyah t ketika ditanya mengenai khitan wanita, beliau memberikan jawaban bahwa wanita dikhitan dengan memotong kulit yang paling atas yang berbentuk seperti jengger ayam jantan. (Majmu’ Fatawa, 21/114)


Faidah
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin t mengatakan, pelaksanaan khitan itu seharusnya dilakukan oleh seorang dokter yang ahli (atau tenaga kesehatan lainnya, pent.) yang mengetahui bagaimana cara mengkhitan. Bila seseorang tidak mendapatkannya maka ia bisa mengkhitan dirinya sendiri jika memang mampu melakukannya dengan baik. Nabi Ibrahim u ةengkhitan dirinya sendiri. Orang yang mengkhitan boleh melihat aurat yang dikhitan walaupun usia yang dikhitan telah mencapai sepuluh tahun, kebolehan ini dikarenakan adanya kebutuhan. (Asy-Syarhul Mumti`, 1/110)


Waktu Khitan
Ada perbedaan pendapat tentang kapan waktu disyariatkannya khitan. Jumhur ulama berpendapat tidak ada waktu khusus untuk melaksanakan khitan. (Nailul Authar, 1/165)
Al-Imam Al-Mawardi t menjelaskan, untuk melaksanakan khitan ada dua waktu, waktu yang wajib dan waktu yang mustahab (sunnah). Waktu yang wajib adalah ketika seorang anak mencapai baligh, sedangkan waktu mustahab sebelum baligh. Boleh pula melakukannya pada hari ketujuh setelah kelahiran. Juga disunnahkan untuk tidak mengakhirkan pelaksanaan khitan dari waktu mustahab kecuali karena ada uzur. (dinukil dari Fathul Bari, 10/421)
Ibnul Mundzir t mengatakan, “Tidak ada larangan yang ditetapkan oleh syariat yang berkenaan dengan waktu pelaksanaan khitan ini, juga tidak ada batasan waktu yang menjadi rujukan dalam pelaksanaan khitan tersebut, begitu pula sunnah yang harus diikuti. Seluruh waktu diperbolehkan. Tidak boleh melarang sesuatu kecuali dengan hujjah dan kami juga tidak mengetahui adanya hujjah bagi orang yang melarang khitan anak kecil pada hari ketujuh.” (dinukil dari Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, 1/352)
Namun Asy-Syaikh Albani t menyebutkan dua hadits yang menunjukkan adanya pembatasan waktu khitan:
Pertama: Dari Jabir c, ia menyatakan Rasulullah n mengaqiqahi cucu beliau Al-Hasan dan Al-Husein, dan mengkhitan keduanya pada hari ketujuh.
Kedua: Dari Ibnu Abbas c, ia berkata, “Ada tujuh perkara yang sunnah dilakukan pada hari ketujuh seorang bayi, yaitu diberi nama, dikhitan…”
Kemudian beliau menyatakan walaupun kedua hadits di atas memiliki kelemahan, akan tetapi kedua hadits ini saling menguatkan karena makhraj kedua hadits ini berbeda dan tidak ada dalam sanadnya rawi yang tertuduh berdusta. Kalangan Syafi`iyyah mengambil hadits ini hingga mereka menganggap sunnah dilakukan khitan pada hari ketujuh dari kelahiran seorang anak, sebagaimana disebutkan dalam Al-Majmu` (1/307) dan selainnya. Batas tertinggi dilakukannya khitan adalah sebelum seorang anak baligh. Ibnul Qayyim t berkata: “Tidak boleh bagi si wali menunda dilakukannya khitan  anak (yang dibawah perwaliannya) sampai si anak melewati masa baligh.” (Tamamul Minnah, hal. 68)
Lebih afdhal/utama bila khitan ini dilakukan ketika anak masih kecil, karena lebih cepat sembuhnya dan agar si anak tumbuh di atas keadaan yang paling sempurna. (Ar-Raudhatul Murbi` Syarhu Zaadil Mustaqni`  1/35, Al-Mulakhash Fiqhiy, karya Syaikh Shalih Fauzan 1/34)
Wallahu ta`ala a`lam bishawwab.


Catatan Kaki:


1 Adapun pada dubur ada perselisihan ulama tentangnya dan insya Allah akan kami jelaskan nantinya.


2 Yaitu hadits:  ((اَلْفِطْرَةُ خَمْسٌ – أَوْ خَمْسٌ مِنَ الْفِطْرَةِ – …))


Lafaz haditsnya sebagaimana berikut:
((عَشْرٌ مِنَ الْفِطْرَةِ : قَصُّ الشَّارِبِ وَ إِعْفَاءُ اللِحْيَةِ وَ السَّوَاكِ وَ اسْتِنْشَاقُ الْمَاءِ وَ قَصُّ الْأَظْفَارِ  وَ غَسْلُ الْبَرَاجِمِ وَ نَتْفُ الْإِبْطِ  وَ حَلْقُ الْعَانَةِ وَ انْتِقَاصُ الْمَاءِ))
قال زَكَرِيّاء : قال مصعب : وَ نَسِيْتُ الْعَاشرة . إِلاَّ أن تكون المضمضة.
“Sepuluh perkara berikut ini termasuk perkara fithrah yaitu memotong kumis, memanjang jenggot, siwak, istinsyaq, memotong kuku, mencuci ruas-ruas jari, mencabut bulu ketiak, mencukur rambut kemaluan dan istinja”.
Zakariyya berkata: Mush`ab berkata, «Aku lupa yang kesepuluh, kecuali kalau dimasukkan madhmadhah (berkumur-kumur)  (HR. Muslim no. 603)


4    Kitab Tuhfatul Maudud. Hadits yang dimaksud adalah berikut ini:
اخْتَتَنَ إِبْرَاهِيُْ عَلَيْهِ  السَّلاَم بَعْدَ ثَمَانِيْنَ سَنَةًِ
«Nabi Ibrahim عليه السلام ‘berkhitan setelah berusia delapan puluh tahun.» (HR. Al-Bukhari no. 3356 dan Muslim no. 6093)


5     Syaikh Ibnu `Utsaimin t menyampaikan bahwa khitan merupakan pembeda antara muslimin dan orang-orang Nasrani sehingga orang-orang yang gugur dari kalangan muslimin di medan peperangan bisa dikenali dengan khitan. Para ulama mengatakan bahwa khitan adalah pembeda antara muslim dan kafir, maka khitan itu wajib dikarenakan adanya kewajiban membedakan diri dengan orang kafir dan haram menyerupai  mereka, berdasarkan sabda Nabi n:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
«Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka.” (Majmu` Fatawa wa Rasail Fadhilatusy Syaikh Muhammad ibnu Shalih Al-`Utsaimin, 11/117)


6 Maknanya: bila dipotong habis bagian yang dikhitan tersebut niscaya si wanita akan lemah syahwatnya (kehilangan daya seksualnya), hingga ia tidak berharga di sisi suaminya. Sebaliknya, bila bagian khitannya dibiarkan begitu saja, tidak sedikit pun diambil, niscaya si wanita sangat kuat syahwatnya. Kalau bagian tersebut diambil sedikit dan sisanya dibiarkan, maka yang demikian ini akan memberikan keseimbangan.   (Tuhfatul Maudud, hal. 164)


7 Yaitu bagian yang dikhitan dari kemaluan lelaki dan kemaluan wanita. Imam Ahmad t mengomentari hadits ini, «Dalam hadits ini ada dalil/bukti bahwa para wanita juga dikhitan.” (Tuhfatul Maudud, hal. 166)


8 Imam Ahmad t berkata setelah menyebutkan hadits ini, “Dalam hadits ini ada keterangan bahwa para wanita biasa berkhitan.” (Al-Mughni, kitab Ath-Thaharah, fasl Hukmul Khitan)


9 Kata Syaikh Albani t tentang atsar ini , «Dikeluarkan  oleh Ath-Thabrani dalam Al-Mu`jamul Kabir (3/7/2) dari jalan Abu Hamzah Al`Aththar. Abu Hamzah ini namanya Ishaq bin Ar-Rabi`, kedudukannya hasanul hadits sebagaimana dinyatakan Abu Hatim. Semua rawi atsar ini ditsiqahkan, apabila Al-Hasan Al-Bashri benar mendengarnya dari `Utsman berarti sanad atsar ini hasan. Muhammad bin Ishaq  meriwayatkannya dari Thalhah bin Ubaidillah dari Kuraiz dari Al-Hasan, tanpa penyebutan “khitan anak perempuan”. Ath-Thabrani juga mengeluarkannya, demikian pula Imam Ahmad (4/217), dan sanadnya jayyid seandainya tidak ada `an`anahnya Ibnu Ishaq padahal dia seorang mudallis. Karena itulah Al-Haitsami memu`alkan atsar ini karenanya (yakni menyatakan atsar ini ada illat/penyakit yang mencacati untuk diterimanya satu pengkabaran, karena Ibnu Ishaq meriwayatkannya dengan `an`anah, pent.)”. (Ash-Shahihah ,2/348)


10     Sunnah di sini, kata Ibnul Qayyim t, adalah thariqah/jalan. Bila dikatakan: “Aku menetapkan sunnah ini baginya”, maknanya: Aku mensyariatkannya. Dengan demikian makna: ((اَلْخِتَانُ سُنَّةٌ لِلرِّجَالِ )) adalah khitan itu disyariatkan bagi para lelaki, bukan maksudnya khitan itu tidak wajib.  Yang perlu menjadi perhatian, kata sunnah berarti jalan yang diikuti apakah hukumnya wajib atau mustahab (tidak wajib) berdasarkan sabda Nabi n: ((مَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي )) , artinya: Siapa yang benci terhadap sunnahku maka ia bukan termasuk golonganku. (Tuhfatul Maudud, hal. 155)


11     Hadits ini didhaifkan pula oleh Syaikh Albani t dalam Dhaiful Jami` no. 2938. Seandainya shahih niscaya hadits ini menjadi dalil yang jelas untuk membedakan laki-laki dengan wanita dalam masalah khitan (Asy-Syarhul Mumti`, 1/111).


12     Ibnul Qayyim t menyebutkan dalam Tuhfatul Maudud (hal. 155) bahwa hadits ini diriwayatkan dari Ibnu Abbas c dengan sanad yang dhaif/lemah, yang mahfuzh adalah hadits ini mauquf (ucapan Ibnu Abbas c bukan ucapan Rasulullah n.


13     Bagian ini diistilahkan dengan clitoris.


14  Berada di atas tempat masuknya zakar ketika jima` (Asy-Syarhul Mumti`, 1/109)


15 Bila sudah dewasa ia belum dikhitan, misalnya karena baru masuk Islam.


16      Karena pada saat baligh seorang anak telah diwajibkan untuk thaharah dan shalat (Taisirul `Allam, 1/79)


17      Adapun riwayat yang pertama, diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dalam Al-Mu`jamush Shaghir (hal. 185) dengan sanad yang rijalnya tsiqah, akan tetapi di dalam sanadnya ada Muhammad bin Abi As-Sariyyi Al-Asqalani, diperbincangkan dari sisi hafalannya. Dan juga ada Al-Walid bin Muslim yang suka melakukan tadhis taswiyyah, sementara riwayat ini ia bawakan dengan `an`anah.  (Tamamul Minnah, hal. 67-68). Sedangkan riwayat yang kedua, diriwayatkan Ath-Thabrani dalam Al-Ausath (1/334/562). Al-Haitsami berkata dalam Al-Majma` (4/59), “Rijalnya tsiqat”. Adapun Al-Hafizh dalam Fathul Bari (9/83) mengatakan, “ Dikeluarkan Ath-Thabrani dalam Al-Ausath dan pada sanadnya ada kelemahan.” (Tamamul Minnah, hal. 68)


TERJEMAH FATHUL QORIB

TERJEMAH FATHUL QORIB


Bismillahirrahmanirrahim

الحمدلله وحده والصلاة والسلام على من لانبى بعده و على اله واصحابه العمدة رب زدنى علما و فحما وادمنى حمد ( امابعد )


Alkhadulillaahi wahdah washolaatu wasalaama 'alaa mallaanabiyya ba'dahu wa'alaa alihi wa ashkhaa bihil'umdati

Rabbi zidnii ' ilman wa fahman wa adimni khamdahu ( ammaba'du ).

Kecariwas : 


Gandeng lan dhohiripun kitab takrib ing naliko zaman semanten wonten salah setunggalipun putro murid ipun pengarang kitab takrib wau sumejo ngelahiraken bingahipun manah atas dhohiripun kitab takrib wau sehinggo mengalembono dateng gurunipun yakni pengarangipun kitab takrib wau mekaten ngendikonipun panjenengane bapak guru syekh Al imam kang dadi menuntun ummat kang linuwih ilmu pengetihane kang tansah paring pepadang ing soal -soal agomo sehinggo panjenengane Samsudin kang artine srengengene agomo yoiku syekh Muhammad bin qosim asya-syafi'i Rohmatulloh 'alaihi waridwanuhu  Aamiin panjenengane syekh Muhammad miwiti ing karangane kitab takrib Iki sepisan serono memuji ing Gusti Allah kelawan pengendikane  Alkhadulillah puji mengalembono ku kunjuk ing ngersodalem Gusti Allah anggone miwiti serono Alkhadulillah mau dasare serono tabaruk  ngalap berkah " tafa'ul lan mbonjeng marang kawitane kitabillah ( Al Qur'an Al Karim ) kang kawitane serono Alkhadulillah lan ugo kerono mengingat kalimat Alkhadulillah iku wus tradisi digunaake kanggo kawitane setengah perkoro kang becik mengkono ugo Alkhadulillah mau kegunaake kanggo mungkasi dungo lan penyuwunan kang keno diarep sinembadane tegese Kito di purih menowo dedungo iku supoyo di kawiti kelawan Alkhadulillah lan di pungkas kelawan Alkhadulillah opo dene Alkhadulillah iku kang temtu kanggo penutupe puji lan kesyukuran poro wong mukmin naliko podo nompak lan ngerasaake piwales ganjaran ono ing suargo pujine syekh Muhammad mau dipindoni minongko syukur nikmat serono pengendikane ( ahmaduhu ) aku muji ing Gusti Allah dene- dene Allah paring taufik pitulungan marang wong kang kakersaake dening Allah songko poro kawulane sehinggo gelem ngerteni ing agomo kanti petuk lan nyocogi marang kang dikersaake dening Gusti Allah kaping pindo aku nyuwon marang Gusti Allah mugo-mugo maringono tambahe rohmatlan salam maring luweh utomo-utomone kabeh mahluk yoiku junjungane kito Gusti kanjeng nabi Muhammad kang dadi tetunggule poro Rasul panjenengane kanjeng nabi kang wes ngendiko sopo wong kang dikakersaake dening Gusti Allah kedadeake wong kang bagus mongko wong mau ngelakoake gelem ngudi ngerteni marang agomo mengkono ugo pemyuwonku ing Gusti Allah mugo-mugo rohmat lan salame Allah lumeber marang poro Kawuloargo lan shohabate kanjeng nabi kanti tetep langsung ing sakswuwene iseh ono wong kang podo ileng marang Allah lan rasulullah ugo sakswuwene iseh ono wong kang podo lalu marang Allah lan rasulullah panjenengane syekh mualif Muhammad bin qosim ngendiko ing sakswuse kang wes kasebut duwur mau mangertiyo karangan kang tansah dadi angen-angen ono ing penggalihku kang sehinggo kawetu lan ketulis dadi wujud kitab iki iku suwijine kitab kang ringkes banget murni lan bersih songko campuran marupo-marupo  kitab iki tak tulis minongko nyarahi lan buka-buka isi-isine kitab kang sinebut aran takrib kang supoyo migunani marang wong kang podo mbutuhake nyinahu ngerteni marang cabang rantinge syari'at agomo lan bisoho iku kitab migunani marang umume poro wong islam amergo Gusti Allah iku dzat kang tansah midanget marang dungo lan penyuwunane poro kawulane lan Iyo Allah iku ingkang parek lan nyembadani panyuwon-panyuwon sopowahe kang menejo ing Gusti Allah podo ugo milih hasile perkoro kang migunani utowo pamrih tinulake perkoro kang berbahaya mongko wong mau ora bakal kerugen Gusti Allah dawuh marang kanjeng nabi mengkene ya Muhammad menowo Siro ditakoni dening wong nakoake soal-soal adoh cedak ingsun mongko wong mau wenehno keterangan Yen ingsun iku sayeto moho parek  mangertiyo rehne ono ing sawenehe naskah turunane iki kitab disebut ketulis ora ono ing mukadimahe naskah mau ono ing Kono tinemu yen asmane kitab kang asal iku ono loro siji aran takrib lan sijine maneh aran ghoyatil ikhtisor mulo sebab iku kitab syarah iki ugo tak jenengi kelawan jeneng werno loro siji aran fathul qorib mujib minongko syarah keterangane lafat-lafate kitab takrib loro aran qhoul mukhtar demunung syarahe kitab ghoyatil ikhtisor panjenengane syekh Al imam abu thoyib kang ugo sinebut syekh abu suja' abu suja'kang dadi pepadange ahli agomo yoiku syekh Ahmad putro kyai Husain lan wayahe kyai Ahmad ashfihan mugo-mugo Allah nyiramono ing pesarehane syekh Ahmad mau serono siraman rohmat lan keridhoan lan mugo-mugo Allah manggonake ing panjenengane syekh Ahmad ono ing suargo firdaus panjenengane syekh Ahmad ngendiko kitabku matan takrib iki tak kawiti kelawan nyebut asmane Allah kang moho welas asih menyebutku mau kanti tak lahirake serono tulisan. 

Bismillaahirrohmannirrohim 


Kacerito imam nasafi ngendiko, kesebut ono ing tafsire kitab-kitab kang keturunake songko langit marang dunyo iku ono satus papat kitab, maknane kitab-kitab kang semono akehe iku Wes kawengku ono ing Al-Quran lan maknane Al-Quran iku Wes kawengku ono ing Al fatikhah maknane Al fatikhah iku kawengku ono ing Basmalah lan maknane Basmalah iku kawengku ono ing Ba'e Basmallah banjur maknane Ba' melawan hukum makna isyari iku


* Bikana Makana wa Biyakuna Mayakuna *  tegese kelawan ingsun Allah dadi wujud opo barang kang wes wujud lan kelawan ingsun bakal wujud opo barang kang bakal wujud dene lafadz Allah iku disebut ono ing Qur'an nganti ٢٣٦٠ ( rong ewu telungatus sewidak  ) panggonan. terus pengendikane syekh Ahmad tulisanku bismillahi rahmani rahim mau murih sampurnane perkoro kang tak maksud mongko tak ganteni serono ngelahirake memuji ing ngersodalem Gusti Allah kelawan ucapanku kang tak tulis الحمدلله رب العالمين kerono ngelingi keterangane hadits كل امر ذى بال اى حال) يهتم به شرعا لايبدافيه  بسم الله الرحمن الرحيم. وفى رواية  الحمدلله فهواقطع اى ناقص غير تام فيكون قليل البركة ) endi2 perkoro kang mengandung kepentingan mungguh Syara' ing hale ora dikawiti serono bismillah utowo Alhamdulillah mongko perkoro mau jurang sampurno kedadehane setitik berkahe rehne ngelingi pengendikane Allah ورفعنا لك ذكرك  kang maknane sesebutan iro Muhammad ingsun junjung temenan sehinggo sak mongso2 disebut asmo ningsun mongko asmo niro kasebut ugo awit songko iku mulo pemujiku  Alkhadulillahi rabbil'alamin mau tak gandengi kelawan asung sholawat marang kanjeng nabi serono nulis وصلى الله على سيدنا محمد mugo-mugo Allah nambahno anggone paring rahmat lan salam maring junjungan kita nabi Muhammad kang mengkono iku mugo-mugo kito kelebu golongane wong kang dingendikane deneng kanjeng nabi من على فى كتاب لم تزل الملائكة تصلى عليه مادام اسمى فى ذلك الكتاب sopo wonge moco sholawat ingatatase ingsun ono ing tulisan kitab mongko poro malaikat tansah podo nyuwonake  pengapuro marang wong mau kanti ora leren2 selagine asmo ningsun iku iseh ono ing kitab mau opo dene ngelingi dawuhe Gusti Allah ياايهاالذين امنو صلو عليه وسلموا تسليما hai poro wong mukmin lali2 dielingo Kowe kabeh podo mocoho shalawat lan salam ingatatase nabi Muhammad kelawan sing akeh(٤) lan kerono arah takdim dungo sholawat mau tak suwon sumambraho marang poro Kawuloargo lan shohabate kanjeng nabi kelawan tak tulis وعلى اله الظاهرين وصحابته اجمعين  kerono ngelingi keterangan poro shohabat tahu matur marang kanjeng nabi كيف نصلي عليك يارسول الله  kados pundi enggan kulo sami mahos shalawat ing panjenengan ndalem wangsule kanjeng nabi قولوا kowe podo mocoho اللهم صل على محمد وعلى اله dene keterangane utowo kang dimaksud keluagane kanjeng nabi miturut ngendikane imam Syafi'i yoiku poro qorobat2e kanjeng nabi kang podo mukmin kang songko turunane sayidina Hasyim lan turunane sayidina Abdul Muthalib namun miturut qoul kang kepilih dening iman Nawawi kang dimaksud keluagane kanjeng nabi iku setengah wong Islam(٥)  sebanjure panjenengane pengarang kitab iki nerangake setengah songko sebab2be ngangit iki kitab serono pengendikane ing antarane poro sanak telah lan shohabat qorib iku duwe pinyuwon marang aku mugo-mugo poro sanak mau tansah podo dilindungi dening Gusti Allah


Minggu, 28 Juli 2019


( فعل ماضى ) ضرب - ضربا - ضربوا * ضربت - ضربنا - ضربن * ضربت - ضربتما - ضربتم * ضربت - ضربتما - ضربتن * ضربت - ضربنا 

( فعل مضارع ) يضرب - يضربان - يضربون * تضرب - تضربان - يضربن * تضرب - تضربان - تضربون * تضربين - تضربن - اضرب * نضرب

( مصدر توكيد ) ضربا - ضربين - ضربات (مصدر ميمى ) مضربا - مضربين - مضارب ( مصدر مرة ) ضربة - ضربتين - ضربات ( مصدر نوع ) ضربة - ضربتين - ضربات 

( اسم ضمير ) هو - هما - هم * هى - هما - هن * انت - انتما - انتم * انت - انتما - انتن * انا نحن 

( اسم فاعل ) ضارب - ضاربان - ضاربون * ضراب - ضرب - ضربة * ضاربة - ضاربان - ضاربات * ضوارب

( اسم اسارة ) ذاك - ذاكما - ذاكم * ذاك - ذاكما - ذاكن 

( اسم مفعول ) مضروب - مضروبان - مضروبون * مضروبة - مضروبان - مضروبات * مضاربا

( فعل امر ) اضرب - اضربا - اضربو * اضربى - اضربا - اضربن ( بالتقلة ) اضربن - اضربان - اضربن * اضربن - اضربان - اضربنان ( بالخفيفة ) اضربن - اضربن - اضربن

( فعل نحى ) لاتضرب - لاتضربا - لاتضربوا * لاتضرين - لاتضربا - لاتضربن ( بالتقلة ) لاتضربن - لاتضربان - لاتضربن * لاتضربن - لاتضربان - لاتضربنان ( بالخفيفة ) لاتضربن - لاتضربن - لاتضربن

( اسم زمان ) مضرب - مضربان - مضارب

( اسم مكان ) مضرب - مضربان - مضارب

( اسم آلة ) مضرب - مضربان - مضارب

( فعل ماضى ) فتح - فتحا - فتحوا * فتحت - فتحتا - فتحن * فتحت - فتحتما - فتحتم * فتحت - فتحتما - فتحتن * فتحت - فتحنا 

( فعل مضارع ) يفتح - يفتحان - يفتحون * تفتح - تفتحان - يفتحن * تفتح - تفتحان - تفتحون * تفتحين - تفتحان - تفتحن * افتح - نفتح

( مصدر توكيد ) فتحا - فتحين - فتحات (مصدر ميمى ) مفتحا - مفتحين - مفتح ( مصدر مرة ) فتحة - فتحتين - فتحات ( مصدر نوع ) فتحة - فتحتين - فتحات 

( اسم ضمير ) هو - هما - هم * هى - هما - هن * انت - انتما - انتم * انت - انتما - انتن * انا نحن 

( اسم فاعل ) فاتح - فاتحان - فاتحون * فتاح - فتح - فتحة * فاتحة - فاتحتان - فاتحات * فواتح

( اسم اسارة ) ذاك - ذاكما - ذاكم * ذاك - ذاكما - ذاكن 

( اسم مفعول ) مفتح - مفتوحان - مفتوحون * مفتوحة - مفتوحتان - مفتوحات * مفاتح

( فعل امر ) افتح - افتحا - افتحوا * افتحى - افتحا - افتحن ( بالتقلة ) افتحن - افتحان - افتحن * افتحن - افتحان - افتحنان ( بالخفيفة ) افتحن - افتحن - افتحن

( فعل نحى ) لاتفتح - لاتفتحا - لاتفتحوا * لاتفتحي - لاتفتحا - لاتفتحن ( بالتقلة ) لاتفتحن - لاتفتحان - لاتفتحن * لاتفتحن - لاتفتحان - لاتفتحنان ( بالخفيفة ) لاتفتحن - لاتفتحن - لاتفتحن

( اسم زمان ) مفتح - مفتحان - مفاتح 

( اسم مكان ) مفتح - مفتحان - مفاتح

( فعل ماضى ) علم - علما - علموا * علمت - علمتا - علمن * علمت - علمتما - علمتم * علمت - علمتما - علمتن * علمت - علمنا 

( فعل مضارع ) يعلم - يعلمان - يعلمون * تعلم - تعلمان - يعلمن * تعلم - تعلمان - تعلمون * تعلمين - تعلمان - تعلمن * اعلم - نعلم

( مصدر توكيد ) علما - علمين - علمات (مصدر ميمى ) معلما - معلمين - معالم ( مصدر مرة ) علمة - علمتين - علمات ( مصدر نوع ) علمة - علمتين - علمات 

( اسم ضمير ) هو - هما - هم * هى - هما - هن * انت - انتما - انتم * انت - انتما - انتن * انا نحن 

( اسم فاعل ) عالم - عالمان - عالمون * علام - علم - علمة * عالمة - عالمتان - عالمات * عوالم

( اسم اسارة ) ذاك - ذاكما - ذاكم * ذاك - ذاكما - ذاكن 

( اسم مفعول ) معلوم - معومان - معلومون * معلومة - معلومتان - معلومات * معالم

( فعل امر ) اعلم - اعلما - اعلموا * اعلمى - اعلما - اعلمن ( بالتقلة ) اعلمن - اعلمان - اعلمن * اعلمن - اعلمان - اعلمنان ( بالخفيفة ) اعلمن - اعلمن - اعلمن

( فعل نحى ) لاتعلم - لاتعلما - لاتعلموا * لاتعلمي - لاتعلما - لاتعلمن ( بالتقلة ) لاتعلمن - لاتعلمان - لاتعلمن * لاتعلمن - لاتعلمان - لاتعلمنان ( بالخفيفة ) لاتعلمن - لاتعلمن - لاتعلمن

( اسم زمان ) معلم - معلمان - معالم 

( اسم مكان ) معلم - معلمان - معالم 

( فعل ماضى ) حسب - حسبا - حسبوا * حسبت - حسبتا - حسبن * حسبت - حسبتما - حسبتم * حسبت - حسبتما - حسبتن * حسبت - حسبنا 

( فعل مضارع ) يحسب - يحسبان - يحسبون * تحسب - تحسبان - يحسبن * تحسب - تحسبان - تحسبون * تحسبين - تحسبان - تحسبن * احسب - نحسب

( مصدر توكيد ) حسبانا - حسبانين - حسبنات (مصدر ميمى ) محسبا - محسبين - محاسب ( مصدر مرة ) حسبة - حسبتين - حسبات ( مصدر نوع ) حسبة - حسبتين - حسبات 

( اسم ضمير ) هو - هما - هم * هى - هما - هن * انت - انتما - انتم * انت - انتما - انتن * انا نحن 

( اسم فاعل ) حاسب - حاسبان - حاسبون * حساب - حسب - حسبة * حاسبة - حاسبتان - حاسبات * حواسب

( اسم اسارة ) ذاك - ذاكما - ذاكم * ذاك - ذاكما - ذاكن 

( اسم مفعول ) محسبوم - محسوبان - محسوبون * محسوبة - محسوبتان - محسوبات * محاسب

( فعل امر ) احسب - احسبا - احسبوا * احسبى - احسبا - احسبن ( بالتقلة ) احسبن - احسبان - احسبن * احسبن - احسبان - احسبنان ( بالخفيفة ) احسبن - احسبن - احسبن

( فعل نحى ) لاتحسب - لاتحسبا - لاتحسبوا * لاتحسبي - لاتحسبا - لاتحسبن ( بالتقلة ) لاتحسبن - لاتحسبان - لاتحسبن * لاتحسبن - لاتحسبان - لاتحسبنان ( بالخفيفة ) لاتحسبن - لاتحسبن - لاتحسبن

( اسم زمان ) محسب - محسبان - محاسب

( اسم مكان ) محسب - محسبان - محاسب

( اسم آلة ) محسب - محسبان - محاسب

( فعل ماضى ) نصر - نصرا - نصروا * نصرت - مصرنا - نصرن * نصرت - نصرتما - نصرتم * نصرت - نصرتما - نصرتن - نصرت * نصرنا 

( فعل مضارع ) ينصر - ينصران - ينصرون * تنصر - تنصران - ينصرن * تنصر - تنصران - تنصرون * تنصرين - تنصران -تنصرن * انصر - ننصر 

( مصدر توكيد ) نصرا - نصرين - نصرتن (مصدر ميمى ) منصرا - منصرين - مناصر ( مصدر مرة ) نصرة - نصرتين - نصرات ( مصدر نوع ) نصرة - نصرتين - نصرات 

( اسم ضمير ) هو - هما - هم * هى - هما - هن * انت - انتما - انتم * انت - انتما - انتن * انا نحن 

( اسم فاعل ) ناصر - ناصران - ناصرون * نصار - نصر - نصرة * ناصرة - ناصرتان - ناصرات * نواصر 

( اسم اسارة ) ذاك - ذاكما - ذاكم * ذاك - ذاكما - ذاكن 

( اسم مفعول ) منصور - منصوران - منصورون * منصورة - منضرتان - منصورات * مناصر

( فعل امر ) انصر - انصرا - انصروا * انصرى - انصرا - انصرن ( بالتقلة ) انصرن - انصران - انصرن * انصرن - انصران - انصرنان ( بالخفيفة ) انصرن - انصرن - انصرن

( فعل نحى ) لاتنصر - لاتنصرا - لاتنصروا * لاتنصرى - لاتنصرا - لاتنصرن ( بالتقلة ) لاتنصرن - لاتنصران - لاتنصرن * لاتنصرن - لاتنصران - لاتنصرنان ( بالخفيفة ) لاتنصرن - لاتنصرن - لاتنصرن

( اسم زمان ) منصرن - منصران - مناصر 

( اسم مكان ) منصرن - منصران - مناصر

( اسم آلة ) منصرن - منصران - مناصر

( فعل ماضى ) جلس - جلسا - جلسوا * جلست - جلستا - جلسن * جلست - جلستما - جلستم * جلست - جلستما - جلستن * جلست - جلسنا 

( فعل مضارع ) يجلس - يجلسان - يجلسون * تجلس - تجلسان - يجلسن * تجلس - تجليان - تجلسون * تجلسين - تجلسان - تجلسن * اجلس - نجلس

( مصدر توكيد ) جلسا - جلسين - جلسات (مصدر ميمى ) مجلسا - مجلسين - مجاسن ( مصدر مرة ) جلسة - جلستين - جلسات ( مصدر نوع ) جلسة - جلستين - جلسات 

( اسم ضمير ) هو - هما - هم * هى - هما - هن * انت - انتما - انتم * انت - انتما - انتن * انا نحن 

( اسم فاعل ) جالس - جالسان - جالسون * جلاس - جلس - جلسة * جالسة - جالستان - جالسات * جوالس

( اسم اسارة ) ذاك - ذاكما - ذاكم * ذاك - ذاكما - ذاكن 

( اسم مفعول ) مجلوس به - مجلوس بهما - مجلوس بهم * مجلوس بها - مجلوس بهما - مجلوس بهن * مجلوس بك - مجلوس بهما - مجلوس بكم * مجلوس بك - مجلوس بكما - مجلوس بكن * مجلوس بى - مجلوس بنا 

( فعل امر ) اجلس - اجلسا - اجلسوا * اجلسى - اجلسا - اجلسن ( بالتقلة ) اجلسن - اجلسان - اجلسن * اجلسن - اجلسان - اجلسنان ( بالخفيفة ) اجلسن - اجلسن - اجلسن

( فعل نحى ) لاتجلس - لاتجلسا - لاتجلسوا * لاتجلسي - لاتجلسا - لاتجلسن ( بالتقلة ) لاتجلسن - لاتجلسان - لاتجلسن * لاتجلسين - لاتجلسان - لاتجلسنان ( بالخفيفة ) لاتجلسن - لاتجلسن - لاتجلسن

( اسم زمان ) مجلسا - مجلسان - مجالس

( اسم مكان ) مجلسا - مجلسان - مجالس

( فعل ماضى ) خرج - خرجا - خرجوا * خرجت - خرجتا - خرجن * خرجت - خرجتما - خرجتم * خرجت - خرجتما - خرجتن * خرجت - خرجنا 

( فعل مضارع ) يخرج - يخرجان - يخرجون * تخرج - تخرجان - يخرج * تخرج - تخجان - تخرجون * تخرجين - تخرجان - تخرجن * اخرج - نخرج

( مصدر توكيد ) خرجا - خرجين - خرجات (مصدر ميمى ) مخرجا - مخرجين - مخارج ( مصدر مرة ) خرجة - خرجتين - خرجات ( مصدر نوع ) خرجة - خرجتين - خرجات 

( اسم ضمير ) هو - هما - هم * هى - هما - هن * انت - انتما - انتم * انت - انتما - انتن * انا نحن 

( اسم فاعل ) خارج - خارجان - خارجون * خراج - خرج - خرجة * خارجة - خارجتان - خارجان * خوارج

( اسم اسارة ) ذاك - ذاكما - ذاكم * ذاك - ذاكما - ذاكن 

( اسم مفعول ) مخروج به - مخروج بهما - مخروج بهم * مخروج بها - مخرو بهما - مخروج بهن * مخروج بك - مخروج بهما - مخروج بكم * مخرو بك - مخروج بكما - مخروج بكن * مخروج بى - مخروج بنا 

( فعل امر ) اخرج - اخرجا - اخرجوا * اخرجى - اخرجا - اخرجن ( بالتقلة ) اخرجن - اخرجان - اخرجن * اخرجن - اخرجان - اخرجنان ( بالخفيفة ) اخرجن - اخرجن - اخرجن

( فعل نحى ) لاتخرج - لاتخرجا - لاتخرجوا * لاتخرجي - لاتخرجا - لاتخرجن ( بالتقلة ) لاتخرجن - لاتخرجان - لاتخرجن * لاتخرجن - لاتخرجان - لاتخرجنان ( بالخفيفة ) لاتخرجن - لاتخرجن - لاتخرجن

( اسم زمان ) مخرجا - مخرجان - مخارج

( اسم مكان ) مخرجا - مخرجان - مخارج

( فعل ماضى ) حسن - حسنا - حسنوا * حسنت - حسنتا - حسنن * حسنت - حسنتما - حسنتم * حسنت - حسنتما - حسنتن * حسنت - حسنا 

( فعل مضارع ) يحسن - يحسنان - يحسنون * تحسن - تحسنان - يحسن * تحسن - تحسنان - تحسنون * تحسنين - تحسنان - تحسن * احسن - نحسن

( مصدر توكيد ) حسنا - حسنين - حسنات (مصدر ميمى ) محسنا - محسنين - محاسب ( مصدر مرة ) حسنة - حسنتين - حسنات ( مصدر نوع ) حسنة - حسنتين - حسنات 

( اسم ضمير ) هو - هما - هم * هى - هما - هن * انت - انتما - انتم * انت - انتما - انتن * انا نحن 

( اسم فاعل ) حسين - حسينان - حسينون * حسان - حسنية - حسينتان * حسينات - حسناء - 

( اسم اسارة ) ذاك - ذاكما - ذاكم * ذاك - ذاكما - ذاكن 

( اسم مفعول ) محسون به - محسون بهما - محسون بهم * محسو بها - محسون بهما - محسون بهن * محسون بك - محسون بهما - محسون بكم * محسون بك - محسون بكما - محسون بكن * محسون بى - محسون بنا 

( فعل امر ) احسن - احسنا - احسنوا * احسنى - احسنا - احسن ( بالتقلة ) احسب

نن - احسنان - احسنن * احسنن - احسنان - احسننان ( بالخفيفة ) احسنن - احسنن - احسنن

( فعل نحى ) لاتحسن - لاتحسنا - لاتحسنوا * لاتحسني - لاتحسنا - لاتحسن ( بالتقلة ) لاتحسنن - لاتحسنان - لاتحسنن * لاتحسنن - لاتحسنان - لاتحسنان ( بالخفيفة ) لاتحسنن - لاتحسنن - لاتحسنن

( اسم زمان ) محسن - محسنان - محاسن

( اسم مكان ) محسن - محسنان - محاسن

( فعل ماضى ) ذهب - ذهبا - ذهبوا * ذهبت - ذهبتا - ذهبن * ذهبت - ذهبتما - ذهبتم * ذهبت - ذهبتما - ذهبتن * ذهبت - ذهبنا 

( فعل مضارع ) يذهب - يذهبان - يذهبون * تذهب - تذهبان - يذهبن * تذهب - تذهبان - تذهبون * تذهبين - تذهبان - تذهبن * اذهب - نذهب

( مصدر توكيد ) ذهابا - ذهابين - ذهابات (مصدر ميمى ) مذهبا - مذهبين - مذاهب ( مصدر مرة ) ذهبة - ذهبتين - ذهبات ( مصدر نوع ) ذهبة - ذهبتين - ذهبات 

( اسم ضمير ) هو - هما - هم * هى - هما - هن * انت - انتما - انتم * انت - انتما - انتن * انا نحن 

( اسم فاعل ) ذاهب - ذاهبان - ذاهبون * ذهال - ذهب - ذهبة * ذاهبة - ذاهبتان - ذاهبات * ذواهب

( اسم اسارة ) ذاك - ذاكما - ذاكم * ذاك - ذاكما - ذاكن 

( اسم مفعول ) مذهوب به - مذهوب بهما - مذهوب بهم * مذهوب بها - مذهوب بهما - مذهوب بهن * مذهوب بك - مذهوب بهما - مذهوب بكم * مذهوب بك - مذهوب بكما - مذهوب بكن * مذهوب بى - مذهوب بنا 

( فعل امر ) اذهب - اذهبا - اذهبوا * اذهبى - اذهبا - اذهبن ( بالتقلة ) اذهبن - اذهبان - اذهبن * اذهبن - اذهبان - اذهبنان ( بالخفيفة ) اذهبن - اذهبن - اذهبن

( فعل نحى ) لاتذهب - لاتذهبا - لاتذهبوا * لاتذهبي - لاتذهبا - لاتذهبن ( بالتقلة ) لاتذهبن - لاتذهبان - لاتذهبن * لاتذهبن - لاتذهبان - لاتذهبنان ( بالخفيفة ) لاتذهبن - لاتذهبن - لاتذهبن

( اسم زمان ) مذهب - مذهبان - مذاهب

( اسم مكان ) مذهب - مذهبان - مذاهب

( فعل ماضى ) وجل - وجلا - وجلوا * زجلت - وجلتا - وجلن * وجلت - وجلتما - زجلتم * زجلت - وجلتما - وجلتن * وجلت - وجلنا 

( فعل مضارع ) يوجل - يوجلان - يوجلون * توجل - توجلان - يوجلن * توجل - توجلان - توجلون * توجلين - توجلان - توجلن * اوجل - نوجل

( مصدر توكيد ) وجلا - وجلين - وجلات (مصدر ميمى ) موجلا - موجلين - مواجل ( مصدر مرة ) وجلة - وجلتين - وجلات ( مصدر نوع ) وجلة - وجلتين - وجلات 

( اسم ضمير ) هو - هما - هم * هى - هما - هن * انت - انتما - انتم * انت - انتما - انتن * انا نحن 

( اسم فاعل ) واجل - واجلان - واجلون * وجال - وجل - وجلة * واجالة - وتجلتان - واجلات * مواجل

( اسم اسارة ) ذاك - ذاكما - ذاكم * ذاك - ذاكما - ذاكن 

( اسم مفعول ) موجول به - موجول بهما - موجول بهم * موجول بها - موجول بهما - موجول بهن * موجول بك - موجول بهما - موجول بكم * موجول بك - موجول بكما - موجول بكن * موجل بى - موجول بنا 

( فعل امر ) ايجل - ايجلا - ايجلوا * ايجلى - ايجلا - ايجلن ( بالتقلة ) ايجلن - ايجلان - ايجلن * ايجلن - ايجلان - ايجلنان ( بالخفيفة ) ايجلن - ايجلن - ايجلن

( فعل نحى ) لاتوجل - لاتوجلا - لاتوجلوا * لاتوجلي - لاتوجلا - لاتوجلن ( بالتقلة ) لاتوجلن - لاتوجلان - لاتوجلن * لاتوجلن - لاتوجلان - لاتوجلنان ( بالخفيفة ) لاتوجلن - لاتوجلن - لاتوجلن

( اسم زمان ) موجل - موجلان - مواجل

( اسم مكان ) موجل - موجلان - مواجل

( فعل ماضى ) وثق - وثقا - وثقوا * وثقت - وثقتا - وثقن * وثقت - وثقتما - زثقتم * وثقت - وثقتما - وثقتن * وثقت - وثقنا 

( فعل مضارع ) يثق - يثقان - يثقون * تثق - تثقان - يثقن * تثق - تثقان - تثقون * تثقين - تثقان - تثقن * اثق - نثق

( مصدر توكيد ) وثوقا - وثوقين - وثوقات (مصدر ميمى ) موثقا - موثقين - مواثق ( مصدر مرة ) وثقة - وثقتين - وثقات ( مصدر نوع ) ثقة - ثقتين - ثقات 

( اسم ضمير ) هو - هما - هم * هى - هما - هن * انت - انتما - انتم * انت - انتما - انتن * انا نحن 

( اسم فاعل ) واثق - واثقان - واثقون * وثاق - وثق - وثقة * واثقة - واثقتان - واثقات * واثق

( اسم اسارة ) ذاك - ذاكما - ذاكم * ذاك - ذاكما - ذاكن 

( اسم مفعول ) موثوق به - موثوق بهما - موثوق بهم * موثوق بها - موثوق بهما - موثوق بهن * موثوق بك - موثوق بهما - موثوق بكم * موثوق بك - موثوق بكما - موثوق بكن * موثوق بى - موثوق بنا 

( فعل امر ) ثق - ثقا - ثقوا * ثقى - ثقا - ثقن ( بالتقلة ) ثقن - ثقان - ثقن * ثقن - ثقان - ثقنان ( بالخفيفة ) ثقن - ثقن - ثقن

( فعل نحى ) لاتثق - لاتثقا - لاتثقوا * لاتثقي - لاتثقا - لاتثقن ( بالتقلة ) لاتثقن - لاتثقان - لاتثقن * لاتثقن - لاتثقان - لاتثقنان ( بالخفيفة ) لاتثقن - لاتثقن - لاتثقن

( اسم زمان ) موثق - موثقان - مواثق

( اسم مكان ) موثق - مو حجان - مواثق

( فعل ماضى ) سهل - سهلا - سهلوا * سهلت - سهلتا - سهلن * سهلت - سهلتما - سهلتم * سهلت - سهلتما - سهلتن * سهلت - سهلنا 

( فعل مضارع ) يسهل - يسهلان - يسهلون * تسهل - تسهلان - يسهلن * تسهل - تسهلان - تسهلون * تسهلين - تسهلان - تسهلن * اسهل - نسهل

( مصدر توكيد ) سهولا - سهولين - سهولات (مصدر ميمى ) مسهلا - مسهلين - مساهل ( مصدر مرة ) سهلة - سهلتين - سهلات ( مصدر نوع ) سهلة - سهلتين - سهلات 

( اسم ضمير ) هو - هما - هم * هى - هما - هن * انت - انتما - انتم * انت - انتما - انتن * انا نحن 

( اسم فاعل ) ساهل - ساهلان - ساهلون * سهال - سهل - سهلة * ساهالة - ساهلتان - ساهلات * سواهل

( اسم اسارة ) ذاك - ذاكما - ذاكم * ذاك - ذاكما - ذاكن 

( اسم مفعول ) مسهول به - مسهول بهما - مسهول بهم * مسهول بها - مسهول بهما - مسهول بهن * مسهول بك - مسهول بهما - مسهول بكم * مسهول بك - مسهول بكما - مسهول بكن * مسهولبى - مسهول بنا 

( فعل امر ) اسهل - اسهلا - اسهلوا * اسهلى - اسهلا - اسهلن ( بالتقلة ) اسهلن - اسهلان - اسهلن * اسهلن - اسهلان - اسهلنان ( بالخفيفة ) اسهلن - اسهلن - اسهلن

( فعل نحى ) لاتسهل - لاتسهلا - لاتسهلوا * لاتسهلي - لاتسهلا - لاتسهلن ( بالتقلة ) لاتسهلن - لاتسهلان - لاتسهلن * لاتسهلن - لاتسهلان - لاتسهلنان ( بالخفيفة ) لاتسهلن - لاتسهلن - لاتسهلن

( اسم زمان ) مسهل - مسهلان - مساهل
( اسم مكان ) مسهل - مسهلان - مساهل

( فعل ماضى ) اكرم - اكرما - اكرموا * اكرمت - اكرمنا - اكرمن * اكرمت - اكرمتما - اكرمتم * اكرمت - اكرمتما - اكرمتن - اكرمت * اكرمنا 

( فعل مضارع ) ييكرم - يكرمان - يكرمون * تكرم - تكرمان - يكرمن * تكرم - تكرمان - تكرمون * تكرمين - تكرمان -تكرمن * اكرم - نكرم

( مصدر توكيد ) اكرما - اكرمين - اكرمتن (مصدر ميمى ) مكرا - مكرمين - مكارم ( مصدر مرة ) اكرمة - نداكرمتين - اكرمات ( مصدر نوع ) اكرمة - اكرمتين - اكرمات 

( اسم ضمير ) هو - هما - هم * هى - هما - هن * انت - انتما - انتم * انت - انتما - انتن * انا نحن 

( اسم فاعل ) مكرم - مكرمان - مكرمون * مكرمة - مكرمتان - مكرمات * مكارم

( اسم اسارة ) ذاك - ذاكما - ذاكم * ذاك - ذاكما - ذاكن 

( اسم مفعول ) مكرم - مكرمان - مكرمون * مكرمة - مكرمتان - مكرمات * مكاريم

( فعل امر ) اكرم - اكرما - اكرموا * اكرمى - اكرما - اكرمن ( بالتقلة ) اكرمن - اكرمان - اكرمن * اكرمن - اكرمان - اكرمنان ( بالخفيفة ) اكرمن - اكرمن - اكرمن

( فعل نحى ) لاتكرم - لاتكرما - لاتكرموا * لاتكرمى - لاتكرما - لاتكرمن ( بالتقلة ) لاتكرمن - لاتكرمان - لاتكرمن * لاتكرمن - لاتكرمان - لاتكرمنان ( بالخفيفة ) لاتكرمن - لاتكرمن - لاتكرمن

( اسم زمان ) مكرمن - مكرمان - مكارم 

( اسم مكان ) مكرمن - مكرمان - مكارم

( فعل ماضى ) فرح - فرحا - فرحوا * فرحت - فرحتا - فرحن * فرحت - فرحتما - فرحتم * فرحت - فرحتما - فرحتن * فرحت - فرحنا 

( فعل مضارع ) يفرح - يفرحان - يفرحون * تفرح - تفرحان - يفرحن * تفرح - تفوحان - تفىحون * تفرحين - تفرحان - تفرحن * افرح - نفرح

( مصدر توكيد ) فرحا - فرحين - فرحات (مصدر ميمى ) مفرحا - مفرحين - مفرح ( مصدر مرة ) فرحة - فرحتين - فرحات ( مصدر نوع ) فرحة - فرحتين - فرحات 

( اسم ضمير ) هو - هما - هم * هى - هما - هن * انت - انتما - انتم * انت - انتما - انتن * انا نحن 

( اسم فاعل ) فارح - فارحان - فارحون * فراح - فرح - فرحة * فارحة - فارحتان - فارحات * فوارح

( اسم اسارة ) ذاك - ذاكما - ذاكم * ذاك - ذاكما - ذاكن 

( اسم مفعول ) مفرح - مفروحان - مفروحون * مفروحة - مفروحتان - مفروحات * مفارح

( فعل امر ) افرح - افرحا - افرحوا * افرحى - افرحا - افرحن ( بالتقلة ) افرحن - افىحان - افرحن * افرحن - افرحان - افرحنان ( بالخفيفة ) افرحن - افرحن - افرحن

( فعل نحى ) لاتفرح - لاتفرحا - لاتفرحوا * لاتفرحي - لاتفرحا - لاتفرحن ( بالتقلة ) لاتفرحن - لاتفرحان - لاتفرحن * لاتفرحن - لاتفرحان - لاتفرحنان ( بالخفيفة ) لاتفرحن - لاتفرحن - لاتفرحن

( اسم زمان ) مفرح - مفرحان - مفارح 
( اسم مكان ) مفرح - مفرحان - مفارح

( فعل ماضى ) قاتل - قاتلا - قاتلوا * قاتلت - قاتلتا - قاتلن * قاتلت - قاتلتما - قاتلتم * قاتلت - قاتلتما - قاتلتن * قالت - قاتلنا 

( فعل مضارع ) يقانل - يقاتلان - يقاتلون * تسهل - تسهلان - يسهلن * تسهل - تقاتلان - تقاتلون * تقاتلين - تسقاتلان - تقاتلن * اقاتل - نقاتل

( مصدر توكيد ) مقاتلة - مقاتلين - مقاتلات (مصدر ميمى ) مقاتلا - مقاتلين - مقاتل ( مصدر مرة ) مقاتلة - مقاتلتين - مقاتلات ( مصدر نوع ) مقاتلة - مقالتين - مقاتلات 

( اسم ضمير ) هو - هما - هم * هى - هما - هن * انت - انتما - انتم * انت - انتما - انتن * انا نحن 

( اسم فاعل ) مقاتل - مقاتلان - مقاتلون * مقاتلة - مقاتلتان - مقاتلات * مقاتل

( اسم اسارة ) ذاك - ذاكما - ذاكم * ذاك - ذاكما - ذاكن 

( اسم مفعول ) مقاتل - مقاتلان - مقاتلون * مقاتلة - مقاتلتان - مقاتلات * مقاتيل  

( فعل امر ) قاتل - قاتلا - قاتلوا * قاتلى - قاتلا - قاتلن ( بالتقلة ) قاتلن - قاتلان - قاتلن * قاتلن - قاتلان - قاتلنان ( بالخفيفة ) قاتلن - قاتلن - قاتلن

( فعل نحى ) لاتقاتل - لاتقاتلا - لاتقاتلوا * لاتقاتلي - لاتقاتلا - لاتقاتلن ( بالتقلة ) لاتقاتلن - لاتقاتلان - لاتقاتلن * لاتقاتلن - لاتقاتلان - لاتقاتلنان ( بالخفيفة ) لاتقاتلن - لاتقاتلن - لاتقاتلن

( اسم زمان ) مقاتل - مقاتلان - مقاتل

( اسم مكان ) مقاتل - مقاتلان - مقاتل

( فعل ماضى ) تكسر - تكسرا - تكسروا * تكسرت - تكسرتا - تكسرن * تكسرت - تكسرتما - تكسرتم * تكسرت - تكرتما - تكسرتن * تكسرت - تكسرنا 

( فعل مضارع ) يتكسر - يتكسران - يتكسرون * تتكسر - تتكسران - يتكسرن * تتكسر - تتكسران - تتكسرون * تتكسرين - تتكسران - تتكسرن * اتكسر - نتكسر

( مصدر توكيد ) تكسرا - تكسرين - تكسرات (مصدر ميمى ) متكسرا - متكسرين - مكاسر ( مصدر مرة ) تكسرة - تكسرتين - تكسرات ( مصدر نوع ) تكسرة - تكسرتين - تكسرات 

( اسم ضمير ) هو - هما - هم * هى - هما - هن * انت - انتما - انتم * انت - انتما - انتن * انا نحن 

( اسم فاعل )  - متكسر - متكسران -  متكسرون * متكسرة - متكسرتان - متكسرات * مكاسر  

( اسم اسارة ) ذاك - ذاكما - ذاكم * ذاك - ذاكما - ذاكن 

( اسم مفعول ) متكسر به - متكسر بهما - متكسر بهم * متكسر بها - متكسر بهما - متكسر بهن * متكسر بك - متكسر بهما - متكسر بكم * متكسر بك - متكسر بكما - متكسر بكن * متكسر بى - متكسر بنا

( فعل امر ) تكسر - تكسرا - تكسروا * تكسرى - تكسرا - تكسرن ( بالتقلة ) تكسرن - تكسران - تكسرن * تكسرن - تكسران - تكسرنان ( بالخفيفة ) تكسرن - تكسرن - تكسرن

( فعل نحى ) لاتتكسر - لاتتكسرا - لاتتكسروا * لاتتكسري - لاتتكسرا - لاتتكسرن ( بالتقلة ) لاتتكسرن - لاتتكسران - لاتتكسرن * لاتتكسران - لاتتكسرنان ( بالخفيفة ) لاتتكسرن - لاتتكسرن - لاتتكسرن

( اسم زمان ) متكسر - متكسران - مكاسر
( اسم مكان ) متكسر - متكسران - مكاسر

( فعل ماضى ) تباعد - تباعدا - تباعدوا * تباعدت - تباعدتا - تباعدن * تباعدت - تباعدتما - تباعدتم * تباعدت - تباعدتما - تباعدتن * تباعدت - تباعدنا 

( فعل مضارع ) يتباعد - يتباعدان - يتباعدون * تتباعد - تتباعدان - يتباعدن * تتباعد - تتباعدان - تتباعدون * تتباعدين - تتباعدان - تتباعدن * اتباعد - نتباعد

( مصدر توكيد ) تباعدا - تباعدين - تباعدات (مصدر ميمى ) متباعدا - متباعدين - مباعد ( مصدر مرة ) تباعدة - تباعدتين - تباعدات ( مصدر نوع ) تباعدة - تباعدتين - تباعدات 

( اسم ضمير ) هو - هما - هم * هى - هما - هن * انت - انتما - انتم * انت - انتما - انتن * انا نحن 

( اسم فاعل )  - متباعد - متباعدان -  متباعدون * متباعدة - متباعدتان - متباعدات * مباعد  
( اسم اسارة ) ذاك - ذاكما - ذاكم * ذاك - ذاكما - ذاكن 

( اسم مفعول ) متباعدعبه - متباعدعنهما - متباعدعنهم * متباعدعنها - متباعدعنهما - متباعدعنهن * متباعد عنك - متباعد عنكما - متباعدعنكم * متباعدعنك - متباعدعنكما - متباعدعنكن * متباعد عنى - متباعدعنا

( فعل امر ) تباعد - تباعدا - تباعدوا * تباعدى - تباعدا - تباعدن ( بالتقلة ) تباعدن - تباعدان - تباعدن * تباعدن - تباعدان - تباعدنان ( بالخفيفة ) تباعدن - تباعدن - تباعدن

( فعل نحى ) لاتتباعد - لاتتباعدا - لاتتباعدوا * لاتتباعدي - لاتتباعدا - لاتتباعدن ( بالتقلة ) لاتتباعدن - لاتتباعدان - لاتتباعدن * لاتتباعدان - لاتتباعدنان ( بالخفيفة ) لاتتباعدن - لاتتباعدن - لاتتباعدن

( اسم زمان ) متباعد - متباعدان - مباعد
( اسم مكان ) متباعد - متباعدان - مباعد

( فعل ماضى ) انقطع - انقطعا - انقطعوا * انقطعت - انقطعتا - انقطعن * انقطعت - انقطعتما - انقطعتم * انقطعت - انقطعتما - انقطعتن * انقطعت - انقطعنا 

( فعل مضارع ) ينقطع - ينقطعان - ينقطعون * تنقطع - تنقطعان - ينقطعن * تنقطع - تنقطعان - تنقطعون * تنقطعين - تنقطعان - تنقطعن * انقطع - ننقطع

( مصدر توكيد ) انقطاعا - انقطاعين - انقطاعات (مصدر ميمى ) منقطعا - منقطعين - مقاطع ( مصدر مرة ) انقطاعة - انقطاعتين - انطاعات ( مصدر نوع ) انقطاعة - انقطاعتين - انقطاعات 

( اسم ضمير ) هو - هما - هم * هى - هما - هن * انت - انتما - انتم * انت - انتما - انتن * انا نحن 

( اسم فاعل )  - منقطع - منقطعان -  منقطعون * منقطعة - منقطعتان - منقطعات * مقاطع  

( اسم اسارة ) ذاك - ذاكما - ذاكم * ذاك - ذاكما - ذاكن 

( اسم مفعول ) منقطع به - منقطع بهما - منقطع بهم * منقطع بها - منقطع بهما - منقطع بهن * منقطع بك - منقطع بكما - منقطع بكم * منقطع بك - منقطع بكما - منقطع بكن * منقطع بى - منقطع بنا

( فعل امر ) انقطع - انقطعا - انقطعوا * انقطعى - انقطعا - انقطعن ( بالتقلة ) انقطعن - انقطعان - انقطعن * انقطعن - انقطعان - انقعنان ( بالخفيفة ) انقطعن - انقطعن - انقطعن

( فعل نحى ) لاتنقطع - لاتنقطعا - لاتنقطعوا * لاتنقطعي - لاتنقطعا - لاتنقطعن ( بالتقلة ) لاتنقطعن - لاتنقطعان - لاتنقطن * لاتنقطعن - لاتنقطعنان ( بالخفيفة ) لاتنقطعن - لاتنقطعن - لاتنقطعن

( اسم زمان ) منقطع - منقطعان - مقاطع
( اسم مكان ) منقطع - منقطعان - مقاطع

( فعل ماضى ) اجتمع - اجتمعا - اجتمعوا * اجتمعت - اجتمعتا - اجتمعن * اجتمعت - اجتمعتما - اجتمعتم * اجتمعت - اجتمعتما - اجتمعتن * اجتمعت - اجتمعنا 

( فعل مضارع ) يجتمع - يجتمعان - يجتمعون * تنقطع - تنقطعان - ينقطعن * تجتمع - تجتمعان - تجتمعون * تجتمعين - تجتمعان - تجتمعن * اجتمع - نجتمع

( مصدر توكيد ) اجتماعا - اجتماعين - اجتماعات (مصدر ميمى ) مجتمعا - مجتمعين - مجامع ( مصدر مرة ) اجتماعة - اجتماعتين - اجتماعات ( مصدر نوع ) اجتماعة - اجتماعتين - اجتماعات 

( اسم ضمير ) هو - هما - هم * هى - هما - هن * انت - انتما - انتم * انت - انتما - انتن * انا نحن 

( اسم فاعل )  - مجتمع - مجتمعان -  مجتمعون * مجتمعة - مجتمعتان - مجامع  
( اسم اسارة ) ذاك - ذاكما - ذاكم * ذاك - ذاكما - ذاكن 

( اسم مفعول ) مجتمع به - مجتمع بهما - مجتمع بهم * مجتمع بها - مجتمع بهما - مجتمع بهن * مجتمع بك - مجتمع بكما - مجتمع بكم * مجتمع بك - مجتمع بكما - مجتمع بكن * مجتمع بى - مجتمع بنا

( فعل امر ) اجتمع - اجتمعا - اجتمعوا * اجتمعى - اجتمعا - اجتمعن ( بالتقلة ) اجتمعن - اجتمعان - اجتمعن * اجتمعن - اجتمعان - اجتمعنان ( بالخفيفة ) اجتمعن - اجتمعن - اجتمعن

( فعل نحى ) لاتجتمع - لاتجتمعا - لاتجتمعوا * لاتجتمعي - لاتجتمعا - لاتجتمعن ( بالتقلة ) لاتجتمعن - لاتجتمعان - لاتجتمعن * لاتجتمعن - لاتجتمعنان ( بالخفيفة ) لاتجتمعن - لاتجتمعن - لاتجتمعن

( اسم زمان ) مجتمع - مجتمعان - مجامع
( اسم مكان ) مجتمع - مجتمعان - مجامع

( فعل ماضى ) احمر - احمرا - احمروا * احمرت - احمرتا - احمررن * احمررت - احمررتما - احمررتم * احمررت - احمررتما - احمررتن * احمررت - احمررنا 

( فعل مضارع ) يحمر - يحمران - يحمرون * تحمر - تحمران - يحمررن * تحمر - تحمران - تحمرون * تحمرين - تحمران - تحمررن * احمر - نحمر

( مصدر توكيد ) احمرارا - احمراراعين - احمراراعات (مصدر ميمى ) محمرا - محمرين - محامر ( مصدر مرة ) احمراررة - احمرارتين - احمرارات ( مصدر نوع ) احمراراة - احمرارتين - احمرارات 

( اسم ضمير ) هو - هما - هم * هى - هما - هن * انت - انتما - انتم * انت - انتما - انتن * انا نحن 

( اسم فاعل )  - محمر - محمران -  محمرون * محمرة - محمرتان - محامر  
( اسم اسارة ) ذاك - ذاكما - ذاكم * ذاك - ذاكما - ذاكن 

( اسم مفعول ) محمر به - محمر بهما - محمر بهم * محمر بها - محمر بهما - محمر بهن * محمر بك - محمر بكما - محمر بكم * محمر بك - محمر بكما - محمر بكن * محمر بى - محمر بنا

( فعل امر ) احمر - احمر جائز - احمرا واجب * احمروا واجب  - احمرى واجب - احمرا واجب - احمررن ممتنع ( بالتقلة ) احمرن - احمران - احمرن * احمرن - احمران - احمررنان ( بالخفيفة ) احمرن - احمرن - احمرن

( فعل نحى ) لاتحمر - لاتحمر جائز - لاتحمرا واجب * لاتحمروا واجب - لاتحمرى واجب - لاتحمرا واجب - لاتحمررن ممتنع ( بالتقلة ) لاتحمرن - لاتحمران - لاتحمرن * لاتحمرن - لاتحمران - لاتحمررنان ( بالخفيفة ) لاتحمرن - لاتحمرن - لاتحمرن

( اسم زمان ) محمر - محمران - محامر
( اسم مكان ) محمر - محمران - محامر

( فعل ماضى ) استخرج - استخرجا - استخرجوا * استخرجت - استخرجتا - احمررن * احمررت - احمررتما - احمررتم * احمررت - احمررتما - احمررتن * احمررت - احمررنا 

( فعل مضارع ) يحمر - يحمران - يحمرون * تحمر - تحمران - يحمررن * تحمر - تحمران - تحمرون * تحمرين - تحمران - تحمررن * احمر - نحمر

( مصدر توكيد ) احمرارا - احمراراعين - احمراراعات (مصدر ميمى ) محمرا - محمرين - محامر ( مصدر مرة ) احمراررة - احمرارتين - احمرارات ( مصدر نوع ) احمراراة - احمرارتين - احمرارات 

( اسم ضمير ) هو - هما - هم * هى - هما - هن * انت - انتما - انتم * انت - انتما - انتن * انا نحن 

( اسم فاعل )  - محمر - محمران -  محمرون * محمرة - محمرتان - محامر  
( اسم اسارة ) ذاك - ذاكما - ذاكم * ذاك - ذاكما - ذاكن 

( اسم مفعول ) محمر به - محمر بهما - محمر بهم * محمر بها - محمر بهما - محمر بهن * محمر بك - محمر بكما - محمر بكم * محمر بك - محمر بكما - محمر بكن * محمر بى - محمر بنا

( فعل امر ) احمر - احمر جائز - احمرا واجب * احمروا واجب  - احمرى واجب - احمرا واجب - احمررن ممتنع ( بالتقلة ) احمرن - احمران - احمرن * احمرن - احمران - احمررنان ( بالخفيفة ) احمرن - احمرن - احمرن

( فعل نحى ) لاتحمر - لاتحمر جائز - لاتحمرا واجب * لاتحمروا واجب - لاتحمرى واجب - لاتحمرا واجب - لاتحمررن ممتنع ( بالتقلة ) لاتحمرن - لاتحمران - لاتحمرن * لاتحمرن - لاتحمران - لاتحمررنان ( بالخفيفة ) لاتحمرن - لاتحمرن - لاتحمرن

( اسم زمان ) محمر - محمران - محامر
( اسم مكان ) محمر - محمران - محامر