Kamis, 30 Agustus 2018

Amalan salaffushalih

TAWASSUL


Makna Tawassul menurut Bahasa: Mendekatkan diri.


توسلت إلى فلان بكذا، بمعنى: تقرَّبت إليه


“Saya bertawassul kepada si fulan dengan anu”. Maknanya: “Saya mendekatkan diri kepadanya”. (Sumber: Tafsir ath-Thabari, juz.10, hal.290).


Makna Wasilah


والوسيلة: هي التي يتوصل بها إلى تحصيل المقصود


Wasilah adalah: sesuatu yang dijadikan alat untuk mencapai tujuan yang dimaksud.


(Sumber: Tafsir Ibn Katsir, juz.3, hal.103).


Ber-tawassul Dengan Amal Shaleh.


أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ - رضى الله عنهما - قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - يَقُولُ « انْطَلَقَ ثَلاَثَةُ رَهْطٍ مِمَّنْ كَانَ قَبْلَكُمْ حَتَّى أَوَوُا الْمَبِيتَ إِلَى غَارٍ فَدَخَلُوهُ ، فَانْحَدَرَتْ صَخْرَةٌ مِنَ الْجَبَلِ فَسَدَّتْ عَلَيْهِمُ الْغَارَ فَقَالُوا إِنَّهُ لاَ يُنْجِيكُمْ مِنْ هَذِهِ الصَّخْرَةِ إِلاَّ أَنْ تَدْعُوا اللَّهَ بِصَالِحِ أَعْمَالِكُمْ . فَقَالَ رَجُلٌ مِنْهُمُ اللَّهُمَّ كَانَ لِى أَبَوَانِ شَيْخَانِ كَبِيرَانِ ، وَكُنْتُ لاَ أَغْبِقُ قَبْلَهُمَا أَهْلاً وَلاَ مَالاً ، فَنَأَى بِى فِى طَلَبِ شَىْءٍ يَوْمًا ، فَلَمْ أُرِحْ عَلَيْهِمَا حَتَّى نَامَا ، فَحَلَبْتُ لَهُمَا غَبُوقَهُمَا فَوَجَدْتُهُمَا نَائِمَيْنِ وَكَرِهْتُ أَنْ أَغْبِقَ قَبْلَهُمَا أَهْلاً أَوْ مَالاً ، فَلَبِثْتُ وَالْقَدَحُ عَلَى يَدَىَّ أَنْتَظِرُ اسْتِيقَاظَهُمَا حَتَّى بَرَقَ الْفَجْرُ ، فَاسْتَيْقَظَا فَشَرِبَا غَبُوقَهُمَا ، اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتُ فَعَلْتُ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ وَجْهِكَ فَفَرِّجْ عَنَّا مَا نَحْنُ فِيهِ مِنْ هَذِهِ الصَّخْرَةِ ، فَانْفَرَجَتْ شَيْئًا لاَ يَسْتَطِيعُونَ الْخُرُوجَ » . قَالَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - « وَقَالَ الآخَرُ اللَّهُمَّ كَانَتْ لِى بِنْتُ عَمٍّ كَانَتْ أَحَبَّ النَّاسِ إِلَىَّ ، فَأَرَدْتُهَا عَنْ نَفْسِهَا ، فَامْتَنَعَتْ مِنِّى حَتَّى أَلَمَّتْ بِهَا سَنَةٌ مِنَ السِّنِينَ ، فَجَاءَتْنِى فَأَعْطَيْتُهَا عِشْرِينَ وَمِائَةَ دِينَارٍ عَلَى أَنْ تُخَلِّىَ بَيْنِى وَبَيْنَ نَفْسِهَا ، فَفَعَلَتْ حَتَّى إِذَا قَدَرْتُ عَلَيْهَا قَالَتْ لاَ أُحِلُّ لَكَ أَنْ تَفُضَّ الْخَاتَمَ إِلاَّ بِحَقِّهِ . فَتَحَرَّجْتُ مِنَ الْوُقُوعِ عَلَيْهَا ، فَانْصَرَفْتُ عَنْهَا وَهْىَ أَحَبُّ النَّاسِ إِلَىَّ وَتَرَكْتُ الذَّهَبَ الَّذِى أَعْطَيْتُهَا ، اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتُ فَعَلْتُ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ وَجْهِكَ فَافْرُجْ عَنَّا مَا نَحْنُ فِيهِ . فَانْفَرَجَتِ الصَّخْرَةُ ، غَيْرَ أَنَّهُمْ لاَ يَسْتَطِيعُونَ الْخُرُوجَ مِنْهَا . قَالَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - وَقَالَ الثَّالِثُ اللَّهُمَّ إِنِّى اسْتَأْجَرْتُ أُجَرَاءَ فَأَعْطَيْتُهُمْ أَجْرَهُمْ ، غَيْرَ رَجُلٍ وَاحِدٍ تَرَكَ الَّذِى لَهُ وَذَهَبَ فَثَمَّرْتُ أَجْرَهُ حَتَّى كَثُرَتْ مِنْهُ الأَمْوَالُ ، فَجَاءَنِى بَعْدَ حِينٍ فَقَالَ يَا عَبْدَ اللَّهِ أَدِّ إِلَىَّ أَجْرِى . فَقُلْتُ لَهُ كُلُّ مَا تَرَى مِنْ أَجْرِكَ مِنَ الإِبِلِ وَالْبَقَرِ وَالْغَنَمِ وَالرَّقِيقِ . فَقَالَ يَا عَبْدَ اللَّهِ لاَ تَسْتَهْزِئْ بِى . فَقُلْتُ إِنِّى لاَ أَسْتَهْزِئُ بِكَ . فَأَخَذَهُ كُلَّهُ فَاسْتَاقَهُ فَلَمْ يَتْرُكْ مِنْهُ شَيْئًا ، اللَّهُمَّ فَإِنْ كُنْتُ فَعَلْتُ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ وَجْهِكَ فَافْرُجْ عَنَّا مَا نَحْنُ فِيهِ . فَانْفَرَجَتِ الصَّخْرَةُ فَخَرَجُوا يَمْشُونَ » .

Abdullah bin Umar berkata: Saya mendengar Rasulullah Saw bersabda: “Ada tiga orang sebelum kamu melakukan perjalanan, lalu mereka bernaung di sebuah gua, mereka masuk ke dalamnya, lalu ada satu buah batu besar jatuh dari atas bukit dan menutup pintu gua itu. Mereka berkata: “Tidak ada yang dapat menyelamatkan kamu dari batu besar ini kecuali kamu berdoa kepada Allah dengan amal shaleh kamu.

Salah satu dari mereka bertiga berkata: “Ya Allah, saya mempunyai dua orang tua yang sudah tua renta, tidak seorang pun yang lebih saya dahulukan daripada mereka berdua, baik dalam urusan keluarga maupun harta. Suatu hari mereka meminta sesuatu kepada saya. Saya belum menyenangkan mereka hingga mereka tertidur. Maka saya siapkan susu untuk mereka berdua, saya dapati mereka berdua sudah tertidur, saya tidak ingin lebih mendahulukan yang lain; keluarga dan harta daripada mereka berdua. Maka saya terdiam, cangkir berada di tangan saya, saya menunggu mereka berdua terjaga, hingga terbit fajar. Mereka berdua pun terjaga, lalu mereka minum. Ya Allah, jika yang aku lakukan itu untuk mengharapkan kemuliaan-Mu, maka lepaskanlah kami dari dalam gua ini dan dari batu besar ini”. Maka gua itu terbuka sedikit, mereka belum bisa keluar.

                Orang kedua berkata: “Ya Allah, saya mempunyai sepupu perempuan, dia orang yang paling saya cintai, saya menginginkan dirinya. Ia menahan dirinya hingga berlalu beberapa tahun lamanya. Ia datang kepada saya, lalu saya beritakan seratus dua puluh Dinar kepadanya agar ia mau berdua-duaan dengan saya. Ia pun melakukannya, sampai saya mampu untuk melakukan sesuatu terhadapnya. Ia berkata: “Aku tidak halalkan bagimu untuk melepas cincin kecuali dengan kebenaran”. Saya merasa berat untuk melakukan sesuatu terhadapnya. Maka saya pun pergi meninggalkannya, padahal ia orang yang paling saya cintai, saya pun meninggalkan uang emas yang telah saya berikan. Ya Allah, jika yang saya lakukan itu untuk mengharapkan kemuliaan-Mu, maka lepaskanlah kami dari dalam gua ini”. Maka pintu gua itu pun terbuka sedikit, hanya saja mereka masih belum mampu keluar.

                Orang yang ketiga berkata: “Ya Allah, saya mempekerjakan para pekerja, saya memberikan gaji kepada mereka. Hanya saja ada seorang laki-laki yang tidak mengambil gajinya, ia pergi. Maka saya mengembangkan gajinya hingga menjadi harta yang banyak. Lalu setelah berapa lama ia datang lagi dan berkata: “Wahai hamba Allah, bayarkanlah gaji saya”. Saya katakana kepadanya: “Semua yang engkau lihat ini adalah dari gajimu; ada unta, lembu, kambing dan hamba sahaya”. Pekerja itu berkata: “Wahai hamba Allah, janganlah engkau mengejek”. Saya jawab: “Saya tidak mengejekmu”. Maka pekerja itu pun mengambil semuanya, ia membawanya, tidak meninggalkan walau sedikit pun. Ya Allah, jika yang aku lakukan itu untuk mengharapkan kemuliaan-Mu, maka lepaskanlah kami dari gua ini”. Maka batu besar itu pun bergeser (gua terbuka), lalu mereka pun pergi keluar melanjutkan perjalanan”.



(Hadits riwayat Imam al-Bukhari dan Muslim).

Ber-tawassul Dengan Nabi Muhammad Saw.


Riwayat Tentang Ber-tawassul Sebelum Nabi Muhammad Saw Lahir ke Dunia.


عن عمر بن الخطاب رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : لما اقترف آدم الخطيئة قال يا رب أسألك بحق محمد لما غفرت لي فقال الله : يا آدم و كيف عرفت محمدا و لم أخلقه ؟ قال : يا رب لأنك لما خلقتني بيدك و نفخت في من روحك و رفعت رأسي فرأيت على قوائم العرش مكتوبا لا إله إلا الله محمد رسول الله فعلمت أنك لم تضف إلى اسمك إلى أحب الخلق فقال الله : صدقت يا آدم إنه لأحب الخلق إلي ادعني بحقه فقد غفرت لك و لولا محمد ما خلقتك

Dari Umar bin al-Khattab, ia berkata: Rasulullah Saw bersabda: “Ketika Adam melakukan kesalahan, ia berkata: “Ya Tuhanku, aku memohon kepada-Mu berkat kebenaran Muhammad, ketika Engkau mengampuni aku”. Allah berkata: “Wahai Adam, bagaimana engkau mengenal Muhammad padahal Aku belum menciptakannya?”. Nabi Adam as menjawab: “Ya Allah, karena ketika Engkau menciptakan aku dengan tangan-Mu dan Engkau tiupkan ke dalam diriku dari ruh-Mu dan aku engkat kepalaku, aku lihat di tiang ‘Arsy tertulis: ‘Tiada tuhan selain Allah, Muhammad utusan Allah’. Maka aku pun mengetahui bahwa Engkau tidak akan menambahkan sesuatu kepada nama-Mu melainkan nama orang yang paling Engkau cintai”. Allah berfirman: “Engkau benar wahai Adam, sesungguhnya Muhammad itu makhluk yang paling aku cintai. Berdoalah berkat dirinya, Aku telah mengampuni engkau. Kalaulah bukan karena Muhammad, maka Aku tidak akan menciptakan engkau”.

                Ulama berbeda pendapat tentang hadits ini. Adz-Dzahabi menyatakan ini hadits palsu. Akan tetapi Imam al-Hakim menyebutkan hadits ini dalam al-Mustadrak, ia nyatakan shahih. Disebutkan al-Hafizh as-Suyuthi dalam al-Khasha’ish an-Nabawiyyah, ia nyatakan shahih. Disebutkan al-Baihaqi dalam Dala’il an-Nubuwwah, padahal Imam al-Baihaqi tidak meriwayatkan hadits palsu, begitu ia nyatakan dalam muqaddimah kitabnya. Juga dinyatakan shahih oleh Imam al-Qasthallani dan az-Zarqani dalam al-Mawahib al-Ladunniyyah, as-Subki dalam Syifa’ as-Saqam.

Imam Ibnu Taimiah Berdalil Dengan Hadits Yang Semakna Dengan Hadits Ini:

وقد روى أن الله كتب اسمه على العرش وعلى ما فى الجنة من الأبواب والقباب والأوراق وروى فى ذلك عدة آثار توافق هذه الأحاديث الثابتة التى تبين التنويه باسمه وإعلاء ذكره حينئذ وقد تقدم لفظ الحديث الذى فى المسند عن ميسرة الفجر لما قيل له متى كنت نبيا قال وآدم بين الروح والجسد وقد رواه أبو الحسين بن بشران من طريق الشيخ أبى الفرج بن الجوزى فى الوفا بفضائل المصطفى حدثنا أبو جعفر محمد بن عمرو حدثنا احمد بن اسحاق بن صالح ثنا محمد ابن صالح ثنا محمد بن سنان العوفى ثنا ابراهيم بن طهمان عن يزيد بن ميسرة عن عبد الله بن سفيان عن ميسرة قال قلت يا رسول الله متى كنت نبيا قال لما خلق الله الأرض واستوى إلى السماء فسواهن سبع سموات وخلق العرش كتب على ساق العرش محمد رسول الله خاتم الأنبياء وخلق الله الجنة التى أسكنها آدم وحواء فكتب اسمى على الأبواب والأوراق والقباب والخيام وآدم بين الروح والجسد فلما أحياه الله تعالى نظر الى العرش فرأى اسمى فأخبره الله انه سيد ولدك فلما غرهما الشيطان تابا واستشفعنا باسمى إليه

 وروى أبو نعيم الحافظ فى كتاب دلائل النبوة ومن طريق الشيخ أبى الفرج حدثنا سليمان بن أحمد ثنا أحمد بن رشدين ثنا أحمد بن سعيد الفهرى ثنا عبد الله بن اسماعيل المدنى عن عبد الرحمن بن زيد بن أسلم عن أبيه عن عمر بن الخطاب قال قال رسول الله لما أصاب آدم الخطيئة رفع رأسه فقال يا رب بحق محمد إلا غفرت لى فأوحى اليه وما محمد ومن محمد فقال يا رب إنك لما أتممت خلقى رفعت رأسى الى عرشك فإذا عليه مكتوب لا إله الا الله محمد رسول الله فعلمت أنه أكرم خلقك عليك إذ قرنت اسمه مع اسمك فقال نعم قد غفرت لك وهو آخر الأنبياء من ذريتك ولولاه ما خلقتك فهذا الحديث يؤيد الذى قبله وهما كالتفسير للأحاديث الصحيحة

Diriwayatkan bahwa Allah telah menuliskan nama Muhammad di ‘Arsy, di surga, di pintu-pintunya, di kubah-kubahnya dan di dedaunannya. Diriwayatkan beberapa riwayat yang sesuai dengan hadits-hadits shahih yang menjelaskan agar mengagungkan nama Muhammad dan memuliakan sebutannya pada saat itu. Telah disebutkan sebelumnya lafaz hadits yang terdapat dalam al-Musnad, dari Maisarah al-Fajr, ketika dikatakan kepada Rasulullah Saw: “Sejak bilakah engkau menjadi nabi?”. Rasulullah Saw menjawab: “Sejak Adam antara ruh dan jasad”.

Diriwayatkan oleh Abu al-Husein bin Basyran dari jalur rirwayat Syekh Abu al-Faraj bin al-Jauzi dalam al-Wafa bi Fadha’il al-Musthafa: Abu Ja’far Muhammad bin ‘Amr meriwayatkan kepada kami, Ahmad bin Ishaq bin Shalih meriwayatkan kepada kami, Muhammad bin Shalih meriwayatkan kepada kami, Muhammad bin Sinan al-‘Aufi meriwayatkan kepada kami, Ibrahim bin Thahman meriwayatkan kepada kami, dari Yazid bin Maisarah, dari Abdullah bin Sufyan bin Maisarah, ia berkata: saya berkata kepada Rasulullah: “Wahai Rasulullah, sejak bilakah engkau menjadi nabi?”. Rasulullah Saw menjawab: “Ketika Allah menciptakan bumi, kemudian Allah bersemayam di langit, lalu Allah ciptakan tujuh langit, Allah menciptakan ‘Arsy dan menuliskan di atas kaki ‘Arsy: Muhammad utusan Allah, penutup para nabi. Allah menciptakan surga yang didiami Adam dan Hawa, dituliskan namaku di atas pintu-pintunya, dedaunannya, kubah-kubahnya dan kemahnya. Adam antara ruh dan jasad. Ketika Allah menghidupkannya, ia melihat kepada ‘Arsy, ia lihat namaku, maka Allah memberitahukan kepada Adam, dia (Muhammad) adalah pemimpin anak cucumu. Ketika setan menggoda Adam dan Hawa, maka Adam dan Hawa memohon pertolongan kepada Allah dengan menyebut namaku (Muhammad)”.

Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim al-Hafizh dalam kitab Dala’il an-Nubuwwah dan dari jalur riwayat Syekh Abu al-Faraj, Sulaiman bin Ahmad meriwayatkan kepada kami, Ahmad bin Rasydin meriwayatkan kepada kami, Ahmad bin Sa’id al-Fihri meriwayatkan kepada kami, Abdullah bin Isma’il al-Madani meriwayatkan kepada kami, dari Abdurrahman bin Zaid bin Aslam, dari Bapaknya, dari Umar bin al-Khattab, ia berkata: Rasulullah Saw bersabda: “Ketika Adam melakukan dosa, ia mengangkat kepalanya seraya berkata: “Wahai Tuhanku, berkat kebenaran Muhammad Engkau mengampuni aku”. Diwahyukan kepada Adam: “Siapa Muhammad?”. Adam menjawab: “Wahai Tuhanku, ketika Engkau menyempurnakan penciptaanku, aku angkat kepalaku ke ‘Arsy-Mu, tiba-tiba tertulis di atasnya: Tiada tuhan selain Allah, Muhammad utusan Allah. Maka aku pun mengetahui bahwa dia (Muhammad) makhluk-Mu yang paling mulia bagi-Mu, karena Engkau mendekatkan namanya bersama nama-Mu”. Allah menjawab: “Ya, Aku telah mengampunimu, dialah nabi terakhir dari keturunanmu. Kalaulah bukan karena dia, maka Aku tidak akan menciptakan engkau”. (Ibnu Taimiah melanjutkan komentarnya): “Hadits ini mendukung hadits sebelumnya. Kedua hadits ini sebagai penjelasan hadits-hadits shahih”.

(Sumber: Majmu’ Fatawa Imam Ibn Taimiah: Juz.2, hal.150-151).

Orang-Orang Yahudi Ber-tawassul Dengan Nabi Muhammad Saw Sebelum Beliau Lahir:

قال ابن عباس: كانت يهود خيبر تقاتل غطفان فلما التقوا هزمت يهود، فعادت يهود بهذا الدعاء وقالوا: إنا نسألك بحق النبي الامي الذي وعدتنا أن تخرجه لنا في آخر الزمان إلا تنصرنا عليهم.

قال: فكانوا إذا التقوا دعوا بهذا الدعاء فهزموا غطفان، فلما بعث النبي صلى الله عليه وسلم كفروا، فأنزل

الله تعالى: " وكانوا من قبل يستفتحون على الذين كفروا " أي بك يا محمد، إلى قوله: " فلعنة الله على الكافرين ".

Dari Ibnu ‘Abbas: “Yahudi Khaibar berperang dengan Ghathafan, ketika mereka bertempur, orang-orang Yahudi mengalami kekalahan. Maka orang-orang Yahudi berdoa: “Kami memohon kepada-Mu berkat nabi yang tidak dapat membaca yang telah Engkau janjikan kepada kami yang Engkau keluarkan di akhir zaman, tolonglah kami melawan Ghathafan”. Apabila mereka menghadapi Ghathafan, maka mereka berdoa dengan doa ini, lalu mereka pun dapat mengalahkan Ghathafan. Akan tetapi ketika Rasulullah Saw tiba, mereka kafir kepada Rasulullah Saw, maka Allah turunkan ayat:

Padahal sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir, maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. Maka la'nat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar itu”. (Qs.al-Baqarah [2]: 89).

(Sumber: Tafsir al-Qurthubi: juz.2, hal.27).


Ber-tawassul Ketika Rasulullah Saw Masih Hidup.


عن أبي أمامة بن سهل بن حنيف عن عمه عثمان بن حنيف قال : سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم و جاءه رجل ضرير فشكا إليه ذهاب بصره فقال : يا رسول الله ليس لي قائد و قد شق علي فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم : ائت الميضاة فتوضأ ثم صل ركعتين ثم قل : اللهم إني أسألك و أتوجه إليك بنبيك محمد صلى الله عليه و سلم نبي الرحمة يا محمد إني أتوجه بك إلى ربك فيجلي لي عن بصري اللهم شفعه في و شفعني في نفسي قال عثمان فو الله ما تفرقنا و لا طال بنا الحديث حتى دخل الرجل و كأنه لم يكن به ضر قط

Dari Abu Umamah bin Sahl bin Hunaif, dari pamannya bernama Utsman bin Hunaif, ia berkata: Saya mendengar Rasulullah Saw, datang seorang laki-laki buta mengadu tentang matanya, ia berkata: “Wahai Rasulullah, tidak ada orang yang membimbing saya, ini berat bagi saya”. Maka Rasulullah Saw berkata: “Pergilah ke tempat berwudhu’, maka berwudhu’lah, kemudian shalatlah dua rakaat. Kemudian ucapkan: “Ya Allah, aku memohon kepada-Mu dan menghadap kepada-Mu berkat nabi-Mu Muhammad Saw nabi pembawa rahmat, wahai Muhammad aku menghadap denganmu kepada Tuhanmu, maka tampakkanlah pandanganku, ya Allah jadikanlah ia penolong bagiku dan jadikan aku dapat menolong diriku sendiri”. Utsman berkata: “Demi Allah, belum lama kami berpisah, belum lama kami bercerita, lalu laki-laki itu masuk, seakan-akan ia tidak pernah buta sama sekali”.

Komentar al-Hafizh al-Mundziri:

رواه الترمذي وقال حديث حسن صحيح غريب والنسائي واللفظ له وابن ماجه وابن خزيمة في صحيحه والحاكم وقال صحيح على شرط البخاري ومسلم وليس عند الترمذي ثم صل ركعتين إنما قال فأمره أن يتوضأ فيحسن وضوءه ثم يدعو بهذا الدعاء فذكره بنحوه قال الطبراني بعد ذكر طرقه والحديث صحيح

Diriwayatkan at-Tirmidzi, ia berkata: Hadits hasan shahih gharib. Diriwayatkan an-Nasa’i dengan lafaznya. Diriwayatkan Ibnu Majah dan Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya. Diriwayatkan al-Hakim, ia berkata: “Shahih menurut syarat al-Bukhari dan Muslim). Imam ath-Thabrani berkata setelah menyebutkan beberapa jalur periwayatannya: “Hadits Shahih”.

(Sumber: al-Hafizh al-Mundziri dalam at-Targhib wa at-Tarhib, juz.1, hal.272-273).

Ber-tawassul Ketika Rasulullah Saw Sudah Wafat.


عن أبى أمامة بن سهل بن حنيف عن عمه عثمان بن حنيف أن رجلا كان يختلف إلى عثمان بن عفان فى حاجة له فلقى عثمان بن حنيف فشكا اليه ذلك فقال له عثمان بن حنيف ائت الميضأة فتوضأ ثم ائت المسجد فصل فيه ركعتين ثم قل اللهم إنى أسألك وأتوجه إليك بنبينا محمد صلى الله عليه و سلم نبى الرحمة يامحمد إنى أتوجه بك إلى ربك عز و جل فيقضى لى حاجتى وتذكر حاجتك ورح حتى أروح معك فإنطلق الرجل فصنع ما قال له ثم أتى باب عثمان بن عفان فأجلسه معه على الطنفسة وقال حاجتك فذكر حاجته فقضاها له ثم قال له ما ذكرت حاجتك حتى كانت هذه الساعة وقال ما كانت لك من حاجة فائتنا  ثم إن الرجل خرج من عنده فلقى عثمان بن حنيف فقال له جزاك الله خيرا ما كان ينظر فى حاجتى ولا يلتفت الى حتى كلمته فى فقال له عثمان بن حنيف والله ما كلمته ولكن شهدت رسول الله وأتاه ضرير فشكا اليه ذهاب بصره فقال له النبى أفتصبر فقال يا رسول الله إنه ليس لى قائد وقد شق على فقال له رسول الله ائت الميضأة فتوضأ ثم صل ركعتين ثم ادع بهذه الدعوات فقال عثمان بن حنيف فوالله ما تفرقنا ولا طال بنا الحديث حتى دخل علينا الرجل كأنه لم يكن به ضر قط

Dari Abu Umamah bin Sahl bin Hunaif, dari pamannya bernama Utsman bin Hunaif, bahwa ada seorang laki-laki akan menghadap Khalifah Utsman bin ‘Affan untuk suatu urusan, maka ia pun menemui Utsman bin Hunaif, ia mengadu kepada Utsman bin Hunaif, Utsman bin Hunaif berkata kepadanya: “Pergilah ke tempat wudhu’, kemudian berwudhu’lah, kemudian pergilah ke masjid, shalatlah dua rakaat, kemudian ucapkanlah: “Ya Allah, aku memohon kepada-Mu dan menghadap kepada-Mu berkat nabi-Mu Muhammad Saw nabi pembawa rahmat, ya Muhammad aku menghadap denganmu kepada Tuhanmu, agar Ia menunaikan hajatku”, kemudian ucapkanlah hajatmu. Pergilah, agar aku dapat pergi bersamamu”. Maka laki-laki itu pun pergi, ia melakukan apa yang dikatakan Utsman bin Hunaif. Kemudian ia datang ke pintu Utsman bin ‘Affan, lalu Utsman mendudukkannya bersamanya di atas karpet alas duduk, Utsman bin ‘Affan bertanya: “Apakah keperluanmu?”. Laki-laki itu pun menyebutkan keperluannya, lalu Utsman bin ‘Affan menunaikannya. Kemudian Utsman bin ‘Affan berkata kepadanya: “Engkau tidak menyebutkan keperluanmu hingga saat ini. Jika engkau ada keperluan, maka datanglah kepada kami”. Kemudian laki-laki itu pergi. Lalu ia menemui Utsman bin Hunaif dan berkata: “Semoga Allah memberikan balasan kebaikan kepadamu, sebelumnya Khalifah Utsman bin ‘Affan tidak mau melihat keperluan saya dan tidak menoleh kepada saya hingga engkau menceritakan tentang saya kepadanya”. Utsman bin Hunaif berkata: “Demi Allah, saya tidak pernah menceritakan tentangmu kepada Khalifah Utsman bin ‘Affan, akan tetapi saya menyaksikan Rasulullah Saw, seorang yang buta datang kepadanya mengadu kepadanya tentang penglihatannya yang hilang, maka Rasulullah Saw berkata kepadanya: “Apakah engkau bersabar?”. Laki-laki buta itu menjawab: “Wahai Rasulullah, tidak ada yang membimbing saya, berat bagi saya”. Rasulullah Saw berkata kepadanya: “Pergilah engkau ke tempat wudhu’, berwudhu’lah, kemudian shalatlah dua rakaat, kemudian berdoalah dengan doa ini”. Utsman bin Hunaif berkata: “Demi Allah, tidak berapa lama kami berpisah, tidak berapa lama kami bercerita, hingga laki-laki buta itu datang kepada kami, seakan-akan ia tidak buta sama sekali”.

Pendapat Ibnu Taimiah Terhadap Hadits ini:


قال الطبرانى روى هذا الحديث شعبة عن أبى جعفر واسمه عمر بن يزيد وهو ثقة تفرد به عثمان بن عمر عن شعبة قال أبو عبد الله المقدسى والحديث صحيح

قلت والطبرانى ذكر تفرده بمبلغ علمه ولم تبلغه رواية روح بن عبادة عن شعبة وذلك إسناد صحيح يبين أنه لم ينفرد به عثمان بن عمر

Ath-Thabrani berkata: “Yang meriwayatkan hadits ini adalah Syu’bah dari Abu Ja’far, namanya Umar bin Yazid, ia seorang periwayat yang Tsiqah (terpercaya), hanya Utsman bin Umar yang meriwayatkan dari Syu’bah. Abu Abdillah al-Maqdisi berkata: “Ini hadits shahih”.


Saya (Ibnu Taimiah) katakan: ath-Thabrani menyebutkan hanya Utsman bin Umar yang meriwayatkan, itu pengetahuan ath-Thabrani, karena riwayat Rauh bin ‘Ubadah dari Syu’bah tidak sampai kepada ath-Thabrani. Itu sanad yang shahih yang menjelaskan bahwa Utsman bin Umar tidak meriwayatkan sendirian.


(Sumber: Majmu’ Fatawa Ibn Taimiah, at-Tawassul wa al-Wasilah, juz.1, hal.273).


ابن أبى الدنيا فى كتاب مجابى الدعاء قال حدثنا أبو هاشم سمعت كثير بن محمد ابن كثير بن رفاعة يقول جاء رجل الى عبد الملك بن سعيد بن أبجر فجس بطنه فقال بك داء لا يبرأ قال ما هو قال الدبيلة قال فتحول الرجل فقال الله الله الله ربى لا أشرك به شيئا اللهم إنى أتوجه اليك بنبيك محمد نبى الرحمة تسليما يا محمد إنى أتوجه بك الى ربك وربى يرحمنى مما بى قال فجس بطنه فقال قد برئت ما بك علة

 قلت فهذا الدعاء ونحوه قد روى أنه دعا به السلف

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi ad-Dunia dalam kitab Mujabi ad-Du’a’, ia berkata: Abu Hasyim meriwayatkan kepada kami, ia berkata: Saya mendengar Katsir bin Muhammad bin Katsir bin Rifa’ah berkata: Seorang laki-laki datang kepada Abdul Malik bin Sa’id bin Abjar, ia meraba perut laki-laki itu. Abdul Malik bin Sa’id bin Abjar berkata: “Engkau mengalami penyakit yang tidak dapat disembuhkan”. Orang itu bertanya: “Apakah namanya?”. Ia menjawab: “Dubailah (Bisul besar yang ada di dalam perut, biasanya orang yang terkena penyakit ini berakhir dengan kematian)”. Lalu laki-laki itu berpaling seraya mengucapkan: “Allah Allah Allah Tuhanku, aku tidak mempersekutukannya dengan sesuatu apa pun. Ya Allah, aku menghadap kepada-Mu berkat nabi-Mu Muhammad nabi pembawa rahmat dan keselamatan, wahai Muhammad sesungguhnya aku menghadap denganmu kepada Tuhanmu dan Tuhanku agar ia merahmati aku dan apa yang menimpaku”. Abdul Malik bin Sa’id bin Abjar kembali meraba perut laki-laki itu, ia berkata: “Engkau telah sembuh, tidak ada penyakit pada dirimu”.

Komentar Ibnu Taimiah:

Doa seperti ini dan sejenisnya adalah doa yang biasa diucapkan kalangan Salaf.

(Sumber: Majmu’ Fatawa Ibn Taimiah: juz.1, hal.264).

Imam Ahmad bin Hanbal Memperbolehkan Ber-tawassul Dengan Nabi Muhammad Saw:

قال أحمد في منسكه الذي كتبه للمروزي صاحبه إنه يتوسل بالنبي صلى الله عليه و سلم في دعائه ولكن غير أحمد قال : إن هذا إقسام على الله به ولا يقسم على الله بمخلوق وأحمد في إحدى الروايتين قد جوز القسم به فلذلك جوز التوسل به

Imam Ahmad bin Hanbal berkata dalam al-Mansak yang ditulis oleh al-Marwazi sahabatnya, bahwa Imam Ahmad bin Hanbal bertawassul dengan nabi Muhammad Saw dalam doanya, akan tetapi selain Imam Ahmad bin Hanbal berkata: “Sesungguhnya ini bersumpah kepada Allah demi nabi Muhammad Saw, tidak boleh bersumpah kepada Allah demi makhluk”. Dalam salah satu riwayat dari Imam Ahmad disebutkan bahwa Imam Ahmad membolehkan sumpah demi Nabi Muhammad Saw, dengan demikian berarti Imam Ahmad membolehkan tawassul dengan Nabi Muhammad Saw.

(Sumber: al-Fatawa al-Kubra, Ibnu Taimiah, juz.2, hal.422).

ZIKIR JAHR BERAMAI-RAMAI.

Banyak ayat-ayat al-Qur’an menyebut kata zikir dalam bentuk jamak.


Firman Allah Swt:


الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ


(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring”. (Qs. Al ‘Imran [3]:  191).


Firman Allah Swt:


وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا


“Laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar”. (Qs. Al-Ahzab [33]: 35).


Firman Allah Swt:


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا (41) وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا (42)


“Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang”. (Qs. Al-Ahzab [33]: 41-42).

Hadits-Hadits Tentang Zikir Beramai-ramai.

Hadits Pertama:

عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم «إن لله ملائكة يطوفون في الطرق يتلمسون أهل الذكر فإذا وجدوا قوما يذكرون الله تنادوا هلموا إلى حاجتكم قال: فيحفونهم بأجنحتهم إلى السماء الدنيا قال: فيسألهم ربهم وهو أعلم منهم: ما يقول عبادي؟ قال: يقولون يسبحونك ويكبرونك ويحمدونك ويمجدونك قال فيقول: هل رأوني؟ قال فيقولون لا والله ما رأوك قال: فيقول: كيف لو رأوني؟ قال يقولون لو رأوك كانوا أشد لك عبادة وأشد لك تمجيدا وأكثر لك تسبيحا قال يقول فما يسألوني؟ قال: يسألونك الجنة قال: يقول: وهل رأوها؟قال يقولون لا والله يا رب ما رأوها قال يقول فكيف لو أنهم رأوها؟ قال فيقلون لو أنهم راوها كانوا أشد عليها حرصا وأشد لها طلبا وأعظم فيها رغبة قال فمم يتعوذون ؟ قال: يقولون من النار قال يقول وهل رأوها ؟ قال يقولون لا والله ما رأوها قال يقول فكيف لو رأوها؟ قال يقولون لو رأوها كانوا أشد منها فرارا وأشد لها مخافة قال فيقول : فأشهدكم أني قد غفرت لهم قال يقول ملك من الملائكة فيهم فلان ليس منهم إنما جاء لحاجة قال: هم الجلساء لا يشقى بهم جليسهم

Dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya Allah Swt memiliki para malaikat yang berkeliling di jalan-jalan mencari ahli zikir, apabila para malaikat itu menemukan sekelompok orang berzikir, maka para malaikat itu saling memanggil: “Marilah kamu datang kepada apa yang kamu cari”. Para malaikat itu menutupi majlis zikir itu dengan sayap-sayap mereka hingga ke langit dunia. Tuhan mereka bertanya kepada mereka, Allah Maha Mengetahui daripada mereka: “Apa yang dikatakan hamba-hamba-Ku?”. Malaikat menjawab: “Mereka bertasbih mensucikan-Mu, bertakbir mengagungkan-Mu, bertahmid memuji-Mu, memuliakan-Mu”. Allah bertanya: “Apakah mereka pernah melihat Aku?”. Malaikat menjawab: “Demi Allah, mereka tidak pernah melihat Engkau”. Allah berkata: “Bagaimana jika mereka melihat Aku?”. Para malaikat menjawab: “Andai mereka melihat-Mu, tentulah ibadah mereka lebih kuat, pengagungan mereka lebih hebat, tasbih mereka lebih banyak”. Allah berkata: “Apa yang mereka mohon kepada-Ku?”. Malaikat menjawab: “Mereka memohon surga-Mu”. Allah berkata: “Apakah mereka pernah melihat surga?”. Malaikat menjawab: “Demi Allah, mereka tidak pernah melihatnya”. Allah berkata: “Bagaimana jika mereka melihatnya?”. Malaikat menjawab: “Andai mereka pernah melihat surga, pastilah mereka lebih bersemangat untuk mendapatkannya, lebih berusaha mencarinya dan lebih hebat keinginannya”. Allah berkata: “Apa yang mereka mohonkan supaya dijauhkan?”. Malaikat menjawab: “Mereka mohon dijauhkan dari neraka”. Allah berkata: “Apakah mereka pernah melihat neraka?”. Malaikat menjawab: “Demi Allah, mereka tidak pernah melihatnya”. Allah berkata: “Bagaimana jika mereka pernah melihatnya?”. Malaikat menjawab: “Pastilah mereka lebih kuat melarikan diri dari nereka dan lebih takut”. Allah berkata: “Aku persaksikan kepada kamu bahwa Aku telah mengampuni orang-orang yang berzikir itu”. Ada satu malaikat berkata: “Ada satu diantara mereka yang bukan golongan orang berzikir, mereka datang karena ada suatu keperluan saja”. Allah berkata: “Mereka adalah teman duduk yang tidak menyusahkan teman duduknya”. (Hadits riwayat Imam al-Bukhari, Muslim, at-Tirmidzi dan Ahmad bin Hanbal).

Hadits Kedua:

عن جابر رضي الله عنه قال: خرج علينا النبي صلى الله عليه وآله وسلم فقال: يا أيها الناس إن لله سرايا من الملائكة تحل وتقف على مجالس الذكر في الأرض فارتعوا في رياض الجنة قالوا وأين رياض الجنة؟ قال: مجالس الذكر فاغدوا وروحوا في ذكر الله وذكروا أنفسكم من كان يحب أن يعلم منزلته عند الله فلينظر كيف منزلة الله عنده فإن الله ينزل العبد منه حيث أنزله من نفسه.

Dari Jabir, ia berkata: “Rasulullah Saw keluar menemui kami, ia berkata: “Wahai manusia, sesungguhnya Allah Swt memiliki sekelompok pasukan malaikat yang menempati dan berhenti di majlis-majlis zikir di atas bumi, maka nikmatilah taman-taman surga”. Para shahabat bertanya: “Di manakah taman-taman surga itu?”. Rasulullah Saw menjawab: “Majlis-majlis zikir. Maka pergilah, bertenanglah dalam zikir kepada Allah dan jadikanlah diri kamu berzikir mengingat Allah. Siapa yang ingin mengetahui kedudukannya di sisi Allah, maka hendaklah ia melihat bagaimana kedudukan Allah bagi dirinya. sesungguhnya Allah menempatkan seorang hamba di sisi-Nya sebagaimana hamba itu menempatkan Allah bagi dirinya”. (Hadits riwayat Al-Hakim dalam al-Mustadrak).

Komentar Imam al-Hakim terhadap hadits ini:

هذا حديث صحيح الإسناد و لم يخرجاه


Hadits ini sanadnya shahih, tapi tidak disebutkan Imam al-Bukhari dan Muslim dalam kitab mereka.

Hadits Ketiga:

وعن أنس رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم «إذا مررتم برياض الجنة فارتعوا قالوا يا رسول الله وما رياض الجنة؟ قال : حلق الذكر.

Dari Anas, ia berkata: Rasulullah Saw bersabda: “Apabila kamu melewati taman surga, maka nikmatilah”, para shahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah taman surga itu?”. Rasulullah Saw menjawab: Halaqah-halaqah (lingkaran-lingkaran) majlis zikir”. (HR. At-Tirmidzi).

Komentar Syekh al-Albani terhadap hadits ini: Hadits Hasan. (Dalam Shahih wa Dha’if Sunan at-Tirmidzi).

Hadits Keempat:

عن أبي سعيد الخدري قال خرج معاوية إلى المسجد فقال ما يجلسكم قالوا جلسنا نذكر الله قال آلله ما أجلسكم إلا ذاك قالوا والله ما أجلسنا إلا ذاك قال أما إني لم أستحلفكم تهمة لكم وما كان أحد بمنزلتي من رسول الله صلى الله عليه وسلم أقل حديثا عنه مني إن رسول الله صلى الله عليه وسلم خرج على حلقة من أصحابه فقال ما يجلسكم قالوا جلسنا نذكر الله ونحمده لما هدانا للإسلام ومن علينا به فقال آلله ما أجلسكم إلا ذاك قالوا آلله ما أجلسنا إلا ذاك قال أما إني لم أستحلفكم لتهمة لكم إنه أتاني جبريل فأخبرني أن الله يباهي بكم الملائكة

Dari Abu Sa’id al-Khudri, ia berkata: Mu’awiyah pergi ke masjid, ia berkata: “Apa yang membuat kamu duduk?”. Mereka menjawab: “Kami duduk berzikir mengingat Allah”. Ia bertanya: “Demi Allah, apakah  kamu duduk hanya karena itu?”. Mereka menjawab: “Demi Allah, hanya itu yang membuat kami duduk”. Mu’awiyah berkata: “Aku meminta kamu bersumpah, bukan karena aku menuduh kamu, tidak seorang pun yang kedudukannya seperti aku bagi Rasulullah Saw yang hadits riwayatnya lebih sedikit daripada aku, sesungguhnya Rasulullah Saw keluar menemui halaqah (lingkaran) majlis zikir para shahabatnnya, Rasulullah Saw bertanya: “Apa yang membuat kamu duduk?”. Para shahabat menjawab: “Kami duduk berzikir dan memuji Allah karena telah memberikan hidayah Islam dan nikmat yang telah Ia berikan kepada kami”. Rasulullah Saw berkata: “Demi Allah, kamu hanya duduk karena itu?”. Mereka menjawab: “Demi Allah, kami duduk hanya karena itu”. Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya aku meminta kamu bersumpah, bukan karena aku menuduh kamu, sesungguhnya malaikat Jibril telah datang kepadaku, ia memberitahukan kepadaku bahwa Allah membanggakan kamu kepada para malaikat”. (Hadits riwayat Imam at-Tirmidzi).

Komentar Syekh al-Albani terhadap hadits ini: Hadits Shahih. (Dalam Shahih wa Dha’if Sunan at-Tirmidzi).


Hadits Kelima:

كان سلمان في عصابة يذكرون الله فمر بهم رسول الله صلى الله عليه و سلم فجاءهم قاصدا حتى دنا منهم فكفوا عن الحديث إعظاما لرسول الله صلى الله عليه و سلم فقال : ما كنتم تقولون فإني رأيت الرحمة تنزل عليكم فأحببت أن أشارككم فيها

و قد احتجا بجعفر بن سليمان فأما أبو سلمة سيار بن حاتم الزاهد فإنه عابد عصره و قد أكثر أحمد بن حنبل الرواية عنه

Salman al-Farisi bersama sekelompok shahabat berzikir, lalu Rasulullah Saw melewati mereka, Rasulullah Saw datang kepada mereka dan mendekat. Lalu mereka berhenti karena memuliakan Rasulullah Saw. Rasulullah Saw bertanya: “Apa yang kamu ucapkan? Aku melihat rahmat turun kepada kamu, aku ingin ikut serta dengan kamu”. (Hadits riwayat Imam al-Hakim).

Komentar Imam al-Hakim terhadap hadits ini:

هذا حديث صحيح و لم يخرجاه


Ini hadits shahih, tidak disebutkan Imam al-Bukhari dan Muslim dalam kitab mereka.

Komentar Imam adz-Dzahabi:

تعليق الذهبي قي التلخيص : صحيح

Komentar Imam adz-Dzahabi dalam kitab at-Talkhish: Hadits Shahih.

Hadits Keenam:

وعن عبد الله بن الزبير قال : كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا سلم من صلاته يقولبصوته الأعلى : " لا إله إلا الله وحده لا شريك له له الملك وله الحمد وهو على كل شيء قدير لا حول ولا قوة إلا بالله لا إله إلا الله لا إله إلا الله ولا نعبد إلا إياه له النعمة وله الفضل وله الثناء الحسن لا إله إلا الله مخلصين له الدين ولو كره الكافرون " . رواه مسلم

Dari Abdullah bin az-Zubair, ia berkata: Rasulullah Saw apabila telah salam dari shalat, ia mengucapkan dengan suara yang tinggi:

لا إله إلا الله وحده لا شريك له له الملك وله الحمد وهو على كل شيء قدير لا حول ولا قوة إلا بالله لا إله إلا الله لا إله إلا الله ولا نعبد إلا إياه له النعمة وله الفضل وله الثناء الحسن لا إله إلا الله مخلصين له الدين ولو كره الكافرون

Komentar Syekh al-Albani dalam Misykat al-Mashabih: Hadits Shahih.




Hadits Ketujuh:

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « يَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِى بِى وَأَنَا مَعَهُ حِينَ يَذْكُرُنِى إِنْ ذَكَرَنِى فِى نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِى نَفْسِى وَإِنْ ذَكَرَنِى فِى مَلإٍ ذَكَرْتُهُ فِى مَلإٍ هُمْ خَيْرٌ مِنْهُمْ وَإِنْ تَقَرَّبَ مِنِّى شِبْرًا تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَىَّ ذِرَاعًا تَقَرَّبْتُ مِنْهُ بَاعًا وَإِنْ أَتَانِى يَمْشِى أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً ».

Dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah Saw bersabda: Allah Swt berfirman: “Aku menurut prasangka hamba-Ku kepada-Ku. Aku bersamanya ketika ia berzikir mengingat Aku. Jika ia berzikir sendirian, maka Aku menyebutnya di dalam diriku. Jika ia berzikir bersama kelompok orang banyak, maka aku menyebutnya dalam kelompok yang lebih baik dari kelompok mereka. Jika ia mendekat satu jengkal kepadaku, maka Aku mendekat satu hasta kepdanya. Jika ia mendekat satu hasta, maka Aku mendekat satu lengan kepadanya. Jika ia datang berjalan, maka Aku akan datang kepadanya dengan berlari”. (Hadits riwayat al-Bukhari dan Muslim).

Hadits Kedelapan:

أَنَّ رَفْعَ الصَّوْتِ بِالذِّكْرِ حِينَ يَنْصَرِفُ النَّاسُ مِنَ الْمَكْتُوبَةِ كَانَ عَلَى عَهْدِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم-. وَأَنَّهُ قَالَ قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ كُنْتُ أَعْلَمُ إِذَا انْصَرَفُوا بِذَلِكَ إِذَا سَمِعْتُهُ.

Sesungguhnya mengeraskan suara ketika berzikir setelah selesai shalat wajib sudah ada sejak zaman Rasulullah Saw. Ibnu Abbas berkata: “Aku tahu bahwa mereka telah selesai shalat ketika aku mendengarnya (zikir dengan suara jahr)”. (Hadits riwayat al-Bukhari dan Muslim).

Hadits Kesembilan:

ما من قوم يذكرون الله إلا حفت بهم الملائكة وغشيتهم الرحمة ونزلت عليهم السكينة وذكرهم الله فيمن عنده

Tidaklah sekelompok orang berzikir mengingat Allah, melainkan para malaikat mengelilingi mereka, mereka diliputi rahmat Allah, turun ketenangan kepada mereka dan mereka dibanggakan Allah kepada para malaikat yang ada di sisi-Nya. (Hadits riwayat Imam at-Tirmidzi).

Komentar Syekh al-Albani dalam shahih wa dha’if Sunan at-Tirmidzi: Hadits Shahih.

Hadits Kesepuluh:

عن أنس بن مالك عن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال : ما من قوم اجتمعوا يذكرون الله لا يريدون بذلك الا وجهه الا ناداهم مناد من السماء ان قوموا مغفورا لكم قد بدلت سيئاتكم حسنات

Dari Anas bin Malik, dari Rasulullah Saw, beliau bersabda: “Sekelompok orang berkumpul berzikir mengingat Allah, tidak mengharapkan kecuali keagungan Allah, maka ada malaikat dari langit yang memanggil mereka: “Berdirilah kamu, dosa-dosa kamu telah diganti dengan kebaikan”.

Hadits riwayat Imam Ahmad bin Hanbal dalam kitab al-Musnad.

Komentar Syekh Syu’aib al-Arna’uth tentang hadits ini:

صحيح لغيره، وهذا إسناد حسن


Shahih li ghairihi, sanad ini sanad hasan.

Hadits Kesebelas:

عن أنس رضي الله عنه عن رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم قال «لأن أذكر الله تعالى مع قوم بعد صلاة الفجر إلى طلوع الشمس أحب الي مما طلعت عليه الشمس ولأن أذكر الله مع قوم بعد صلاة العصر إلى أن تغيب الشمس أحب إلي من الدنيا وما فيها.

Dari Anas, dari Rasulullah Saw, beliau bersabda: “Aku berzikir mengingat Allah bersama orang banyak setelah shalat shubuh hingga terbit matahari lebih aku sukai daripada terbitnya matahari. Aku berzikir bersama orang banyak setelah shalat ashar hingga tenggelam matahari lebih aku sukai daripada dunia dan seisinya”. (Hadits riwayat Imam as-Suyuthi dalam kitab al-Jami’ ash-Shaghir dengan tanda: Hadits Hasan).

Pendapat Ulama Tentang Zikir Jahr.

Pendapat Imam as-Suyuthi:

سألت أكرمك الله عما اعتاده السادة الصوفية من عقد حلق الذكر والجهر به في المساجد ورفع الصوت بالتهليل وهل ذلك مكروه أو لا.

الجواب - إنه لا كراهة في شيء من ذلك وقد وردت أحاديث تقتضي استحباب الجهر بالذكر وأحاديث تقتضي استحباب الأسرار به والجمع بينهما أن ذلك يختلف باختلاف الأحوال والأشخاص كما جمع النووي بمثل ذلك بين الأحاديث الواردة باستحباب الجهر بقراءة القرآن والواردة باستحباب الأسرار بها

Pertanyaan ditujukan kepada Imam as-Suyuthi tentang kebiasaan kalangan Tasauf membuat lingkaran zikir dan berzikir jahr di masjid-masjid serta mengeraskan suara ketika ber-tahlil, apakah itu makruh atau tidak?

Jawaban:

Perbuatan itu tidak makruh, terdapat beberapa hadits yang menganjurkan zikir jahr dan hadits-hadits yang menganjurkan zikir sirr. Kombinasi antara keduanya bahwa jahr dan sirr berbeda sesuai perbedaan kondisi dan orang yang berzikir, sebagaimana yang digabungkan Imam an-Nawawi tentang hadits-hadits berkaitan dengan anjuran membaca al-Qur’an dengan cara jahr dan sirr.

(al-Hawi li al-Fatawa, Imam as-Suyuthi, juz.II, hal.81. lihat selengkapnya, Imam as-Suyuthi memuat 25 hadits tentang zikir jahr).

Pendapat Syekh Abdul Wahhab asy-Sya’rani:

وقال الشيخ عبدالوهاب الشعراني رحمه الله تعالى (وأجمعوا على انه يجب على المريد الجهر بالذكر بقوة تامة بحيث لا يبقى منه متسع إلا ويهتز من فوق رأسه إلى إصبع قدميه).

Syekh Abdul Wahhab asy-Sya’rani berkata: “Para ulama sepakat bahwa wajib bagi seorang murid men-jahr-kan zikir dengan kekuatan yang sempurna hingga tidak ada yang luang melainkan bergetar dari atas kepala hingga jari-jari kedua kaki”. (Al-Anwar al-Qudsiyyah, juz.1 hal, 38).


Bagaimana Dengan Ayat Memerintahkan zikir Sirr?

﴿واذكر ربك في نفسك تضرعا وخفية ودون الجهر من القول﴾


Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara”. (Qs. al-A’raf [7]: 205).

Imam as-Suyuthi memberikan jawaban dalam kitab Natijat al-Fikr fi al-Jahr bi adz-Dzikr:

الأول: إنها مكية لأنها من الأعراف وهي مكية كآية الإسراء﴿ولا تجهر بصلاتك ولا تخافت بها﴾ وقد نزلت حين كان النبي صلى الله عليه وآله وسلم يجهر بالقرآن فيسمعه المشركون فيسبون القرآن ومن أنزله فامره الله بترك الجهر سدا للذريعة كما نهى عن سب الأصنام في قوله: ﴿ولا تسبوا الذين يدعون من دون الله فيسبوا الله عدوا بغير علم﴾ وقد زال هذا المعنى.

Pertama: ayat ini turun di Mekah, karena bagian dari surat al-A’raf, surat ini turun di Mekah, seperti ayat dalam surat al-Isra’: “Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu”. (Qs. al-Isra’ [17 ]: 110), ayat ini turun ketika Rasulullah Saw membaca al-Qur’an secara jahr lalu didengar orang-orang musyrik, lalu mereka mencaci maki al-Qur’an dan Allah yang menurunkannya, maka Allah memerintahkan agar jangan membaca jahr untuk menutup pintu terhadap perbuatan tersebut, sebagaimana dilarang mencaci-maki berhala dalam ayat: “Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan”. (Qs. al-An’am [6 ]: 108).

والثاني: أن جماعة من المفسرين منهم عبدالرحمن بن يزيد بن أسلم شيخ مالك وابن جرير حملوا الآية على الذكرحال قراءة القرآن وأنه أمره بالذكر على هذه الصفة تعظيما للقرآن الكريم أن ترفع الأصوات عنده ويقويه اتصاله بقوله تعالى ﴿وإذا قرئ القرآن فاستمعوا له وانصتوا لعلكم ترحمون﴾

Kedua: sekelompok ahli Tafsir, diantara mereka Abdurrahman bin Yazid bin Aslam guru Imam Malik dan Ibnu Jarir memaknai perintah zikir sirr ini ketika ada bacaan al-Qur’an. Diperintahkan zikir sirr ketika ada bacaan al-Qur’an untuk mengagungkan al-Qur’an. Ini kuat hubungannya dengan ayat: “Dan apabila dibacakan Al Quran, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat”. (Qs. al-A’raf [7 ]: 204).

الثالث: ما ذكره علماء الصوفية من أن الأمر في الآية خاص بالنبي صلى الله عليه وآله وسلم واما غيره فمن هو محل الوساوس والخواطر فمأمور بالجهر لأنه أشد تأثيرا في دفعها

Ketiga: Sebagaimana yang disebutkan para ulama Tasauf bahwa perintah dalam ayat ini khusus kepada Rasulullah Saw, adapun kepada selain Rasulullah Saw maka mereka adalah tempatnya was-was dan lintasan hati, maka diperintahkan zikir jahr karena zikir jahr itu lebih kuat pengaruhnya dalam menolak was-was.


Bagaimana Dengan Ayat Yang Memerintahkan Sirr?

﴿ادعوا ربكم تضرعا وخفية إنه لا يحب المعتدين﴾


“Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”. (Qs. Al-A’raf [ ]: 55).

Jawaban:

احدهما: أن الراجح في تفسيره أنه تجاوز المأمور أو اختراع دعوة لا أصل لها في الشرع فعن عبدالله بن مغفل رضي الله عنه أنه سمع ابنه يقول: (اللهم إني أسألك القصر الأبيض عن يمين الجنة فقال إني سمعت رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم يقول«يكون في الأمة قوم يعتدون في الدعاء والطهور» وقرأ هذه الآية فهذا تفسير صحابي وهو أعلم بالمراد).

Pertama: Pendapat yang kuat tentang makna melampaui batas dalam ayat ini adalah melampaui batas yang diperintahkan, atau membuat-buat doa yang tidak ada dasarnya dalam syariat Islam, diriwayatkan dari Abdullah bin Mughaffal, ia mendengar anaknya berdoa: “Ya Allah, aku memohon kepada-Mu istana yang putih di sebelah kanan surga”, maka Abdullah bin Mughaffal berkata: “Aku pernah mendengar Rasulullah Saw bersabda: “Ada di antara ummatku suatu kaum yang melampaui batas dalam berdoa dan bersuci. Kemudian ia membaca ayat ini: “Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”. (Qs. Al-A’raf [ 7]: 55). Ini penafsiran seorang shahabat nabi tentang ayat ini, ia lebih mengetahui maksud ayat ini.

الثاني: على تقدير التسليم فالآية في الدعاء لا في الذكر والدعاء بخصوصه الأفضل فيه الإسرار لأنه أقرب إلى الإجابة ولذا قال تعالى ﴿إذ نادى ربه نداء خفيا﴾.

Kedua: ayat ini tentang doa, bukan tentang zikir. Doa secara khusus lebih utama dengan sirr, karena lebih dekat kepada dikabulkan, sebagaimana firman Allah: “Yaitu tatkala ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut”. (Qs. Maryam [19]: 3).









Amal Dari Yang Hidup Untuk Yang Telah Wafat.


Haji.


روى البخارى عن ابن عباس رضى الله عنهما أن امرأة من جهينة جاءت إلى النبى صلى الله عليه وسلم فقالت : إن أمى نذرت أن تحج ولم تحج حتى ماتت ، أفأحج عنها؟ قال "نعم ، حجى عنها ، أرأيت لو كان على أمك دين أكنت قاضيته ؟ اقضوا فالله أحق بالوفاء " .

Al-Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas, seorang perempuan dari Juhainah datang menghadap Rasulullah Saw seraya berkata: “sesungguhnya ibu saya bernazar untuk melaksanakan ibadah haji. Ia belum melaksanakan ibadah haji. Kemudian ia meninggal dunia. Apakah saya boleh menghajikannya?”. Rasulullah Saw menjawab: “Ya, laksanakanlah haji untuknya. Menurut pendapatmu, jika ibumu punya hutang, apakah engkau akan membayarkannya? Laksanakanlah, karena hutang kepada Allah lebih layak untuk ditunaikan”.


عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- سَمِعَ رَجُلاً يَقُولُ لَبَّيْكَ عَنْ شُبْرُمَةَ. قَالَ « مَنْ شُبْرُمَةَ ». قَالَ أَخٌ لِى أَوْ قَرِيبٌ لِى. قَالَ « حَجَجْتَ عَنْ نَفْسِكَ ». قَالَ لاَ. قَالَ « حُجَّ عَنْ نَفْسِكَ ثُمَّ حُجَّ عَنْ شُبْرُمَةَ ».

Dari Ibnu Abbas, sesungguhnya Rasulullah Saw mendengar seorang laki-laki mengucapkan: “Aku menyambut panggilan-Mu untuk Syubrumah”.


Rasulullah Saw bertanya: “Siapakah Syubrumah?”.


Ia menjawab: “Saudara saya”, atau: “Kerabat saya”.


Rasulullah Saw bertanya: “Apakah engkau sudah melaksanakan haji untuk dirimu sendiri?”.


Ia menjawab: “Belum”.


Rasulullah Saw berkata: “Laksanakanlah haji untuk dirimu, kemudian hajikanlah Syubrumah”.


(HR. Abu Daud).

Puasa.


عَنْ عَائِشَةَ - رضى الله عنها - أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ « مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيَامٌ صَامَ عَنْهُ وَلِيُّهُ» .

Dari Aisyah, sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda: “Siapa yang mati, ia masih punya hutang puasa, maka walinya melaksanakan puasa untuknya”. (Hadits shahih riwayat al-Bukhari dan Muslim, bahkan Imam Muslim memuatnya dalam Bab: Qadha’ Puasa Untuk Mayat).


Apa pendapat ulama tentang hadits ini?


وَقَالَ الْبَيْهَقِيُّ فِي " الْخِلَافِيَّات " : هَذِهِ الْمَسْأَلَة ثَابِتَة لَا أَعْلَم خِلَافًا بَيْن أَهْل الْحَدِيث فِي صِحَّتهَا فَوَجَبَ الْعَمَل بِهَا ، ثُمَّ سَاقَ بِسَنَدِهِ إِلَى الشَّافِعِيّ قَالَ : كُلّ مَا قُلْت وَصَحَّ عَنْ النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خِلَافه فَخُذُوا بِالْحَدِيثِ وَلَا تُقَلِّدُونِي .

Imam al-Baihaqi berkata dalam al-Khilafiyyat: “Masalah ini (masalah puasa untuk mayat) adalah kuat, saya tidak mengetahui ada perbedaan di kalangan ahli hadits tentang keshahihannya, oleh sebab itu wajib diamalkan”. Kemudian al-Baihaqi menyebutkan dengan sanadnya kepada Imam Syafi’i, Imam Syafi’i berkata: “Semua yang aku katakan, ternyata ada hadits shahih dari nabi yang berbeda dengan itu, maka ambillah hadits, jangan ikuti pendapatku”. (Fath al-Bari, Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalani: juz. 6, hal. 212).

Sedekah.


عن سعد بن عبادة قال قلت يا رسول الله إن أمي ماتت أفأتصدق عنها قال نعم قلت فأي الصدقة أفضل قال سقي الماء .

Dari Sa’ad bin ‘Ubadah, ia berkata: “Saya bertanya kepada Rasulullah, sesungguhnya ibu saya meninggal dunia, apakah saya bersedekah untuknya?”. Rasulullah Saw menjawab: “Ya”. Saya bertanya: “apakah sedekah yang paling utama?”. Rasulullah Saw menjawab: “Memberi air minum”.


(Hadits riwayat an-Nasa’i, status hadits ini: hadits hasan menurut al-Albani).

Bacaan Al-Qur’an.


وفي المغني لابن قدامة: قال أحمد بن حنبل، الميت يصل إليه كل شئ من الخير، للنصوص الواردة فيه، ولان المسلمين يجتمعون في كل مصر ويقرءون ويهدون لموتاهم من غير نكير، فكان إجماعا.

Dalam kitab al-Mughni karya Ibnu Qudamah: Imam Ahmad bin Hanbal berkata: “Mayat, semua kebaikan sampai kepadanya, berdasarkan nash-nash yang ada tentang itu, karena kaum muslimin berkumpul di setiap tempat, membaca (al-Qur’an) dan menghadiahkan bacaannya kepada orang yang sudah meninggal tanpa ada yang mengingkari, maka ini sudah menjadi Ijma’.


(Fiqh as-Sunnah, Syekh Sayyid Sabiq: juz.1, hal.569).


Pendapat Imam Ibnu Qayyim al-Jauziah Murid Imam Ibnu Taimiah:


وأما قراءة القرآن وإهداؤها له تطوعا بغير أجرة فهذا يصل إليه كما يصل ثواب الصوم والحج

Adapun bacaan al-Qur’an dan menghadiahkan bacaannya secara sukarela tanpa upah, maka pahalanya sampai sebagaimana sampainya pahala puasa dan haji.


(sumber: kitab ar-Ruh, Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah, halaman: 142).

Bacaan al-Qur’an Untuk Orang Yang Telah Meninggal Dunia.


(Dikutip Dari Kitab: al-Fiqh al-Islâmy wa Adillatuhu [The Islamic Jurisprudence and It’s Evidences]. Penulis: Syekh Wahbah az-Zuhaili. Juz. 1, Hal. 1579 -  1581. Dar al-Fikr, Damascus. Cetakan ke: IV, tahun 1418H/1997M.

خامساً ـ القراءة على الميت وإهداء الثواب له:

ههنا مسائل للفقهاء[1]:

أ ـ أجمع العلماء على انتفاع الميت بالدعاء والاستغفار بنحو «اللهم اغفر له، اللهم ارحمه» ، والصدقة، وأداء الواجبات البدنية ـ المالية التي تدخلها النيابة كالحج، لقوله تعالى: {والذين جاءوا من بعدهم يقولون: ربنا اغفر لنا ولإخواننا الذين سبقونا بالإيمان} [الحشر:10/59] وقوله سبحانه: {واستغفر لذنبك وللمؤمنين والمؤمنات} [محمد:19/47]، ودعا النبي صلّى الله عليه وسلم لأبي سلمة حين مات، وللميت الذي صلى عليه في حديث عوف بن مالك، ولكل ميت صلى عليه. وسأل رجل النبي صلّى الله عليه وسلم فقال: «يا رسول الله ، إن أمي ماتت، فينفعها إن تصدقت عنها؟ قال: نعم»[2]، وجاءت امرأة إلى النبي صلّى الله عليه وسلم فقالت: «يا رسول الله ، إن فريضة الله في الحج أدركت أبي شيخاً كبيراً، لا يستطيع أن يثبت على الراحلة، أفأحج عنه؟ قال: أرأيت لو كان على أبيك دين أكنت قاضيته؟ قالت: نعم، قال: فدين الله أحق أن يقضى»[3] وقال للذي سأله: «إن أمي ماتت وعليها صوم شهر، أفأصوم عنها؟ قال: نعم» .

قال ابن قدامة: وهذه أحاديث صحاح، وفيها دلالة على انتفاع الميت بسائر القرب؛ لأن الصوم والدعاء والاستغفار عبادات بدنية، وقد أوصل الله نفعها إلى الميت، فكذلك ما سواها.

Kelima: Bacaan al-Qur’an Untuk Orang Yang Telah Meninggal Dunia dan Menghadiahkan Pahala Bacaannya Kepada Orang Yang Telah Meninggal Tersebut.

Dalam masalah ini ada beberapa pendapat ulama ahli Fiqh[4]:

a. Ulama telah Ijma’ (kesepakatan) bahwa orang yang telah maninggal dunia mendapat manfaat dari doa dan permohonan ampunan (istighfar) dari orang yang masih hidup, seperti doa:

اللهم اغفر له، اللهم ارحمه


“Ya Allah ampunilah dia, ya Allah kasihilah dia”.

Sedekah, menunaikan kewajiban-kewajiban yang bersifat badani (fisik) dan maly (harta) yang bisa diwakilkan seperti ibadah haji, berdasarkan firman Allah Swt:

وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ


“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: "Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami”. (Qs. Al-Hasyr [59]: 10). Dan firman Allah:

واستغفر لذنبك وللمؤمنين والمؤمنات


“Dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan”. (Qs. Muhammad [47]: 19).

Doa Rasulullah Saw untuk Abu Salamah ketika ia meninggal dunia dan doa beliau untuk mayat yang beliau shalatkan, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits ‘Auf bin Malik dan setiap mayat yang dishalatkan.

Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, ibu saya telah meninggal, jika saya bersedekah, apakah sedekah itu bermanfaat baginya?”. Rasulullah Saw menjawab, “Ya”[5].

Seorang perempuan datang menghadap Rasulullah Saw seraya berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah mewajibkan ibadah haji, saya dapati ayah saya telah lanjut usia, ia tidak mampu duduk tetap diatas hewan tunggangan, bolehkah saya melaksanakan ibadah haji untuknya?”. Rasulullah Saw menjawab, “Jika ayahmu memiliki hutang, apakah menurutmu engkau dapat membayarkannya?”. Perempuan itu menjawab, “Ya”. rasulullah Saw berkata, “Hutang Allah lebih berhak untuk ditunaikan”[6].

Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah, “Ibu saya telah meninggal dunia, ia memiliki hutang puasa satu bulan. Apakah saya melaksanakan puasa untuknya?”. Rasulullah menjawab, “Ya”.

            Imam Ibnu Qudamah berkata, “Hadits-hadits ini adalah hadits-hadits shahih. Di dalamnya terkandung dalil bahwa orang yang telah meninggal dunia mendapatkan manfaat dari semua ibadah yang dilakukan orang yang masih hidup, karena puasa, doa dan permohonan ampunan (istighfar) adalah ibadah-ibadah badani (fisik). Allah Swt menyampaikan manfaatnya kepada orang yang telah meninggal dunia, demikian juga dengan ibadah-ibadah yang lain.

ب ـ اختلف العلماء في وصول ثواب العبادات البدنية المحضة كالصلاة وتلاوة القرآن إلى غير فاعلها على رأيين: رأي الحنفية والحنابلة ومتأخري الشافعية والمالكية بوصول القراءة للميت إذا كان بحضرته، أو دعا له عقبها، ولو غائباً؛ لأن محل القراءة تنزل فيه الرحمة والبركة، والدعاء عقبها أرجى للقبول.

ورأي متقدمي المالكية والمشهور عند الشافعية الأوائل: عدم وصول ثواب العبادات المحضة لغير فاعلها.

B. Para ulama berbeda pendapat tentang sampainya pahala ibadah yang bersifat badani (fisik) murni seperti shalat, bacaan al-Qur’an dan lainnya, apakah sampai kepada orang lain. Ada dua pendapat. Menurut pendapat mazhab Hanafi, Hanbali, generasi terakhir mazhab Syafi’i dan Maliki menyatakan bahwa pahala bacaan al-Qur’an sampai kepada mayat jika dibacakan di hadapannya, atau dibacakan doa setelah membacanya, meskipun telah dikebumikan, karena rahmat dan berkah turun di tempat membaca al-Qur’an tersebut dan doa setelah membaca al-Qur’an itu diharapkan maqbul atau diperkenankan Allah Swt.

Sedangkan menurut pendapat generasi awal mazhab Maliki dan menurut pendapat yang masyhur menurut generasi awal mazhab Syafi’i menyatakan: balasan pahala ibadah mahdhah (murni) tidak sampai kepada orang lain.

قال الحنفية: المختار عدم كراهة إجلاس القارئين ليقرؤوا عند القبر، وقالوا في باب الحج عن الغير: للإنسان أن يجعل ثواب عمله لغيره: صلاة كان عمله، أو صوماً أو صدقة أوغيرها، وأن ذلك لا ينقص من أجره شيئاً.

وقال الحنابلة: لا بأس بالقراءة عند القبر، للحديث المتقدم: «من دخل المقابر، فقرأ سورة يس، خفف عنهم يومئذ، وكان له بعدد من فيها حسنات» وحديث «من زار قبر والديه، فقرأ عنده أو عندهما يس، غفر له»[7].

وقال المالكية: تكره القراءة على الميت بعد موته وعلى قبره؛ لأنه ليس من عمل السلف، لكن المتأخرون على أنه لا بأس بقراءة القرآن والذكر وجعل ثوابه للميت، ويحصل له الأجر إن شاء الله .

Menurut mazhab Hanafi: menurut pendapat pilihan, tidak makruh mendudukkan para pembaca al-Qur’an untuk membacakan al-Qur’an di kubur. Mereka berpendapat tentang menghajikan orang lain, orang boleh memberikan balasan pahala amalnya kepada orang lain, maka shalat adalah amalnya, atau puasa, atau sedekah atau amal lainnya. Dan itu tidak mengurangi balasan amalnya walau sedikit pun.

Menurut mazhab Hanbali: boleh membaca al-Qur’an di kubur, berdasarkan hadits: “Siapa yang masuk ke pekuburan, lalu ia membaca surat Yasin, maka azab mereka hari itu diringankan dan ia mendapatkan balasan pahala sejumlah kebaikan yang ada di dalamnya”. Dan hadits: “Siapa yang ziarah kubur orang tuanya, lalu ia membaca Yasin di kubur orang tuanya, maka ia diampuni”[8].

Menurut mazhab Maliki: makruh hukumnya membaca al-Qur’an untuk mayat dan diatas kubur, karena bukan amalan kalangan Salaf. Akan tetapi generasi terakhir mazhab Maliki menyatakan: boleh membaca al-Qur’an dan zikir, kemudian balasan pahalanya dihadiahkan kepada mayat. Maka mayat akan mendapatkan balasan pahalanya insya Allah.

وقال متقدمو الشافعية: المشهور أنه لا ينفغ الميت ثواب غير عمله، كالصلاة عنه قضاء أو غيرها وقراءة القرآن. وحقق المتأخرون منهم وصول ثواب القراءة للميت، كالفاتحة وغيرها. وعليه عمل الناس، وما رآه المسلمون حسناً فهو عند الله حسن. وإذا ثبت أن الفاتحة تنفع الحي الملدوغ، وأقر النبي صلّى الله عليه وسلم ذلك بقوله: «وما يدريك أنها رقية؟» كان نفع الميت بها أولى.

Generasi awal mazhab Syafi’i berpendapat: menurut pendapat yang masyhur bahwa mayat tidak mendapatkan pahala selain dari balasan amalnya sendiri seperti shalat qadha’ yang dilaksanakan untuknya atau ibadah lainnya dan bacaan al-Qur’an. Sedangkan ulama mazhab Syafi’i generasi terakhir menyatakan: pahala bacaan al-Qur’an sampai kepada mayat, seperti bacaan al-Fatihah dan lainnya. Demikian yang dilakukan banyak kaum muslimin. Apa yang dianggap kaum muslimin baik, maka itu baik di sisi Allah. Jika menurut hadits shahih bahwa bacaan al-Fatihah itu mendatangkan manfaat bagi orang hidup yang tersengat binatang berbisa dan Rasulullah Saw mengakuinya dengan sabdanya, “Darimana engkau tahu bahwa al-Fatihah itu adalah ruqyah?”. Maka tentulah bacaan al-Fatihah itu lebih mendatangkan manfaat bagi orang yang telah meninggal dunia.

وبذلك يكون مذهب متأخري الشافعية كمذاهب الأئمة الثلاثة: أن ثواب القراءة يصل إلى الميت، قال السبكي: والذي دل عليه الخبر بالاستنباط أن بعض القرآن إذا قصد به نفع الميت وتخفيف ما هو فيه، نفعه، إذ ثبت أن الفاتحة لما قصد بها القارئ نفع الملدوغ نفعته، وأقره النبي صلّى الله عليه وسلم بقوله: «وما يدريك أنها رقية» وإذا نفعت الحي بالقصد، كان نفع الميت بها أولى. وقد جوز القاضي حسين الاستئجار على قراءة القرآن عند الميت. قال ابن الصلاح: وينبغي أن يقول: «اللهم أوصل ثواب ما قرأنا لفلان» فيجعله دعاء، ولا يختلف في ذلك القريب والبعيد، وينبغي الجزم بنفع هذا؛ لأنه إذا نفع الدعاء وجاز بما ليس للداعي، فلأن يجوز بما له أولى، وهذا لا يختص بالقراءة، بل يجري في سائر الأعمال.

Dengan demikian maka generasi belakangan mazhab Syafi’i  sama seperti tiga mazhab diatas: bahwa pahala bacaan al-Qur’an sampai kepada mayat. Imam as-Subki berkata, “Menurut dalil yang terkandung dalam Khabar berdasarkan istinbath bahwa sebagian al-Qur’an dibaca dengan niat agar mendatangkan manfaat bagi mayat dan meringankan azabnya, maka itu mendatangkan manfaat baginya, karena menurut hadits shahih bahwa jika surat al-Fatihah itu dibacakan kepada orang yang tersengat binatang berbisa, maka itu bermanfaat baginya dan Rasulullah Saw mengakuinya dengan sabdanya, “Darimana engkau tahu bahwa surat al-Fatihah itu ruqyah?”. Jika surat al-Fatihah bermanfaat bagi orang yang masih hidup –jika memang diniatkan untuk itu-, maka tentulah lebih bermanfaat bagi mayat”. Al-Qadhi Husein memperbolehkan memberikan upah kepada orang yang membacakan al-Qur’an untuk mayat. Ibnu ash-Shalah berkata, ia mesti mengucapkan, “Ya Allah, sampaikanlah balasan pahala yang kami baca kepada si fulan”. Ia jadikan sebagai doa. Tidak ada perbedaan dalam masalah ini apakah dekat atau jauh, mesti yakin bahwa bacaan tersebut mendatangkan manfaat. Karena jika doa bermanfaat bukan hanya bagi orang yang berdoa, maka berarti itu juga berlaku pada sesuatu yang lebih utama daripada doa (yaitu bacaan al-Qur’an). Ini tidak hanya berlaku pada bacaan al-Qur’an, akan tetapi berlaku pada semua amal.


Bagaimana Hadits Yang Menyatakan Yang Mengalir Hanya Tiga Perkara? Yang lain terputus?


إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ صَدَقَةٌ جَارِيَةٌ وَعِلْمٌ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٌ صَالِحٌ يَدْعُو لَهُ

Apabila manusia meninggal dunia, maka putuslah amalnya kecuali tiga: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shaleh yang mendoakannya. (HR. at-Tirmidzi dan an-Nasa’i).


Yang dimaksud dengan kalimat: [انْقَطَعَ عَمَلُهُ ] putuslah amalnya. Maksudnya adalah: amal manusia yang mati tersebut terputus, terhenti, ia tidak dapat beramal lagi. Bukan amal orang lain kepadanya terputus, karena amal orang lain tetap mengalir kepadanya, seperti badal haji, shalat jenazah, doa dan lain-lain seperti yang telah dijelaskan di atas berdasarkan hadits-hadits shahih.

Anak Kecil Yang Meninggal Dunia DapatMemberikan Pertolongan.


عَنْ أَبِى حَسَّانَ قَالَ قُلْتُ لأَبِى هُرَيْرَةَ إِنَّهُ قَدْ مَاتَ لِىَ ابْنَانِ فَمَا أَنْتَ مُحَدِّثِى عَنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بِحَدِيثٍ تُطَيِّبُ بِهِ أَنْفُسَنَا عَنْ مَوْتَانَا قَالَ قَالَ نَعَمْ « صِغَارُهُمْ دَعَامِيصُ الْجَنَّةِ يَتَلَقَّى أَحَدُهُمْ أَبَاهُ - أَوْ قَالَ أَبَوَيْهِ - فَيَأْخُذُ بِثَوْبِهِ - أَوْ قَالَ بِيَدِهِ - كَمَا آخُذُ أَنَا بِصَنِفَةِ ثَوْبِكَ هَذَا فَلاَ يَتَنَاهَى - أَوْ قَالَ فَلاَ يَنْتَهِى - حَتَّى يُدْخِلَهُ اللَّهُ وَأَبَاهُ الْجَنَّةَ ».

Dari Abu Hassan, ia berkata: “Saya berkata kepada Abu Hurairah, “Sesungguhnya telah meninggal dua anak laki-laki saya, sudikah engkau menceritakan kepada saya hadits Rasulullah Saw yang dapat membuat jiwa kami tenang tentang kematian (anak-anak) kami?”. Abu Hurairah menjawab: “Ya, mereka (anak-anak) kecil itu makhluk kecil di dalam surga. Salah satu dari mencari kedua orang tuanya. Ia menarik dengan tangannya sebagaimana saya menarik ujung kainmu, ia tidak akan berhenti, sampai Allah memasukkan orang tuanya ke dalam surga”. (hadits shahih riwayat Imam Muslim).


ما من مسلمين يموت بينهما ثلاثة أولاد لم يبلغوا الحنث إلا أدخلهما الله بفضل رحمته إياهم الجنة، يقال لهم: ادخلوا الجنة، فيقولون حتى يدخل آباؤنا فيقال: ادخلوا الجنة أنتم وآباؤكم

“Tidaklah dua orang muslim, meninggal tiga orang anak mereka, belum aqil baligh, melainkan Allah memasukkan kedua orang muslim itu ke dalam surga karena rahmat Allah kepada mereka. Dikatakan kepada mereka, “Masuklah ke dalam surga”. Anak-anak itu menjawab: “Hingga orang tua kami masuk surga”. Maka dikatakan kepada mereka: “Masuklah kamu dan orang tua kamu ke dalam surga”. (hadits riwayat an-Nasa’i, dinyatakan shahih oleh al-Albani).


Menurut Imam Ahmad bin Hanbal, anak yang meninggal waktu kecil tidak dapat memberikan syafaat kepada kedua orang tuanya, jika ia tidak di’aqiqahkan:


وَاخْتُلِفَ فِي مَعْنَى قَوْله " مُرْتَهِن بِعَقِيقَتِهِ " قَالَ الْخَطَّابِيُّ : اِخْتَلَفَ النَّاس فِي هَذَا ، وَأَجْوَد مَا قِيلَ فِيهِ مَا ذَهَبَ إِلَيْهِ أَحْمَد بْن حَنْبَلٍ قَالَ : هَذَا فِي الشَّفَاعَة ، يُرِيد أَنَّهُ إِذَا لَمْ يُعَقّ عَنْهُ فَمَاتَ طِفْلًا لَمْ يَشْفَع فِي أَبَوَيْهِ

Terdapat perbedaan pendapat tentang makna kalimat: “Anak tergadai dengan aqiqahnya”. Al-Khattabi berkata: “Banyak orang berbeda pendapat dalam masalah ini, pendapat yang paling baik adalah pendapat Imam Ahmad bin Hanbal, ia berkata: “Ini dalam masalah syafaat. Jika anak itu tidak di’aqiqahkan, kemudian ia mati dalam ketika masih kecil, maka ia tidak dapat memberikan syafaat kepada kedua orang tuanya”. (Fath al-Bari, Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalani: juz.15, hal. 397).

Kematian anak dapat menjadi dinding bagi orang tua dari api neraka. Demikian disebutkan hadits dalam shahih al-Bukhari:


أَنَّ النِّسَاءَ قُلْنَ لِلنَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - اجْعَلْ لَنَا يَوْمًا . فَوَعَظَهُنَّ ، وَقَالَ « أَيُّمَا امْرَأَةٍ مَاتَ لَهَا ثَلاَثَةٌ مِنَ الْوَلَدِ كَانُوا حِجَابًا مِنَ النَّارِ » . قَالَتِ امْرَأَةٌ وَاثْنَانِ . قَالَ « وَاثْنَانِ » .

Sesungguhnya para perempuan meminta kepada Rasulullah Saw: “Buatlah satu hari untuk kami”. Maka Rasulullah Saw pun memberikan nasihat kepada mereka. Rasulullah Saw bersabda: “Setiap perempuan, ada tiga anaknya yang meninggal dunia, maka mereka itu menjadi hijab baginya dari api neraka”. Seorang perempuan bertanya: “Bagaimana jika dua orang anak yang meninggal?”.


Rasulullah Saw menjawab: “Dua orang (juga)”.










TALQIN MAYAT.


Dalil-Dalil Talqin Mayat.


الطَّبَرَانِيُّ عَنْ أَبِي أُمَامَةَ : { إذَا أَنَا مِتُّ فَاصْنَعُوا بِي كَمَا أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نَصْنَعَ بِمَوْتَانَا أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : إذَا مَاتَ أَحَدٌ مِنْ إخْوَانِكُمْ فَسَوَّيْتُمْ التُّرَابَ عَلَى قَبْرِهِ ، فَلْيَقُمْ أَحَدُكُمْ عَلَى رَأْسِ قَبْرِهِ ، ثُمَّ لْيَقُلْ : يَا فُلَانُ بْنُ فُلَانَةَ ، فَإِنَّهُ يَسْمَعُهُ وَلَا يُجِيبُ ، ثُمَّ يَقُولُ : يَا فُلَانُ بْنُ فُلَانَةَ ، فَإِنَّهُ يَسْتَوِي قَاعِدًا ثُمَّ يَقُولُ : يَا فُلَانُ بْنُ فُلَانَةَ ؛ فَإِنَّهُ يَقُولُ : أَرْشِدْنَا يَرْحَمْكَ اللَّهُ وَلَكِنْ لَا تَشْعُرُونَ . فَلْيَقُلْ : اُذْكُرْ مَا خَرَجْت عَلَيْهِ مِنْ الدُّنْيَا : شَهَادَةَ أَنْ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ ، وَأَنَّك رَضِيت بِاَللَّهِ رَبًّا ، وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا ، وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا ، وَبِالْقُرْآنِ إمَامًا فَإِنَّ مُنْكَرًا وَنَكِيرًا     يَأْخُذُ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا بِيَدِ صَاحِبِهِ وَيَقُولُ : انْطَلِقْ بِنَا مَا يُقْعِدُنَا عِنْدَ مَنْ لُقِّنَ حُجَّتُهُ . قَالَ : فَقَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَإِنْ لَمْ يَعْرِفْ أُمَّهُ ؟ قَالَ : يَنْسُبُهُ إلَى أُمِّهِ حَوَّاءَ ، يَا فُلَانُ بْنُ حَوَّاءَ } .

Riwayat Imam ath-Thabrani dari Abu Umamah, ia berkata: “Apabila aku mati, maka lakukanlah terhadapku sebagaimana Rasulullah Saw memerintahkan kami melakukannya terhadap orang yang mati diantara kami. Rasulullah Saw memerintahkan kami seraya berkata: “Apabila salah seorang saudara kamu mati, lalu kamu ratakan tanah kuburannya, hendaklah seseorang berdiri di sisi kepala kuburnya seraya mengucapkan: “Wahai fulan bin fulanah”. Sesungguhnya ia mendengarnya, akan tetapi ia tidak menjawab. Kemudian katakana: “Wahai fulan bin fulanah”. Maka ia pun duduk. Kemudian orang yang membaca talqin itu mengatakan: “Wahai fulan bin fulanah”. Maka ia menjawab: “Bimbinglah kami, semoga Allah merahmatimu”. Akan tetapi kamu tidak dapat merasakannya. Hendaklah orang yang membacakan  talqin itu mengucapkan: “Ingatlah apa yang engkau bawa ketika keluar dari dunia, syahadat kesaksian tiada tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah hamba dan rasul Allah. Sesungguhnya engkau ridha Allah sebagai Tuhan. Islam sebagai agama. Muhammad sebagai nabi. Qur’an sebagai imam”. Maka malaikat Munkar dan Nakir saling menarik tangan satu sama lain seraya berkata: “Marilah kita pergi. Untuk apa kita duduk di sisi orang yang jawabannya telah diajarkan”. Seorang laki-laki bertanya: “Wahai Rasulullah, bagaimana jika tidak diketahui nama ibunya?”. Rasulullah Saw menjawab: “Dinisbatkan kepada Hawa. Wahai fulan anak Hawa”.

Komentar Imam al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani terhadap hadits ini:

وَإِسْنَادُهُ صَالِحٌ . وَقَدْ قَوَّاهُ الضِّيَاءُ فِي أَحْكَامِهِ


“Sanadnya shalih (baik). Dikuatkan Imam Dhiya’uddin dalam kitab Ahkam-nya”.


Al-Hafizh Ibnu Hajar menyebutkan beberapa riwayat lain yang semakna dengan hadits ini dalam kitab Talkhish al-Habir.

Riwayat Pertama:

مَا رَوَاهُ سَعِيدُ بْنُ مَنْصُورٍ مِنْ طَرِيقِ رَاشِدِ بْنِ سَعْدٍ ، وَضَمْرَةَ بْنِ حَبِيبٍ ، وَغَيْرِهِمَا قَالُوا : { إذَا سُوِّيَ عَلَى الْمَيِّتِ قَبْرُهُ وَانْصَرَفَ النَّاسُ عَنْهُ ، كَانُوا يَسْتَحِبُّونَ أَنْ يُقَالَ لِلْمَيِّتِ عِنْدَ قَبْرِهِ : يَا فُلَانُ قُلْ : لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ ، قُلْ : أَشْهَدُ أَنْ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ ، ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ، قُلْ : رَبِّي اللَّهُ ، وَدِينِي الْإِسْلَامُ ، وَنَبِيِّ مُحَمَّدٌ . ثُمَّ يَنْصَرِفُ } .

Diriwayatkan Sa’id bin Manshur, dari jalur Rasyid bin Sa’d, Dhamrah bin Habib dan lainnya, mereka berkata: “Apabila kubur mayat telah diratakan, orang banyak telah beranjak, mereka menganjurkan agar dikatakan kepada mayat di sisi kuburnya: “Wahai fulan, katakanlah tiada tuhan selain Allah. Katakanlah: aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah. Tiga kali. Katakanlah: Tuhanku Allah. Agamaku Islam. Nabiku Muhammad”. Kemudian beranjak.

Riwayat Kedua:


وَرَوَى الطَّبَرَانِيُّ مِنْ حَدِيثِ الْحَكَمِ بْنِ الْحَارِثِ السُّلَمِيِّ أَنَّهُ قَالَ لَهُمْ : { إذَا دَفَنْتُمُونِي وَرَشَشْتُمْ عَلَى قَبْرِي الْمَاءَ ، فَقُومُوا عَلَى قَبْرِي وَاسْتَقْبِلُوا الْقِبْلَةَ وَادْعُوا لِي } .

Imam ath-Thabrani meriwayatkan dari hadits al-Hakam bin al-Harits as-Sulami, ia berkata kepada mereka: “Apabila kamu telah menguburku dan kamu telah menyiramkan air di atas kuburku, maka berdirilah kamu di sisi kuburku, menghadaplah ke arah kiblat, dan berdoalah untukku”.

Riwayat Ketiga:


وَرَوَى ابْنُ مَاجَهْ مِنْ طَرِيقِ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيِّبِ ، عَنْ ابْنِ عُمَرَ فِي حَدِيثٍ سِيقَ بَعْضُهُ ، وَفِيهِ : { فَلَمَّا سَوَّى اللَّبِنَ عَلَيْهَا ، قَامَ إلَى جَانِبِ الْقَبْرِ ، ثُمَّ قَالَ : اللَّهُمَّ جَافِ الْأَرْضَ عَنْ جَنْبَيْهَا ، وَصَعِّدْ رُوحَهَا ، وَلَقِّهَا مِنْك رِضْوَانًا } .

Diriwayatkan Ibnu Majah dari jalur riwayat Sa’id bin al-Musayyib, dari Ibnu Umar dalam hadits, diantara isinya: “Apabila salah seorang kamu telah meratakan labin (batu dari tanah liat dijemur) di atas kubur, maka ia berdiri di sisi kubur, kemudian berkata: “Ya Allah, keringkanlah tanah di kedua sisinya, naikkanlah ruhnya, berikanlah ridha kepadanya dari sisi-Mu”.

Riwayat Keempat:


وَفِي صَحِيحِ مُسْلِمٍ عَنْ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ أَنَّهُ قَالَ لَهُمْ فِي حَدِيثٍ عِنْدَ مَوْتِهِ : " إذَا دَفَنْتُمُونِي أَقِيمُوا حَوْلَ قَبْرِي قَدْرَ مَا يُنْحَرُ جَزُورٍ وَيُقَسَّمُ لَحْمُهَا حَتَّى أَسْتَأْنِسَ بِكُمْ ، وَأَعْلَمَ مَاذَا أُرَاجِعُ رُسُلَ رَبِّي " .

Diriwayatkan oleh Imam Muslim dan lainnya, bahwa sahabat nabi bernama ‘Amr bin al-‘Ash berkata kepada keluarganya: “Apabila kamu mengubur aku, maka tegaklah setelah itu di sekitar kuburku sekira-kira selama orang menyembelih hewan sembelihan dan membagi-bagi dagingnya, hingga aku merasa tenang dengan kamu dan aku dapat melihat apa yang ditanyakan malaikat utusan Tuhanku”. (Hadits riwayat Imam Muslim).

Riwayat Kelima:

حَدِيثُ : { أَنَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إذَا فَرَغَ مِنْ دَفْنِ الْمَيِّتِ وَقَفَ عَلَيْهِ ، وَقَالَ : اسْتَغْفِرُوا لِأَخِيكُمْ وَاسْأَلُوا لَهُ التَّثْبِيتَ ، فَإِنَّهُ الْآنَ يُسْأَلُ } .

أَبُو دَاوُد ، وَالْحَاكِمُ وَالْبَزَّارُ عَنْ عُثْمَانَ.

Hadits: sesungguhnya Rasulullah Saw, apabila telah selesai mengubur jenazah, beliau berdiri di sisi makam seraya berkata: “Mohonkanlah ampunan untuk saudara kamu, mohonkanlah agar ia  diberi ketetapan, karena ia sekarang sedang ditanya”.  (Hadits riwayat Abu Daud, al-Hakim dan Al-Bazzar dari ‘Utsman).

(Sumber: Talkhish al-Habir, al-Hafizh Jalaluddin as-Suyuthi: juz.2, hal.396-398)


Hadits Lain:

حديث: « لقنوا موتاكم لا إله إلا الله ».

قال المحب الطبري وابن الهمام والشوكاني وغيرهم لفظ موتاكم نص في الأموات وتناوله للحي المحتضر مجاز فلا يصار إليه إلا بقرينة وحيث لا توجد قرينة تصرفه عن حقيقته إلى مجازه فشموله للأموات أولى إن لم يقتصر عليهم فقط والله أعلم.

Hadits: “Talqinkanlah orang yang mati diantara kamu dengan ucapan: La ilaha illallah”. (Hadits riwayat Muslim, Abu Daud dan an-Nasa’i).

Komentar Ulama Tentang Makna Kata: [موتاكم ].

Imam al-Muhibb ath-Thabari, Ibnu al-Hammam, Imam asy-Syaukani dan lainnya berpendapat: Kata [موتاكم ] adalah teks untuk orang yang sudah mati. Digunakan untuk orang yang masih hidup ketika sekarat sebagai bentuk Majaz, tidak digunakan untuk orang hidup kecuali dengan qarinah, jika tidak ada qarinah yang mengalihkan maknanya dari makna sebenarnya kepada makna Majaz, maka lebih utama penggunaannya kepada makna untuk orang yang sudah mati, meskipun tidak terbatas hanya untuk orang yang sudah mati saja, wallahu a’lam.

Pendapat Ulama Ahli Hadits.

Imam Ibnu ash-Shalah:

وسئل الشيخ أبو عمرو بن الصلاح رحمه الله عنه فقال التلقين هو الذى نختاره ونعمل بهقال وروينا فيه حديثا من حديث أبى امامة ليس إسناده بالقائم لكن اعتضد بشواهد وبعمل أهل الشام قديما

Syekh Abu ‘Amr bin ash-Shalah ditanya tentang talqin, ia menjawab: “Talqin yang kami pilih dan yang kami amalkan, telah diriwayatkan kepada kami satu hadits dari hadits Abu Umamah, sanadnya tidak tegak/tidak kuat. Akan tetapi didukung hadits-hadits lain yang semakna dengannya dan dengan amalan penduduk negeri Syam sejak zaman dahulu.

(Sumber: al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab: juz.5, hal.304).

Pendapat Ahli Hadits Syekh Abdullah bin Muhammad ash-Shiddiq al-Ghumari:

إن التلقين جرى عليه العمل قديما فى الشام زمن أحمد بن حنبل وقبله بكثير، وفى قرطبة ونواحيها حوالى المائة الخامسة فما بعدها إلى نكبة الأندلس ، وذكر بعض العلماء من المالكية والشافعية والحنابلة الذين أجازوه ، وذكر أن حديث أبى أمامة ضعيف ، لكن الحافظ ابن حجر قال فى "التلخيص " إسناده صحيح ، ورأى الصديق الحسنى صلاح إسناده لأن له طرقا وشواهد

Sesungguhnya talqin telah dilaksanakan di negeri Syam sejak zaman Imam Ahmad bin Hanbal dan lama sebelumnya, juga di Cordova (Spanyol) dan sekitarnya kira-kira abad ke lima dan setelahnya hingga sekitar Andalusia.  Syekh Abdullah al-Ghumari menyebutkan beberapa ulama dari kalangan Mazhab Maliki, Syafi’I dan Hanbali yang membolehkannya. Ia juga menyebutkan bahwa hadits riwayat Abu Umamah adalah hadits dha’if, akan tetapi al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam kitab Talkhish al-Habir: sanadnya shahih. Menurut Syekh Abdullah al-Ghumari sanadnya baik, karena memiliki beberapa jalur lain. (Sumber: Majallah al-Islam, jilid.3, edisi.10).

Pendapat Ahli Fiqh.

Pendapat Ibnu al-‘Arabi:

قال ابن العربي في مسالكه إذا أدخل الميت قبره فإنه يستحب تلقينه في تلك الساعة وهو فعل أهل المدينة والصالحين من الأخيار لأنه مطابق لقوله تعالى ﴿ وذكر فإن الذكرى تنفع المؤمنين ﴾، وأحوج ما يكون العبد إلى التذكير بالله عند سؤال الملائكة.

Ibnu al-‘Arabi berkata dalam kitab al-Masalik: “Apabila mayat dimasukkan ke dalam kubur, dianjurkan agar di-talqin-kan pada saat itu. Ini adalah perbuatan penduduk Madinah dan orang-orang shaleh pilihan, karena sesuai dengan firman Allah Swt: Dan tetaplah memberi peringatan, karena Sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman”. (Qs. adz-Dzariyat [51]: 55). Seorang hamba sangat butuh untuk diingatkan kepada Allah ketika ditanya malaikat. (SumberHawamisy Mawahib al-Jalil: juz.2, halaman: 238).

Pendapat Ibnu Taimiah:

هذا التلقين المذكور قد نقل عن طائفة من الصحابة : أنهم أمروا به كأبي أمامه الباهلي وغيره وروي فيه حديث عن النبي صلى الله عليه و سلم لكنه مما لا يحكم بصحته ولم يكن كثير من الصحابة يفعل ذلك فلهذا قال الإمام أحمد وغيره من العلماء : أن هذا التلقين لا بأس به فرخصوا فيه ولم يأمروا به واستحبه طائفة من أصحاب الشافعي وأحمد وكره طائفة من العلماء من أصحاب مالك وغيرهم  (الفتاوى الكبرى لابن تيمية).

Talqin yang disebutkan ini telah diriwayatkan dari sekelompok shahabat bahwa mereka memerintahkannya, seperti Abu Umamah al-Bahili dan lainnya, diriwayatkan hadits dari Rasulullah Saw, akan tetapi tidak dapat dihukum shahih, tidak banyak shahabat yang melakukannya, oleh sebab itu Imam Ahmad dan ulama lainnya berkata: “Talqin ini boleh dilakukan, mereka memberikan rukhshah (dispensasi keringanan), mereka tidak memerintahkannya. Dianjurkan oleh sekelompok ulama mazhab Syafi’i dah Hanbali, dimakruhkan sekelompok ulama dari kalangan mazhab Maliki dan lainnya.

(Sumber: al-Fatawa al-Kubra, Imam Ibnu Taimiah).



Pendapat Imam an-Nawawi:

قال جماعات من أصحابنا يستحب تلقين الميت عقب دفنه فيجلس عند رأسه انسان ويقول يا فلان ابن فلان ويا عبد الله ابن أمة الله اذكر العهد الذى خرجت عليه من الدنيا شهادة أن لا اله وحده لا شريك له وأن محمدا عبده ورسوله وأن الجنة حق وأن النار حق وأن البعث حق وأن الساعة آتية لاريب فيها وأن الله يبعث من في القبور وأنك رضيت بالله ربا وبالاسلام دينا وبمحمد صلى الله عليه وسلم نبيا وبالقرآن إماما وبالكعبة قبلة وبالمؤمنين إخوانا زاد الشيخ نصر ربي الله لا إله الا هو عله توكلت وهو رب العرش العظيم فهذا التلقين عندهم مستحب ممن نص علي استحبابه القاضي حسين والمتولي والشيخ نصر المقدسي والرافعي وغيرهم

Para ulama mazhab Syafii menganjurkan talqin mayat setelah dikuburkan, ada seseorang yang duduk di sisi kubur bagian kepala dan berkata: “Wahai fulan bin fulan, wahai hamba Allah anak dari hamba Allah, ingatlah perjanjian yang engkau keluar dari dunia dengannya, kesaksian tiada tuhan selain Allah, hanya Dia saja, tiada sekutu baginya, sesungguhnya Muhammad adalah hamba-Nya dan rasul-Nya, sesungguhnya surga itu benar, sesungguhnya neraka itu benar, sesungguhnya hari berbangkit itu benar, sesungguhnya hari kiamat itu akan datang, tiada keraguan baginya, sesungguhnya Allah membangkitkan orang yang di kubur, sesungguhnya engkau ridha Allah sebagai Tuhan, Islam sebagai agama, Muhammad sebagai nabi, al-Qur’an sebagai imam, Ka’bah sebagai kiblat, orang-orang beriman sebagai saudara”. Syekh Nashr menambahkan: “Tuhanku Allah, tiada tuhan selain Dia, kepada-Nya aku bertawakkal, Dialah Pemilik ‘Arsy yang agung”. Talqin ini dianjurkan menurut mereka, diantara yang menyebutkan secara nash bahwa talqin itu dianjurkan adalah al-Qadhi Husein, al-Mutawalli, Syekh Nashr al-Maqdisi, ar-Rafi’i dan selain mereka. (Sumber: al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab: juz.5, hal.304).

يستحب أن يمكث على القبر بعد الدفن ساعة يدعو للميت ويستغفر له نص عليه الشافعي واتفق عليه الاصحاب قالوا ويستحب أن يقرأ عنده شئ من القرآن وإن ختموا القرآن كان أفضل وقال جماعات من أصحابنا يستحب أن يلقن

Dianjurkan berdiam diri sejenak di sisi kubur setelah pemakaman, berdoa untuk mayat dan memohonkan ampunan untuknya, demikian disebutkan Imam Syafi’I secara nash, disepakati oleh para ulama mazhab Syafi’I, mereka berkata: dianjurkan membacakan beberapa bagian al-Qur’an, jika mengkhatamkan al-Qur’an, maka lebih afdhal. Sekelompok ulama mazhab Syafi’I berkata: dianjurkan supaya ditalqinkan. (Sumber: al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab: juz.5, hal.294).



Pendapat Syekh ‘Athiyyah Shaqar Mufti Al-Azhar:

أن هذا العمل لا يضر الأحياء ولا الأموات ، بل ينتفع به الأحياء تذكرة وعبرة، فلا مانع منه .

Talqin tidak memudharatkan orang yang hidup dan orang yang mati, bahkan memberikan manfaat bagi orang yang masih hidup, peringatan dan pelajaran, maka tidak ada larangan membacakan talqin untuk mayat. (Sumber: Fatawa al-Azhar: juz.8, hal.303).

AZAB KUBUR.


Apakah ada dalil azab kubur dalam al-Qur’an?


أن نعيم البرزخ وعذابه مذكور في القرآن في غير موضع


Sesungguhnya kenikmatan dan azab kubur disebutkan dalam al-Quran di beberapa tempat. (Sumber: ar-Ruh, Ibnu Qayyim al-Jauziah: hal.75).

Ayat Pertama:


وَلَوْ تَرَى إِذِ الظَّالِمُونَ فِي غَمَرَاتِ الْمَوْتِ وَالْمَلَائِكَةُ بَاسِطُو أَيْدِيهِمْ أَخْرِجُوا أَنْفُسَكُمُ الْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ الْهُونِ بِمَا كُنْتُمْ تَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ غَيْرَ الْحَقِّ وَكُنْتُمْ عَنْ آَيَاتِهِ تَسْتَكْبِرُونَ

“Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim berada dalam tekanan sakratul maut, sedang Para Malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata): "Keluarkanlah nyawamu" di hari ini kamu dibalas dengan siksa yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayatNya”. (Qs. Al-An’am [6]: 93).

وهذا خطاب لهم عند الموت وقد أخبرت الملائكة وهم الصادقون أنهم حينئذ يجزون عذاب الهون ولو تأخر عنهم ذلك إلى انقضاء الدنيا لما صح أن يقال لهم اليوم تجزون

Kalimat ini ditujukan kepada mereka ketika mati. Malaikat memberitahukan, mereka sangat benar, bahwa ketika itu orang-orang zalim diazab dengan azab yang menghinakan. Andai azab itu ditunda hingga dunia kiamat, maka tidak mungkin dikatakan kepada mereka: “Di hari ini kamu dibalas”.


Ayat Kedua:

فَوَقَاهُ اللَّهُ سَيِّئَاتِ مَا مَكَرُوا وَحَاقَ بِآَلِ فِرْعَوْنَ سُوءُ الْعَذَابِ (45) النَّارُ يُعْرَضُونَ عَلَيْهَا غُدُوًّا وَعَشِيًّا وَيَوْمَ تَقُومُ السَّاعَةُ أَدْخِلُوا آَلَ فِرْعَوْنَ أَشَدَّ الْعَذَابِ

“Maka Allah memeliharanya dari kejahatan tipu daya mereka, dan Fir'aun beserta kaumnya dikepung oleh azab yang Amat buruk. Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang[1324], dan pada hari terjadinya kiamat. (Dikatakan kepada malaikat): "Masukkanlah Fir'aun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat keras”. (Qs. Ghafir [40]: 45-46).

[1324] Maksudnya: dinampakkan kepada mereka neraka pagi dan petang sebelum hari berbangkit.

فذكر عذاب الدارين ذكرا صريحا لا يحتمل غيره

Disebutkan dua jenis azab secara jelas, tidak mengandung makna lain.

Ayat Ketiga:

فَذَرْهُمْ حَتَّى يُلَاقُوا يَوْمَهُمُ الَّذِي فِيهِ يُصْعَقُونَ (45) يَوْمَ لَا يُغْنِي عَنْهُمْ كَيْدُهُمْ شَيْئًا وَلَا هُمْ يُنْصَرُونَ (46) وَإِنَّ لِلَّذِينَ ظَلَمُوا عَذَابًا دُونَ ذَلِكَ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ (47)

“45. Maka biarkanlah mereka hingga mereka menemui hari (yang dijanjikan kepada) mereka yang pada hari itu mereka dibinasakan,

46. (yaitu) hari ketika tidak berguna bagi mereka sedikitpun tipu daya mereka dan mereka tidak ditolong.

47. Dan Sesungguhnya untuk orang-orang yang zalim ada azab selain daripada itu. tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui[1427]”. (Qs. Ath-Thur [52]: 45-47).

[1427] Yang dimaksud azab yang lain ialah adanya musim kemarau, kelaparan malapetaka yang menimpa mereka, azab kubur dan lain-lain.

وهذا يحتمل أن يراد به عذابهم بالقتل وغيره في الدنيا وأن يراد به عذابهم في البرزخ وهو أظهر لأن كثيرا منهم مات ولم يعذب في الدنيا وقد يقال وهو أظهر أن من مات منهم عذب في البرزخ ومن بقى منهم عذب في الدنيا بالقتل وغيره فهو وعيد بعذابهم في الدنيا وفي البرزخ

Ada kemungkinan bahwa yang dimaksud dengan azab adalah azab bagi mereka dengan azab dalam bentuk pembunuhan di dunia dan azab lainnya, juga azab bagi mereka di alam barzakh, azab di alam barzakh lebih kuat, karena banyak diantara mereka yang mati tanpa azab di dunia. Pendapat yang kuat, siapa yang mati diantara mereka diazab di alam barzakh, ada diantara mereka yang diazab di dunia dengan azab pembunuhan dan jenis azab lainnya, ini adalah ancaman azab bagi mereka di dunia dan di alam barzakh.

Ayat Keempat:

وَلَنُذِيقَنَّهُمْ مِنَ الْعَذَابِ الْأَدْنَى دُونَ الْعَذَابِ الْأَكْبَرِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

“Dan sesungguhnya Kami merasakan kepada mereka sebahagian azab yang dekat (di dunia) sebelum azab yang lebih besar (di akhirat), mudah-mudahan mereka kembali (ke jalan yang benar)”. (Qs. As-Sajadah [32]: 21).

فهم منها عذاب القبر فانه سبحانه أخبر أن له فيهم عذابين أدنى وأكبر فأخبر أنه يذيقهم بعض الأدنى ليرجعوا فدل على أنه بقى لهم من الأدنى بقية يعذبون بها بعد عذاب الدنيا ولهذا قال من العذاب الأدنى ولم يقل ولنذيقنهم العذاب الأدنى فتأمله

Abdullah bin Abbas memahami ayat ini bahwa maksudnya adalah azab kubur, karena Allah Swt meberitahukan bahwa bagi mereka dua azab; yang dekat (di dunia) dan yang besar (di akhirat). Allah Swt memberitahukan bahwa Ia merasakan bagi mereka sebagian dari azab yang dekat (di dunia) agar mereka kembali (ke jalan yang benar), ini menunjukkan bahwa masih tersisa azab lain dari azab yang dekat (di dunia) yang akan ditimpakan bagi mereka setelah azab di dunia. Oleh sebab itu disebutkan:

 [من العذاب الأدنى ] “Dan sesungguhnya Kami merasakan kepada mereka sebahagian dari azab yang dekat (di dunia).

 Tidak dikatakan: [ولنذيقنهم العذاب الأدنى ] “Dan sesungguhnya Kami merasakan kepada mereka azab yang dekat”. Fikirkanlah !

Hadits-Hadits Azab Kubur.


عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ مَرَّ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - بِقَبْرَيْنِ فَقَالَ « إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ ، وَمَا يُعَذَّبَانِ فِى كَبِيرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لاَ يَسْتَتِرُ مِنَ الْبَوْلِ ، وَأَمَّا الآخَرُ فَكَانَ يَمْشِى بِالنَّمِيمَةِ » . ثُمَّ أَخَذَ جَرِيدَةً رَطْبَةً ، فَشَقَّهَا نِصْفَيْنِ ، فَغَرَزَ فِى كُلِّ قَبْرٍ وَاحِدَةً . قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ ، لِمَ فَعَلْتَ هَذَا قَالَ « لَعَلَّهُ يُخَفَّفُ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا » .

Dari Abdullah bin Abbas, ia berkata: Rasulullah Saw melewati dua kubur, beliau bersabda: “Kedua penghuni kubur ini diazab, mereka diazab bukan karena dosa besar, salah satu dari mereka tidak menutup ketika buang air kecil, salah satu dari mereka berjalan membawa ucapan orang lain (gosip)”. Kemudian Rasulullah Saw mengambil satu pelepah kurma yang basah, lalu membaginya menjadi dua bagian, kemudian menanamkan dua bagian tersebut ke kedua makam itu. Para shahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, mengapa engkau melakukan ini?”. Rasululullah Saw menjawab: “Semoga azab keduanya diringankan selama pelepah kurma ini basah”. (Hadits riwayat Imam al-Bukhari dan Muslim).

Hadits Kedua:

بَيْنَمَا النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- فِى حَائِطٍ لِبَنِى النَّجَّارِ عَلَى بَغْلَةٍ لَهُ وَنَحْنُ مَعَهُ إِذْ حَادَتْ بِهِ فَكَادَتْ تُلْقِيهِ وَإِذَا أَقْبُرٌ سِتَّةٌ أَوْ خَمْسَةٌ أَوْ أَرْبَعَةٌ - قَالَ كَذَا كَانَ يَقُولُ الْجُرَيْرِىُّ - فَقَالَ « مَنْ يَعْرِفُ أَصْحَابَ هَذِهِ الأَقْبُرِ ». فَقَالَ رَجُلٌ أَنَا.

قَالَ « فَمَتَى مَاتَ هَؤُلاَءِ ». قَالَ مَاتُوا فِى الإِشْرَاكِ. فَقَالَ « إِنَّ هَذِهِ الأُمَّةَ تُبْتَلَى فِى قُبُورِهَا فَلَوْلاَ أَنْ لاَ تَدَافَنُوا لَدَعَوْتُ اللَّهَ أَنْ يُسْمِعَكُمْ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ الَّذِى أَسْمَعُ مِنْهُ ». ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْنَا بِوَجْهِهِ فَقَالَ « تَعَوَّذُوا بِاللَّهِ مِنْ عَذَابِ النَّارِ ». قَالُوا نَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ عَذَابِ النَّارِ فَقَالَ « تَعَوَّذُوا بِاللَّهِ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ ». قَالُوا نَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ. قَالَ « تَعَوَّذُوا بِاللَّهِ مِنَ الْفِتَنِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ ». قَالُوا نَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الْفِتَنِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ قَالَ « تَعَوَّذُوا بِاللَّهِ مِنْ فِتْنَةِ الدَّجَّالِ ». قَالُوا نَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ فِتْنَةِ الدَّجَّالِ.

Ketika Rasulullah Saw melewati kebun Bani Najjar, beliau menunggang Bighal (lebih besar dari keledai, lebih kecil dari kuda), kami (para shahabat) bersama beliau, tiba-tiba Bighal itu liar, nyaris membuat Rasulullah Saw jatuh, ada enam atau lima atau empat kubur –demikian dinyatakan al-Jurairi- Rasulullah Saw bertanya: “Siapakah yang mengenal kubur siapakah ini?”. Seorang laki-laki menjawab: “Saya”.

Rasulullah Saw bertanya: “Bilakah mereka meninggal dunia?”. Laki-laki itu menjawab: “Mereka mati dalam keadaan musyrik”. Rasulullah Saw berkata: “Ummat ini disiksa di dalam kubur mereka, kalaulah bukan karena kamu akan takut dikubur, pastilah aku berdoa kepada Allah supaya memperdengarkan kepada kamu azab kubur yang aku dengar”. Kemudian Rasulullah Saw menghadap kami seraya berkata: “Mohonkanlah perlindungan kepada Allah dari azab neraka”. Kami ucapkan: “Kami berlindung kepada Allah dari azab neraka”. Rasulullah Saw berkata: “Mohonkanlah perlindungan kepada Allah dari azab kubur”. Kami ucapkan: “Kami berlindung kepada Allah dari azab kubur”. Rasulullah Saw berkata: “Mohonkanlah perlindungan kepada Allah dari azab yang tampak dan yang tak tampak”. Mereka mengucapkan: “Kami berlindung kepada Allah dari azab yang terlihat dan tidak terlihat”. Rasulullah Saw berkata: “Mohonkanlah perlindungan dari azab dajal”. Mereka mengucapkan: “Kami berlindung kepada Allah dari azab dajal”. (Hadits riwayat Muslim).

Hadits Ketiga:

إِذَا فَرَغَ أَحَدُكُمْ مِنَ التَّشَهُّدِ الأَخِيرِ فَلْيَتَعَوَّذْ بِاللَّهِ مِنْ أَرْبَعٍ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ

“Apabila salah seorang kamu selesai dari tasyahud akhir, maka mohonkanlah perlindungan kepada Allah dari empat perkara: dari azab jahanam, dari azab kubur, dari azab hidup dan mati dan dari azab al-masih dajal”. (Hadits riwayat Ibnu Majah).

Hadit Keempat:

عَنْ أَبِى أَيُّوبَ - رضى الله عنهم - قَالَ خَرَجَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - وَقَدْ وَجَبَتِ الشَّمْسُ ، فَسَمِعَ صَوْتًا فَقَالَ « يَهُودُ تُعَذَّبُ فِى قُبُورِهَا » .

Dari Abu Ayyub, ia berkata: “Rasulullah Saw keluar ketika matahari telah tenggelam, Rasulullah Saw mendengar suatu suara, beliau berkata: “Ada orang Yahudi yang disiksa di kuburnya”. (Hadits riwayat Imam al-Bukhari dan Muslim).

Hadits Kelima:

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ دَخَلَتْ عَلَىَّ عَجُوزَانِ مِنْ عُجُزِ يَهُودِ الْمَدِينَةِ فَقَالَتَا لِى إِنَّ أَهْلَ الْقُبُورِ يُعَذَّبُونَ فِى قُبُورِهِمْ ، فَكَذَّبْتُهُمَا ، وَلَمْ أُنْعِمْ أَنْ أُصَدِّقَهُمَا ، فَخَرَجَتَا وَدَخَلَ عَلَىَّ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - فَقُلْتُ لَهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ عَجُوزَيْنِ وَذَكَرْتُ لَهُ ، فَقَالَ « صَدَقَتَا ، إِنَّهُمْ يُعَذَّبُونَ عَذَابًا تَسْمَعُهُ الْبَهَائِمُ كُلُّهَا » . فَمَا رَأَيْتُهُ بَعْدُ فِى صَلاَةٍ إِلاَّ تَعَوَّذَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ .

Dari Aisyah, ia berkata: “Dua orang perempuan tua Yahudi kota Madinah menemui Aisyah seraya berkata: “Sesungguhnya penghuni kubur diazab di dalam kubur mereka”, maka saya mendustakan mereka, saya tidak nyaman untuk mempercayai mereka, lalu kedua orang itu pergi, kemudian Rasulullah Saw datang, lalu saya berkata kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ada dua orang perempuan Yahudi”, saya sebutkan hal itu kepada Rasulullah Saw, beliau bersabda: “Kedua perempuan Yahudi itu benar, penghuni kubur diazab di dalam kubur, azab mereka dapat didengar semua hewan”. Saya tidak pernah melihat Rasulullah Saw selesai shalat melainkan memohon perlindungan dari azab kubur”. (Hadits riwayat Imam al-Bukhari dan Muslim).

[1]   الدر المختار ورد المحتار:844/1 ومابعدها، فتح القدير:473/1، شرح الرسالة:289/1، الشرح الكبير:423/1، الشرح الصغير:568/1،580، مغني المحتاج:69/3-70، المغني:566/2-570، كشاف القناع:191/2، المهذب:464/1.


[2]  رواه أبو داود، وروي ذلك عن سعد بن عبادة.

[3]  رواه أحمد والنسائي عن عبد الله بن الزبير (نيل الأوطار:285/4ومابعدها).

[4] Ad-Durr al-Mukhtar wa Radd al-Mukhtar: 1/844 dan setelahnya; Fath al-Qadir: 1/473; Syarh ar-Risalah: 1/289; asy-Syarh al-Kabir: 1/423; asy-Syarh ash-Shaghir: 1/568 dan 580; Mughni al-Muhtaj: 3/69-70; al-Mughni: 2/566-570; Kasyyaf al-Qina’: 2/191; al-Muhadzdzab: 1/464.

[5] Diriwayatkan oleh Imam Abu Daud. Juga diriwayatkan hadits seperti ini dari Sa’ad bin ‘Ubadah.

[6] Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan an-Nasa’i dari Abdullah bin az-Zubair (Nail al-Authâr: 4/285 dan setelahnya.            

[7]  كلاهما ضعيف، والأول أضعف من الثاني، كما أشار السيوطي في جامعه.

[8] Kedua hadits ini dha’if. Hadits yang pertama lebih dha’if daripada hadits yang kedua. Demikian disebutkan Imam as-Suyuthi dalam al-Jami’.

  ZIKIR JAHR BERSAMA


v     AMALAN ORANG HIDUP KEPADA ORANG WAFAT


v     TALQIN MAYAT


Dikutip dari ustadz H. Abdul Somad, Lc., MA.S1 Al-Azhar, Mesir. S2 Dar Al-Hadith, Kerajaan Maroko.www.somadmorocco.blogspot.com www.tafaqquhstreaming.comMASALAH TAWASSUL.


Makna Tawassul menurut Bahasa: Mendekatkan diri.


توسلت إلى فلان بكذا، بمعنى: تقرَّبت إليه


“Saya bertawassul kepada si fulan dengan anu”. Maknanya: “Saya mendekatkan diri kepadanya”. (Sumber: Tafsir ath-Thabari, juz.10, hal.290).


Makna Wasilah:


والوسيلة: هي التي يتوصل بها إلى تحصيل المقصود


Wasilah adalah: sesuatu yang dijadikan alat untuk mencapai tujuan yang dimaksud.


(Sumber: Tafsir Ibn Katsir, juz.3, hal.103).


Ber-tawassul Dengan Amal Shaleh.


أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ - رضى الله عنهما - قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - يَقُولُ « انْطَلَقَ ثَلاَثَةُ رَهْطٍ مِمَّنْ كَانَ قَبْلَكُمْ حَتَّى أَوَوُا الْمَبِيتَ إِلَى غَارٍ فَدَخَلُوهُ ، فَانْحَدَرَتْ صَخْرَةٌ مِنَ الْجَبَلِ فَسَدَّتْ عَلَيْهِمُ الْغَارَ فَقَالُوا إِنَّهُ لاَ يُنْجِيكُمْ مِنْ هَذِهِ الصَّخْرَةِ إِلاَّ أَنْ تَدْعُوا اللَّهَ بِصَالِحِ أَعْمَالِكُمْ . فَقَالَ رَجُلٌ مِنْهُمُ اللَّهُمَّ كَانَ لِى أَبَوَانِ شَيْخَانِ كَبِيرَانِ ، وَكُنْتُ لاَ أَغْبِقُ قَبْلَهُمَا أَهْلاً وَلاَ مَالاً ، فَنَأَى بِى فِى طَلَبِ شَىْءٍ يَوْمًا ، فَلَمْ أُرِحْ عَلَيْهِمَا حَتَّى نَامَا ، فَحَلَبْتُ لَهُمَا غَبُوقَهُمَا فَوَجَدْتُهُمَا نَائِمَيْنِ وَكَرِهْتُ أَنْ أَغْبِقَ قَبْلَهُمَا أَهْلاً أَوْ مَالاً ، فَلَبِثْتُ وَالْقَدَحُ عَلَى يَدَىَّ أَنْتَظِرُ اسْتِيقَاظَهُمَا حَتَّى بَرَقَ الْفَجْرُ ، فَاسْتَيْقَظَا فَشَرِبَا غَبُوقَهُمَا ، اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتُ فَعَلْتُ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ وَجْهِكَ فَفَرِّجْ عَنَّا مَا نَحْنُ فِيهِ مِنْ هَذِهِ الصَّخْرَةِ ، فَانْفَرَجَتْ شَيْئًا لاَ يَسْتَطِيعُونَ الْخُرُوجَ » . قَالَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - « وَقَالَ الآخَرُ اللَّهُمَّ كَانَتْ لِى بِنْتُ عَمٍّ كَانَتْ أَحَبَّ النَّاسِ إِلَىَّ ، فَأَرَدْتُهَا عَنْ نَفْسِهَا ، فَامْتَنَعَتْ مِنِّى حَتَّى أَلَمَّتْ بِهَا سَنَةٌ مِنَ السِّنِينَ ، فَجَاءَتْنِى فَأَعْطَيْتُهَا عِشْرِينَ وَمِائَةَ دِينَارٍ عَلَى أَنْ تُخَلِّىَ بَيْنِى وَبَيْنَ نَفْسِهَا ، فَفَعَلَتْ حَتَّى إِذَا قَدَرْتُ عَلَيْهَا قَالَتْ لاَ أُحِلُّ لَكَ أَنْ تَفُضَّ الْخَاتَمَ إِلاَّ بِحَقِّهِ . فَتَحَرَّجْتُ مِنَ الْوُقُوعِ عَلَيْهَا ، فَانْصَرَفْتُ عَنْهَا وَهْىَ أَحَبُّ النَّاسِ إِلَىَّ وَتَرَكْتُ الذَّهَبَ الَّذِى أَعْطَيْتُهَا ، اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتُ فَعَلْتُ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ وَجْهِكَ فَافْرُجْ عَنَّا مَا نَحْنُ فِيهِ . فَانْفَرَجَتِ الصَّخْرَةُ ، غَيْرَ أَنَّهُمْ لاَ يَسْتَطِيعُونَ الْخُرُوجَ مِنْهَا . قَالَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - وَقَالَ الثَّالِثُ اللَّهُمَّ إِنِّى اسْتَأْجَرْتُ أُجَرَاءَ فَأَعْطَيْتُهُمْ أَجْرَهُمْ ، غَيْرَ رَجُلٍ وَاحِدٍ تَرَكَ الَّذِى لَهُ وَذَهَبَ فَثَمَّرْتُ أَجْرَهُ حَتَّى كَثُرَتْ مِنْهُ الأَمْوَالُ ، فَجَاءَنِى بَعْدَ حِينٍ فَقَالَ يَا عَبْدَ اللَّهِ أَدِّ إِلَىَّ أَجْرِى . فَقُلْتُ لَهُ كُلُّ مَا تَرَى مِنْ أَجْرِكَ مِنَ الإِبِلِ وَالْبَقَرِ وَالْغَنَمِ وَالرَّقِيقِ . فَقَالَ يَا عَبْدَ اللَّهِ لاَ تَسْتَهْزِئْ بِى . فَقُلْتُ إِنِّى لاَ أَسْتَهْزِئُ بِكَ . فَأَخَذَهُ كُلَّهُ فَاسْتَاقَهُ فَلَمْ يَتْرُكْ مِنْهُ شَيْئًا ، اللَّهُمَّ فَإِنْ كُنْتُ فَعَلْتُ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ وَجْهِكَ فَافْرُجْ عَنَّا مَا نَحْنُ فِيهِ . فَانْفَرَجَتِ الصَّخْرَةُ فَخَرَجُوا يَمْشُونَ » .

Abdullah bin Umar berkata: Saya mendengar Rasulullah Saw bersabda: “Ada tiga orang sebelum kamu melakukan perjalanan, lalu mereka bernaung di sebuah gua, mereka masuk ke dalamnya, lalu ada satu buah batu besar jatuh dari atas bukit dan menutup pintu gua itu. Mereka berkata: “Tidak ada yang dapat menyelamatkan kamu dari batu besar ini kecuali kamu berdoa kepada Allah dengan amal shaleh kamu.

Salah satu dari mereka bertiga berkata: “Ya Allah, saya mempunyai dua orang tua yang sudah tua renta, tidak seorang pun yang lebih saya dahulukan daripada mereka berdua, baik dalam urusan keluarga maupun harta. Suatu hari mereka meminta sesuatu kepada saya. Saya belum menyenangkan mereka hingga mereka tertidur. Maka saya siapkan susu untuk mereka berdua, saya dapati mereka berdua sudah tertidur, saya tidak ingin lebih mendahulukan yang lain; keluarga dan harta daripada mereka berdua. Maka saya terdiam, cangkir berada di tangan saya, saya menunggu mereka berdua terjaga, hingga terbit fajar. Mereka berdua pun terjaga, lalu mereka minum. Ya Allah, jika yang aku lakukan itu untuk mengharapkan kemuliaan-Mu, maka lepaskanlah kami dari dalam gua ini dan dari batu besar ini”. Maka gua itu terbuka sedikit, mereka belum bisa keluar.

                Orang kedua berkata: “Ya Allah, saya mempunyai sepupu perempuan, dia orang yang paling saya cintai, saya menginginkan dirinya. Ia menahan dirinya hingga berlalu beberapa tahun lamanya. Ia datang kepada saya, lalu saya beritakan seratus dua puluh Dinar kepadanya agar ia mau berdua-duaan dengan saya. Ia pun melakukannya, sampai saya mampu untuk melakukan sesuatu terhadapnya. Ia berkata: “Aku tidak halalkan bagimu untuk melepas cincin kecuali dengan kebenaran”. Saya merasa berat untuk melakukan sesuatu terhadapnya. Maka saya pun pergi meninggalkannya, padahal ia orang yang paling saya cintai, saya pun meninggalkan uang emas yang telah saya berikan. Ya Allah, jika yang saya lakukan itu untuk mengharapkan kemuliaan-Mu, maka lepaskanlah kami dari dalam gua ini”. Maka pintu gua itu pun terbuka sedikit, hanya saja mereka masih belum mampu keluar.

                Orang yang ketiga berkata: “Ya Allah, saya mempekerjakan para pekerja, saya memberikan gaji kepada mereka. Hanya saja ada seorang laki-laki yang tidak mengambil gajinya, ia pergi. Maka saya mengembangkan gajinya hingga menjadi harta yang banyak. Lalu setelah berapa lama ia datang lagi dan berkata: “Wahai hamba Allah, bayarkanlah gaji saya”. Saya katakana kepadanya: “Semua yang engkau lihat ini adalah dari gajimu; ada unta, lembu, kambing dan hamba sahaya”. Pekerja itu berkata: “Wahai hamba Allah, janganlah engkau mengejek”. Saya jawab: “Saya tidak mengejekmu”. Maka pekerja itu pun mengambil semuanya, ia membawanya, tidak meninggalkan walau sedikit pun. Ya Allah, jika yang aku lakukan itu untuk mengharapkan kemuliaan-Mu, maka lepaskanlah kami dari gua ini”. Maka batu besar itu pun bergeser (gua terbuka), lalu mereka pun pergi keluar melanjutkan perjalanan”.



(Hadits riwayat Imam al-Bukhari dan Muslim).

Ber-tawassul Dengan Nabi Muhammad Saw.


Riwayat Tentang Ber-tawassul Sebelum Nabi Muhammad Saw Lahir ke Dunia.


عن عمر بن الخطاب رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : لما اقترف آدم الخطيئة قال يا رب أسألك بحق محمد لما غفرت لي فقال الله : يا آدم و كيف عرفت محمدا و لم أخلقه ؟ قال : يا رب لأنك لما خلقتني بيدك و نفخت في من روحك و رفعت رأسي فرأيت على قوائم العرش مكتوبا لا إله إلا الله محمد رسول الله فعلمت أنك لم تضف إلى اسمك إلى أحب الخلق فقال الله : صدقت يا آدم إنه لأحب الخلق إلي ادعني بحقه فقد غفرت لك و لولا محمد ما خلقتك

Dari Umar bin al-Khattab, ia berkata: Rasulullah Saw bersabda: “Ketika Adam melakukan kesalahan, ia berkata: “Ya Tuhanku, aku memohon kepada-Mu berkat kebenaran Muhammad, ketika Engkau mengampuni aku”. Allah berkata: “Wahai Adam, bagaimana engkau mengenal Muhammad padahal Aku belum menciptakannya?”. Nabi Adam as menjawab: “Ya Allah, karena ketika Engkau menciptakan aku dengan tangan-Mu dan Engkau tiupkan ke dalam diriku dari ruh-Mu dan aku engkat kepalaku, aku lihat di tiang ‘Arsy tertulis: ‘Tiada tuhan selain Allah, Muhammad utusan Allah’. Maka aku pun mengetahui bahwa Engkau tidak akan menambahkan sesuatu kepada nama-Mu melainkan nama orang yang paling Engkau cintai”. Allah berfirman: “Engkau benar wahai Adam, sesungguhnya Muhammad itu makhluk yang paling aku cintai. Berdoalah berkat dirinya, Aku telah mengampuni engkau. Kalaulah bukan karena Muhammad, maka Aku tidak akan menciptakan engkau”.

                Ulama berbeda pendapat tentang hadits ini. Adz-Dzahabi menyatakan ini hadits palsu. Akan tetapi Imam al-Hakim menyebutkan hadits ini dalam al-Mustadrak, ia nyatakan shahih. Disebutkan al-Hafizh as-Suyuthi dalam al-Khasha’ish an-Nabawiyyah, ia nyatakan shahih. Disebutkan al-Baihaqi dalam Dala’il an-Nubuwwah, padahal Imam al-Baihaqi tidak meriwayatkan hadits palsu, begitu ia nyatakan dalam muqaddimah kitabnya. Juga dinyatakan shahih oleh Imam al-Qasthallani dan az-Zarqani dalam al-Mawahib al-Ladunniyyah, as-Subki dalam Syifa’ as-Saqam.

Imam Ibnu Taimiah Berdalil Dengan Hadits Yang Semakna Dengan Hadits Ini:

وقد روى أن الله كتب اسمه على العرش وعلى ما فى الجنة من الأبواب والقباب والأوراق وروى فى ذلك عدة آثار توافق هذه الأحاديث الثابتة التى تبين التنويه باسمه وإعلاء ذكره حينئذ وقد تقدم لفظ الحديث الذى فى المسند عن ميسرة الفجر لما قيل له متى كنت نبيا قال وآدم بين الروح والجسد وقد رواه أبو الحسين بن بشران من طريق الشيخ أبى الفرج بن الجوزى فى الوفا بفضائل المصطفى حدثنا أبو جعفر محمد بن عمرو حدثنا احمد بن اسحاق بن صالح ثنا محمد ابن صالح ثنا محمد بن سنان العوفى ثنا ابراهيم بن طهمان عن يزيد بن ميسرة عن عبد الله بن سفيان عن ميسرة قال قلت يا رسول الله متى كنت نبيا قال لما خلق الله الأرض واستوى إلى السماء فسواهن سبع سموات وخلق العرش كتب على ساق العرش محمد رسول الله خاتم الأنبياء وخلق الله الجنة التى أسكنها آدم وحواء فكتب اسمى على الأبواب والأوراق والقباب والخيام وآدم بين الروح والجسد فلما أحياه الله تعالى نظر الى العرش فرأى اسمى فأخبره الله انه سيد ولدك فلما غرهما الشيطان تابا واستشفعنا باسمى إليه

 وروى أبو نعيم الحافظ فى كتاب دلائل النبوة ومن طريق الشيخ أبى الفرج حدثنا سليمان بن أحمد ثنا أحمد بن رشدين ثنا أحمد بن سعيد الفهرى ثنا عبد الله بن اسماعيل المدنى عن عبد الرحمن بن زيد بن أسلم عن أبيه عن عمر بن الخطاب قال قال رسول الله لما أصاب آدم الخطيئة رفع رأسه فقال يا رب بحق محمد إلا غفرت لى فأوحى اليه وما محمد ومن محمد فقال يا رب إنك لما أتممت خلقى رفعت رأسى الى عرشك فإذا عليه مكتوب لا إله الا الله محمد رسول الله فعلمت أنه أكرم خلقك عليك إذ قرنت اسمه مع اسمك فقال نعم قد غفرت لك وهو آخر الأنبياء من ذريتك ولولاه ما خلقتك فهذا الحديث يؤيد الذى قبله وهما كالتفسير للأحاديث الصحيحة

Diriwayatkan bahwa Allah telah menuliskan nama Muhammad di ‘Arsy, di surga, di pintu-pintunya, di kubah-kubahnya dan di dedaunannya. Diriwayatkan beberapa riwayat yang sesuai dengan hadits-hadits shahih yang menjelaskan agar mengagungkan nama Muhammad dan memuliakan sebutannya pada saat itu. Telah disebutkan sebelumnya lafaz hadits yang terdapat dalam al-Musnad, dari Maisarah al-Fajr, ketika dikatakan kepada Rasulullah Saw: “Sejak bilakah engkau menjadi nabi?”. Rasulullah Saw menjawab: “Sejak Adam antara ruh dan jasad”.

Diriwayatkan oleh Abu al-Husein bin Basyran dari jalur rirwayat Syekh Abu al-Faraj bin al-Jauzi dalam al-Wafa bi Fadha’il al-Musthafa: Abu Ja’far Muhammad bin ‘Amr meriwayatkan kepada kami, Ahmad bin Ishaq bin Shalih meriwayatkan kepada kami, Muhammad bin Shalih meriwayatkan kepada kami, Muhammad bin Sinan al-‘Aufi meriwayatkan kepada kami, Ibrahim bin Thahman meriwayatkan kepada kami, dari Yazid bin Maisarah, dari Abdullah bin Sufyan bin Maisarah, ia berkata: saya berkata kepada Rasulullah: “Wahai Rasulullah, sejak bilakah engkau menjadi nabi?”. Rasulullah Saw menjawab: “Ketika Allah menciptakan bumi, kemudian Allah bersemayam di langit, lalu Allah ciptakan tujuh langit, Allah menciptakan ‘Arsy dan menuliskan di atas kaki ‘Arsy: Muhammad utusan Allah, penutup para nabi. Allah menciptakan surga yang didiami Adam dan Hawa, dituliskan namaku di atas pintu-pintunya, dedaunannya, kubah-kubahnya dan kemahnya. Adam antara ruh dan jasad. Ketika Allah menghidupkannya, ia melihat kepada ‘Arsy, ia lihat namaku, maka Allah memberitahukan kepada Adam, dia (Muhammad) adalah pemimpin anak cucumu. Ketika setan menggoda Adam dan Hawa, maka Adam dan Hawa memohon pertolongan kepada Allah dengan menyebut namaku (Muhammad)”.

Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim al-Hafizh dalam kitab Dala’il an-Nubuwwah dan dari jalur riwayat Syekh Abu al-Faraj, Sulaiman bin Ahmad meriwayatkan kepada kami, Ahmad bin Rasydin meriwayatkan kepada kami, Ahmad bin Sa’id al-Fihri meriwayatkan kepada kami, Abdullah bin Isma’il al-Madani meriwayatkan kepada kami, dari Abdurrahman bin Zaid bin Aslam, dari Bapaknya, dari Umar bin al-Khattab, ia berkata: Rasulullah Saw bersabda: “Ketika Adam melakukan dosa, ia mengangkat kepalanya seraya berkata: “Wahai Tuhanku, berkat kebenaran Muhammad Engkau mengampuni aku”. Diwahyukan kepada Adam: “Siapa Muhammad?”. Adam menjawab: “Wahai Tuhanku, ketika Engkau menyempurnakan penciptaanku, aku angkat kepalaku ke ‘Arsy-Mu, tiba-tiba tertulis di atasnya: Tiada tuhan selain Allah, Muhammad utusan Allah. Maka aku pun mengetahui bahwa dia (Muhammad) makhluk-Mu yang paling mulia bagi-Mu, karena Engkau mendekatkan namanya bersama nama-Mu”. Allah menjawab: “Ya, Aku telah mengampunimu, dialah nabi terakhir dari keturunanmu. Kalaulah bukan karena dia, maka Aku tidak akan menciptakan engkau”. (Ibnu Taimiah melanjutkan komentarnya): “Hadits ini mendukung hadits sebelumnya. Kedua hadits ini sebagai penjelasan hadits-hadits shahih”.

(Sumber: Majmu’ Fatawa Imam Ibn Taimiah: Juz.2, hal.150-151).

Orang-Orang Yahudi Ber-tawassul Dengan Nabi Muhammad Saw Sebelum Beliau Lahir:

قال ابن عباس: كانت يهود خيبر تقاتل غطفان فلما التقوا هزمت يهود، فعادت يهود بهذا الدعاء وقالوا: إنا نسألك بحق النبي الامي الذي وعدتنا أن تخرجه لنا في آخر الزمان إلا تنصرنا عليهم.

قال: فكانوا إذا التقوا دعوا بهذا الدعاء فهزموا غطفان، فلما بعث النبي صلى الله عليه وسلم كفروا، فأنزل

الله تعالى: " وكانوا من قبل يستفتحون على الذين كفروا " أي بك يا محمد، إلى قوله: " فلعنة الله على الكافرين ".

Dari Ibnu ‘Abbas: “Yahudi Khaibar berperang dengan Ghathafan, ketika mereka bertempur, orang-orang Yahudi mengalami kekalahan. Maka orang-orang Yahudi berdoa: “Kami memohon kepada-Mu berkat nabi yang tidak dapat membaca yang telah Engkau janjikan kepada kami yang Engkau keluarkan di akhir zaman, tolonglah kami melawan Ghathafan”. Apabila mereka menghadapi Ghathafan, maka mereka berdoa dengan doa ini, lalu mereka pun dapat mengalahkan Ghathafan. Akan tetapi ketika Rasulullah Saw tiba, mereka kafir kepada Rasulullah Saw, maka Allah turunkan ayat:

Padahal sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir, maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. Maka la'nat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar itu”. (Qs.al-Baqarah [2]: 89).

(Sumber: Tafsir al-Qurthubi: juz.2, hal.27).


Ber-tawassul Ketika Rasulullah Saw Masih Hidup.


عن أبي أمامة بن سهل بن حنيف عن عمه عثمان بن حنيف قال : سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم و جاءه رجل ضرير فشكا إليه ذهاب بصره فقال : يا رسول الله ليس لي قائد و قد شق علي فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم : ائت الميضاة فتوضأ ثم صل ركعتين ثم قل : اللهم إني أسألك و أتوجه إليك بنبيك محمد صلى الله عليه و سلم نبي الرحمة يا محمد إني أتوجه بك إلى ربك فيجلي لي عن بصري اللهم شفعه في و شفعني في نفسي قال عثمان فو الله ما تفرقنا و لا طال بنا الحديث حتى دخل الرجل و كأنه لم يكن به ضر قط

Dari Abu Umamah bin Sahl bin Hunaif, dari pamannya bernama Utsman bin Hunaif, ia berkata: Saya mendengar Rasulullah Saw, datang seorang laki-laki buta mengadu tentang matanya, ia berkata: “Wahai Rasulullah, tidak ada orang yang membimbing saya, ini berat bagi saya”. Maka Rasulullah Saw berkata: “Pergilah ke tempat berwudhu’, maka berwudhu’lah, kemudian shalatlah dua rakaat. Kemudian ucapkan: “Ya Allah, aku memohon kepada-Mu dan menghadap kepada-Mu berkat nabi-Mu Muhammad Saw nabi pembawa rahmat, wahai Muhammad aku menghadap denganmu kepada Tuhanmu, maka tampakkanlah pandanganku, ya Allah jadikanlah ia penolong bagiku dan jadikan aku dapat menolong diriku sendiri”. Utsman berkata: “Demi Allah, belum lama kami berpisah, belum lama kami bercerita, lalu laki-laki itu masuk, seakan-akan ia tidak pernah buta sama sekali”.

Komentar al-Hafizh al-Mundziri:

رواه الترمذي وقال حديث حسن صحيح غريب والنسائي واللفظ له وابن ماجه وابن خزيمة في صحيحه والحاكم وقال صحيح على شرط البخاري ومسلم وليس عند الترمذي ثم صل ركعتين إنما قال فأمره أن يتوضأ فيحسن وضوءه ثم يدعو بهذا الدعاء فذكره بنحوه قال الطبراني بعد ذكر طرقه والحديث صحيح

Diriwayatkan at-Tirmidzi, ia berkata: Hadits hasan shahih gharib. Diriwayatkan an-Nasa’i dengan lafaznya. Diriwayatkan Ibnu Majah dan Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya. Diriwayatkan al-Hakim, ia berkata: “Shahih menurut syarat al-Bukhari dan Muslim). Imam ath-Thabrani berkata setelah menyebutkan beberapa jalur periwayatannya: “Hadits Shahih”.

(Sumber: al-Hafizh al-Mundziri dalam at-Targhib wa at-Tarhib, juz.1, hal.272-273).

Ber-tawassul Ketika Rasulullah Saw Sudah Wafat.


عن أبى أمامة بن سهل بن حنيف عن عمه عثمان بن حنيف أن رجلا كان يختلف إلى عثمان بن عفان فى حاجة له فلقى عثمان بن حنيف فشكا اليه ذلك فقال له عثمان بن حنيف ائت الميضأة فتوضأ ثم ائت المسجد فصل فيه ركعتين ثم قل اللهم إنى أسألك وأتوجه إليك بنبينا محمد صلى الله عليه و سلم نبى الرحمة يامحمد إنى أتوجه بك إلى ربك عز و جل فيقضى لى حاجتى وتذكر حاجتك ورح حتى أروح معك فإنطلق الرجل فصنع ما قال له ثم أتى باب عثمان بن عفان فأجلسه معه على الطنفسة وقال حاجتك فذكر حاجته فقضاها له ثم قال له ما ذكرت حاجتك حتى كانت هذه الساعة وقال ما كانت لك من حاجة فائتنا  ثم إن الرجل خرج من عنده فلقى عثمان بن حنيف فقال له جزاك الله خيرا ما كان ينظر فى حاجتى ولا يلتفت الى حتى كلمته فى فقال له عثمان بن حنيف والله ما كلمته ولكن شهدت رسول الله وأتاه ضرير فشكا اليه ذهاب بصره فقال له النبى أفتصبر فقال يا رسول الله إنه ليس لى قائد وقد شق على فقال له رسول الله ائت الميضأة فتوضأ ثم صل ركعتين ثم ادع بهذه الدعوات فقال عثمان بن حنيف فوالله ما تفرقنا ولا طال بنا الحديث حتى دخل علينا الرجل كأنه لم يكن به ضر قط

Dari Abu Umamah bin Sahl bin Hunaif, dari pamannya bernama Utsman bin Hunaif, bahwa ada seorang laki-laki akan menghadap Khalifah Utsman bin ‘Affan untuk suatu urusan, maka ia pun menemui Utsman bin Hunaif, ia mengadu kepada Utsman bin Hunaif, Utsman bin Hunaif berkata kepadanya: “Pergilah ke tempat wudhu’, kemudian berwudhu’lah, kemudian pergilah ke masjid, shalatlah dua rakaat, kemudian ucapkanlah: “Ya Allah, aku memohon kepada-Mu dan menghadap kepada-Mu berkat nabi-Mu Muhammad Saw nabi pembawa rahmat, ya Muhammad aku menghadap denganmu kepada Tuhanmu, agar Ia menunaikan hajatku”, kemudian ucapkanlah hajatmu. Pergilah, agar aku dapat pergi bersamamu”. Maka laki-laki itu pun pergi, ia melakukan apa yang dikatakan Utsman bin Hunaif. Kemudian ia datang ke pintu Utsman bin ‘Affan, lalu Utsman mendudukkannya bersamanya di atas karpet alas duduk, Utsman bin ‘Affan bertanya: “Apakah keperluanmu?”. Laki-laki itu pun menyebutkan keperluannya, lalu Utsman bin ‘Affan menunaikannya. Kemudian Utsman bin ‘Affan berkata kepadanya: “Engkau tidak menyebutkan keperluanmu hingga saat ini. Jika engkau ada keperluan, maka datanglah kepada kami”. Kemudian laki-laki itu pergi. Lalu ia menemui Utsman bin Hunaif dan berkata: “Semoga Allah memberikan balasan kebaikan kepadamu, sebelumnya Khalifah Utsman bin ‘Affan tidak mau melihat keperluan saya dan tidak menoleh kepada saya hingga engkau menceritakan tentang saya kepadanya”. Utsman bin Hunaif berkata: “Demi Allah, saya tidak pernah menceritakan tentangmu kepada Khalifah Utsman bin ‘Affan, akan tetapi saya menyaksikan Rasulullah Saw, seorang yang buta datang kepadanya mengadu kepadanya tentang penglihatannya yang hilang, maka Rasulullah Saw berkata kepadanya: “Apakah engkau bersabar?”. Laki-laki buta itu menjawab: “Wahai Rasulullah, tidak ada yang membimbing saya, berat bagi saya”. Rasulullah Saw berkata kepadanya: “Pergilah engkau ke tempat wudhu’, berwudhu’lah, kemudian shalatlah dua rakaat, kemudian berdoalah dengan doa ini”. Utsman bin Hunaif berkata: “Demi Allah, tidak berapa lama kami berpisah, tidak berapa lama kami bercerita, hingga laki-laki buta itu datang kepada kami, seakan-akan ia tidak buta sama sekali”.

Pendapat Ibnu Taimiah Terhadap Hadits ini:


قال الطبرانى روى هذا الحديث شعبة عن أبى جعفر واسمه عمر بن يزيد وهو ثقة تفرد به عثمان بن عمر عن شعبة قال أبو عبد الله المقدسى والحديث صحيح

قلت والطبرانى ذكر تفرده بمبلغ علمه ولم تبلغه رواية روح بن عبادة عن شعبة وذلك إسناد صحيح يبين أنه لم ينفرد به عثمان بن عمر

Ath-Thabrani berkata: “Yang meriwayatkan hadits ini adalah Syu’bah dari Abu Ja’far, namanya Umar bin Yazid, ia seorang periwayat yang Tsiqah (terpercaya), hanya Utsman bin Umar yang meriwayatkan dari Syu’bah. Abu Abdillah al-Maqdisi berkata: “Ini hadits shahih”.


Saya (Ibnu Taimiah) katakan: ath-Thabrani menyebutkan hanya Utsman bin Umar yang meriwayatkan, itu pengetahuan ath-Thabrani, karena riwayat Rauh bin ‘Ubadah dari Syu’bah tidak sampai kepada ath-Thabrani. Itu sanad yang shahih yang menjelaskan bahwa Utsman bin Umar tidak meriwayatkan sendirian.


(Sumber: Majmu’ Fatawa Ibn Taimiah, at-Tawassul wa al-Wasilah, juz.1, hal.273).


ابن أبى الدنيا فى كتاب مجابى الدعاء قال حدثنا أبو هاشم سمعت كثير بن محمد ابن كثير بن رفاعة يقول جاء رجل الى عبد الملك بن سعيد بن أبجر فجس بطنه فقال بك داء لا يبرأ قال ما هو قال الدبيلة قال فتحول الرجل فقال الله الله الله ربى لا أشرك به شيئا اللهم إنى أتوجه اليك بنبيك محمد نبى الرحمة تسليما يا محمد إنى أتوجه بك الى ربك وربى يرحمنى مما بى قال فجس بطنه فقال قد برئت ما بك علة

 قلت فهذا الدعاء ونحوه قد روى أنه دعا به السلف

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi ad-Dunia dalam kitab Mujabi ad-Du’a’, ia berkata: Abu Hasyim meriwayatkan kepada kami, ia berkata: Saya mendengar Katsir bin Muhammad bin Katsir bin Rifa’ah berkata: Seorang laki-laki datang kepada Abdul Malik bin Sa’id bin Abjar, ia meraba perut laki-laki itu. Abdul Malik bin Sa’id bin Abjar berkata: “Engkau mengalami penyakit yang tidak dapat disembuhkan”. Orang itu bertanya: “Apakah namanya?”. Ia menjawab: “Dubailah (Bisul besar yang ada di dalam perut, biasanya orang yang terkena penyakit ini berakhir dengan kematian)”. Lalu laki-laki itu berpaling seraya mengucapkan: “Allah Allah Allah Tuhanku, aku tidak mempersekutukannya dengan sesuatu apa pun. Ya Allah, aku menghadap kepada-Mu berkat nabi-Mu Muhammad nabi pembawa rahmat dan keselamatan, wahai Muhammad sesungguhnya aku menghadap denganmu kepada Tuhanmu dan Tuhanku agar ia merahmati aku dan apa yang menimpaku”. Abdul Malik bin Sa’id bin Abjar kembali meraba perut laki-laki itu, ia berkata: “Engkau telah sembuh, tidak ada penyakit pada dirimu”.

Komentar Ibnu Taimiah:

Doa seperti ini dan sejenisnya adalah doa yang biasa diucapkan kalangan Salaf.

(Sumber: Majmu’ Fatawa Ibn Taimiah: juz.1, hal.264).

Imam Ahmad bin Hanbal Memperbolehkan Ber-tawassul Dengan Nabi Muhammad Saw:

قال أحمد في منسكه الذي كتبه للمروزي صاحبه إنه يتوسل بالنبي صلى الله عليه و سلم في دعائه ولكن غير أحمد قال : إن هذا إقسام على الله به ولا يقسم على الله بمخلوق وأحمد في إحدى الروايتين قد جوز القسم به فلذلك جوز التوسل به

Imam Ahmad bin Hanbal berkata dalam al-Mansak yang ditulis oleh al-Marwazi sahabatnya, bahwa Imam Ahmad bin Hanbal bertawassul dengan nabi Muhammad Saw dalam doanya, akan tetapi selain Imam Ahmad bin Hanbal berkata: “Sesungguhnya ini bersumpah kepada Allah demi nabi Muhammad Saw, tidak boleh bersumpah kepada Allah demi makhluk”. Dalam salah satu riwayat dari Imam Ahmad disebutkan bahwa Imam Ahmad membolehkan sumpah demi Nabi Muhammad Saw, dengan demikian berarti Imam Ahmad membolehkan tawassul dengan Nabi Muhammad Saw.

(Sumber: al-Fatawa al-Kubra, Ibnu Taimiah, juz.2, hal.422).

ZIKIR JAHR BERAMAI-RAMAI.

Banyak ayat-ayat al-Qur’an menyebut kata zikir dalam bentuk jamak.


Firman Allah Swt:


الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ


(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring”. (Qs. Al ‘Imran [3]:  191).


Firman Allah Swt:


وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا


“Laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar”. (Qs. Al-Ahzab [33]: 35).


Firman Allah Swt:


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا (41) وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا (42)


“Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang”. (Qs. Al-Ahzab [33]: 41-42).

Hadits-Hadits Tentang Zikir Beramai-ramai.

Hadits Pertama:

عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم «إن لله ملائكة يطوفون في الطرق يتلمسون أهل الذكر فإذا وجدوا قوما يذكرون الله تنادوا هلموا إلى حاجتكم قال: فيحفونهم بأجنحتهم إلى السماء الدنيا قال: فيسألهم ربهم وهو أعلم منهم: ما يقول عبادي؟ قال: يقولون يسبحونك ويكبرونك ويحمدونك ويمجدونك قال فيقول: هل رأوني؟ قال فيقولون لا والله ما رأوك قال: فيقول: كيف لو رأوني؟ قال يقولون لو رأوك كانوا أشد لك عبادة وأشد لك تمجيدا وأكثر لك تسبيحا قال يقول فما يسألوني؟ قال: يسألونك الجنة قال: يقول: وهل رأوها؟قال يقولون لا والله يا رب ما رأوها قال يقول فكيف لو أنهم رأوها؟ قال فيقلون لو أنهم راوها كانوا أشد عليها حرصا وأشد لها طلبا وأعظم فيها رغبة قال فمم يتعوذون ؟ قال: يقولون من النار قال يقول وهل رأوها ؟ قال يقولون لا والله ما رأوها قال يقول فكيف لو رأوها؟ قال يقولون لو رأوها كانوا أشد منها فرارا وأشد لها مخافة قال فيقول : فأشهدكم أني قد غفرت لهم قال يقول ملك من الملائكة فيهم فلان ليس منهم إنما جاء لحاجة قال: هم الجلساء لا يشقى بهم جليسهم

Dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya Allah Swt memiliki para malaikat yang berkeliling di jalan-jalan mencari ahli zikir, apabila para malaikat itu menemukan sekelompok orang berzikir, maka para malaikat itu saling memanggil: “Marilah kamu datang kepada apa yang kamu cari”. Para malaikat itu menutupi majlis zikir itu dengan sayap-sayap mereka hingga ke langit dunia. Tuhan mereka bertanya kepada mereka, Allah Maha Mengetahui daripada mereka: “Apa yang dikatakan hamba-hamba-Ku?”. Malaikat menjawab: “Mereka bertasbih mensucikan-Mu, bertakbir mengagungkan-Mu, bertahmid memuji-Mu, memuliakan-Mu”. Allah bertanya: “Apakah mereka pernah melihat Aku?”. Malaikat menjawab: “Demi Allah, mereka tidak pernah melihat Engkau”. Allah berkata: “Bagaimana jika mereka melihat Aku?”. Para malaikat menjawab: “Andai mereka melihat-Mu, tentulah ibadah mereka lebih kuat, pengagungan mereka lebih hebat, tasbih mereka lebih banyak”. Allah berkata: “Apa yang mereka mohon kepada-Ku?”. Malaikat menjawab: “Mereka memohon surga-Mu”. Allah berkata: “Apakah mereka pernah melihat surga?”. Malaikat menjawab: “Demi Allah, mereka tidak pernah melihatnya”. Allah berkata: “Bagaimana jika mereka melihatnya?”. Malaikat menjawab: “Andai mereka pernah melihat surga, pastilah mereka lebih bersemangat untuk mendapatkannya, lebih berusaha mencarinya dan lebih hebat keinginannya”. Allah berkata: “Apa yang mereka mohonkan supaya dijauhkan?”. Malaikat menjawab: “Mereka mohon dijauhkan dari neraka”. Allah berkata: “Apakah mereka pernah melihat neraka?”. Malaikat menjawab: “Demi Allah, mereka tidak pernah melihatnya”. Allah berkata: “Bagaimana jika mereka pernah melihatnya?”. Malaikat menjawab: “Pastilah mereka lebih kuat melarikan diri dari nereka dan lebih takut”. Allah berkata: “Aku persaksikan kepada kamu bahwa Aku telah mengampuni orang-orang yang berzikir itu”. Ada satu malaikat berkata: “Ada satu diantara mereka yang bukan golongan orang berzikir, mereka datang karena ada suatu keperluan saja”. Allah berkata: “Mereka adalah teman duduk yang tidak menyusahkan teman duduknya”. (Hadits riwayat Imam al-Bukhari, Muslim, at-Tirmidzi dan Ahmad bin Hanbal).

Hadits Kedua:

عن جابر رضي الله عنه قال: خرج علينا النبي صلى الله عليه وآله وسلم فقال: يا أيها الناس إن لله سرايا من الملائكة تحل وتقف على مجالس الذكر في الأرض فارتعوا في رياض الجنة قالوا وأين رياض الجنة؟ قال: مجالس الذكر فاغدوا وروحوا في ذكر الله وذكروا أنفسكم من كان يحب أن يعلم منزلته عند الله فلينظر كيف منزلة الله عنده فإن الله ينزل العبد منه حيث أنزله من نفسه.

Dari Jabir, ia berkata: “Rasulullah Saw keluar menemui kami, ia berkata: “Wahai manusia, sesungguhnya Allah Swt memiliki sekelompok pasukan malaikat yang menempati dan berhenti di majlis-majlis zikir di atas bumi, maka nikmatilah taman-taman surga”. Para shahabat bertanya: “Di manakah taman-taman surga itu?”. Rasulullah Saw menjawab: “Majlis-majlis zikir. Maka pergilah, bertenanglah dalam zikir kepada Allah dan jadikanlah diri kamu berzikir mengingat Allah. Siapa yang ingin mengetahui kedudukannya di sisi Allah, maka hendaklah ia melihat bagaimana kedudukan Allah bagi dirinya. sesungguhnya Allah menempatkan seorang hamba di sisi-Nya sebagaimana hamba itu menempatkan Allah bagi dirinya”. (Hadits riwayat Al-Hakim dalam al-Mustadrak).

Komentar Imam al-Hakim terhadap hadits ini:

هذا حديث صحيح الإسناد و لم يخرجاه


Hadits ini sanadnya shahih, tapi tidak disebutkan Imam al-Bukhari dan Muslim dalam kitab mereka.

Hadits Ketiga:

وعن أنس رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم «إذا مررتم برياض الجنة فارتعوا قالوا يا رسول الله وما رياض الجنة؟ قال : حلق الذكر.

Dari Anas, ia berkata: Rasulullah Saw bersabda: “Apabila kamu melewati taman surga, maka nikmatilah”, para shahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah taman surga itu?”. Rasulullah Saw menjawab: Halaqah-halaqah (lingkaran-lingkaran) majlis zikir”. (HR. At-Tirmidzi).

Komentar Syekh al-Albani terhadap hadits ini: Hadits Hasan. (Dalam Shahih wa Dha’if Sunan at-Tirmidzi).

Hadits Keempat:

عن أبي سعيد الخدري قال خرج معاوية إلى المسجد فقال ما يجلسكم قالوا جلسنا نذكر الله قال آلله ما أجلسكم إلا ذاك قالوا والله ما أجلسنا إلا ذاك قال أما إني لم أستحلفكم تهمة لكم وما كان أحد بمنزلتي من رسول الله صلى الله عليه وسلم أقل حديثا عنه مني إن رسول الله صلى الله عليه وسلم خرج على حلقة من أصحابه فقال ما يجلسكم قالوا جلسنا نذكر الله ونحمده لما هدانا للإسلام ومن علينا به فقال آلله ما أجلسكم إلا ذاك قالوا آلله ما أجلسنا إلا ذاك قال أما إني لم أستحلفكم لتهمة لكم إنه أتاني جبريل فأخبرني أن الله يباهي بكم الملائكة

Dari Abu Sa’id al-Khudri, ia berkata: Mu’awiyah pergi ke masjid, ia berkata: “Apa yang membuat kamu duduk?”. Mereka menjawab: “Kami duduk berzikir mengingat Allah”. Ia bertanya: “Demi Allah, apakah  kamu duduk hanya karena itu?”. Mereka menjawab: “Demi Allah, hanya itu yang membuat kami duduk”. Mu’awiyah berkata: “Aku meminta kamu bersumpah, bukan karena aku menuduh kamu, tidak seorang pun yang kedudukannya seperti aku bagi Rasulullah Saw yang hadits riwayatnya lebih sedikit daripada aku, sesungguhnya Rasulullah Saw keluar menemui halaqah (lingkaran) majlis zikir para shahabatnnya, Rasulullah Saw bertanya: “Apa yang membuat kamu duduk?”. Para shahabat menjawab: “Kami duduk berzikir dan memuji Allah karena telah memberikan hidayah Islam dan nikmat yang telah Ia berikan kepada kami”. Rasulullah Saw berkata: “Demi Allah, kamu hanya duduk karena itu?”. Mereka menjawab: “Demi Allah, kami duduk hanya karena itu”. Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya aku meminta kamu bersumpah, bukan karena aku menuduh kamu, sesungguhnya malaikat Jibril telah datang kepadaku, ia memberitahukan kepadaku bahwa Allah membanggakan kamu kepada para malaikat”. (Hadits riwayat Imam at-Tirmidzi).

Komentar Syekh al-Albani terhadap hadits ini: Hadits Shahih. (Dalam Shahih wa Dha’if Sunan at-Tirmidzi).


Hadits Kelima:

كان سلمان في عصابة يذكرون الله فمر بهم رسول الله صلى الله عليه و سلم فجاءهم قاصدا حتى دنا منهم فكفوا عن الحديث إعظاما لرسول الله صلى الله عليه و سلم فقال : ما كنتم تقولون فإني رأيت الرحمة تنزل عليكم فأحببت أن أشارككم فيها

و قد احتجا بجعفر بن سليمان فأما أبو سلمة سيار بن حاتم الزاهد فإنه عابد عصره و قد أكثر أحمد بن حنبل الرواية عنه

Salman al-Farisi bersama sekelompok shahabat berzikir, lalu Rasulullah Saw melewati mereka, Rasulullah Saw datang kepada mereka dan mendekat. Lalu mereka berhenti karena memuliakan Rasulullah Saw. Rasulullah Saw bertanya: “Apa yang kamu ucapkan? Aku melihat rahmat turun kepada kamu, aku ingin ikut serta dengan kamu”. (Hadits riwayat Imam al-Hakim).

Komentar Imam al-Hakim terhadap hadits ini:

هذا حديث صحيح و لم يخرجاه


Ini hadits shahih, tidak disebutkan Imam al-Bukhari dan Muslim dalam kitab mereka.

Komentar Imam adz-Dzahabi:

تعليق الذهبي قي التلخيص : صحيح

Komentar Imam adz-Dzahabi dalam kitab at-Talkhish: Hadits Shahih.

Hadits Keenam:

وعن عبد الله بن الزبير قال : كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا سلم من صلاته يقولبصوته الأعلى : " لا إله إلا الله وحده لا شريك له له الملك وله الحمد وهو على كل شيء قدير لا حول ولا قوة إلا بالله لا إله إلا الله لا إله إلا الله ولا نعبد إلا إياه له النعمة وله الفضل وله الثناء الحسن لا إله إلا الله مخلصين له الدين ولو كره الكافرون " . رواه مسلم

Dari Abdullah bin az-Zubair, ia berkata: Rasulullah Saw apabila telah salam dari shalat, ia mengucapkan dengan suara yang tinggi:

لا إله إلا الله وحده لا شريك له له الملك وله الحمد وهو على كل شيء قدير لا حول ولا قوة إلا بالله لا إله إلا الله لا إله إلا الله ولا نعبد إلا إياه له النعمة وله الفضل وله الثناء الحسن لا إله إلا الله مخلصين له الدين ولو كره الكافرون

Komentar Syekh al-Albani dalam Misykat al-Mashabih: Hadits Shahih.




Hadits Ketujuh:

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « يَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِى بِى وَأَنَا مَعَهُ حِينَ يَذْكُرُنِى إِنْ ذَكَرَنِى فِى نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِى نَفْسِى وَإِنْ ذَكَرَنِى فِى مَلإٍ ذَكَرْتُهُ فِى مَلإٍ هُمْ خَيْرٌ مِنْهُمْ وَإِنْ تَقَرَّبَ مِنِّى شِبْرًا تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَىَّ ذِرَاعًا تَقَرَّبْتُ مِنْهُ بَاعًا وَإِنْ أَتَانِى يَمْشِى أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً ».

Dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah Saw bersabda: Allah Swt berfirman: “Aku menurut prasangka hamba-Ku kepada-Ku. Aku bersamanya ketika ia berzikir mengingat Aku. Jika ia berzikir sendirian, maka Aku menyebutnya di dalam diriku. Jika ia berzikir bersama kelompok orang banyak, maka aku menyebutnya dalam kelompok yang lebih baik dari kelompok mereka. Jika ia mendekat satu jengkal kepadaku, maka Aku mendekat satu hasta kepdanya. Jika ia mendekat satu hasta, maka Aku mendekat satu lengan kepadanya. Jika ia datang berjalan, maka Aku akan datang kepadanya dengan berlari”. (Hadits riwayat al-Bukhari dan Muslim).

Hadits Kedelapan:

أَنَّ رَفْعَ الصَّوْتِ بِالذِّكْرِ حِينَ يَنْصَرِفُ النَّاسُ مِنَ الْمَكْتُوبَةِ كَانَ عَلَى عَهْدِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم-. وَأَنَّهُ قَالَ قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ كُنْتُ أَعْلَمُ إِذَا انْصَرَفُوا بِذَلِكَ إِذَا سَمِعْتُهُ.

Sesungguhnya mengeraskan suara ketika berzikir setelah selesai shalat wajib sudah ada sejak zaman Rasulullah Saw. Ibnu Abbas berkata: “Aku tahu bahwa mereka telah selesai shalat ketika aku mendengarnya (zikir dengan suara jahr)”. (Hadits riwayat al-Bukhari dan Muslim).

Hadits Kesembilan:

ما من قوم يذكرون الله إلا حفت بهم الملائكة وغشيتهم الرحمة ونزلت عليهم السكينة وذكرهم الله فيمن عنده

Tidaklah sekelompok orang berzikir mengingat Allah, melainkan para malaikat mengelilingi mereka, mereka diliputi rahmat Allah, turun ketenangan kepada mereka dan mereka dibanggakan Allah kepada para malaikat yang ada di sisi-Nya. (Hadits riwayat Imam at-Tirmidzi).

Komentar Syekh al-Albani dalam shahih wa dha’if Sunan at-Tirmidzi: Hadits Shahih.

Hadits Kesepuluh:

عن أنس بن مالك عن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال : ما من قوم اجتمعوا يذكرون الله لا يريدون بذلك الا وجهه الا ناداهم مناد من السماء ان قوموا مغفورا لكم قد بدلت سيئاتكم حسنات

Dari Anas bin Malik, dari Rasulullah Saw, beliau bersabda: “Sekelompok orang berkumpul berzikir mengingat Allah, tidak mengharapkan kecuali keagungan Allah, maka ada malaikat dari langit yang memanggil mereka: “Berdirilah kamu, dosa-dosa kamu telah diganti dengan kebaikan”.

Hadits riwayat Imam Ahmad bin Hanbal dalam kitab al-Musnad.

Komentar Syekh Syu’aib al-Arna’uth tentang hadits ini:

صحيح لغيره، وهذا إسناد حسن


Shahih li ghairihi, sanad ini sanad hasan.

Hadits Kesebelas:

عن أنس رضي الله عنه عن رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم قال «لأن أذكر الله تعالى مع قوم بعد صلاة الفجر إلى طلوع الشمس أحب الي مما طلعت عليه الشمس ولأن أذكر الله مع قوم بعد صلاة العصر إلى أن تغيب الشمس أحب إلي من الدنيا وما فيها.

Dari Anas, dari Rasulullah Saw, beliau bersabda: “Aku berzikir mengingat Allah bersama orang banyak setelah shalat shubuh hingga terbit matahari lebih aku sukai daripada terbitnya matahari. Aku berzikir bersama orang banyak setelah shalat ashar hingga tenggelam matahari lebih aku sukai daripada dunia dan seisinya”. (Hadits riwayat Imam as-Suyuthi dalam kitab al-Jami’ ash-Shaghir dengan tanda: Hadits Hasan).

Pendapat Ulama Tentang Zikir Jahr.

Pendapat Imam as-Suyuthi:

سألت أكرمك الله عما اعتاده السادة الصوفية من عقد حلق الذكر والجهر به في المساجد ورفع الصوت بالتهليل وهل ذلك مكروه أو لا.

الجواب - إنه لا كراهة في شيء من ذلك وقد وردت أحاديث تقتضي استحباب الجهر بالذكر وأحاديث تقتضي استحباب الأسرار به والجمع بينهما أن ذلك يختلف باختلاف الأحوال والأشخاص كما جمع النووي بمثل ذلك بين الأحاديث الواردة باستحباب الجهر بقراءة القرآن والواردة باستحباب الأسرار بها

Pertanyaan ditujukan kepada Imam as-Suyuthi tentang kebiasaan kalangan Tasauf membuat lingkaran zikir dan berzikir jahr di masjid-masjid serta mengeraskan suara ketika ber-tahlil, apakah itu makruh atau tidak?

Jawaban:

Perbuatan itu tidak makruh, terdapat beberapa hadits yang menganjurkan zikir jahr dan hadits-hadits yang menganjurkan zikir sirr. Kombinasi antara keduanya bahwa jahr dan sirr berbeda sesuai perbedaan kondisi dan orang yang berzikir, sebagaimana yang digabungkan Imam an-Nawawi tentang hadits-hadits berkaitan dengan anjuran membaca al-Qur’an dengan cara jahr dan sirr.

(al-Hawi li al-Fatawa, Imam as-Suyuthi, juz.II, hal.81. lihat selengkapnya, Imam as-Suyuthi memuat 25 hadits tentang zikir jahr).

Pendapat Syekh Abdul Wahhab asy-Sya’rani:

وقال الشيخ عبدالوهاب الشعراني رحمه الله تعالى (وأجمعوا على انه يجب على المريد الجهر بالذكر بقوة تامة بحيث لا يبقى منه متسع إلا ويهتز من فوق رأسه إلى إصبع قدميه).

Syekh Abdul Wahhab asy-Sya’rani berkata: “Para ulama sepakat bahwa wajib bagi seorang murid men-jahr-kan zikir dengan kekuatan yang sempurna hingga tidak ada yang luang melainkan bergetar dari atas kepala hingga jari-jari kedua kaki”. (Al-Anwar al-Qudsiyyah, juz.1 hal, 38).


Bagaimana Dengan Ayat Memerintahkan zikir Sirr?

﴿واذكر ربك في نفسك تضرعا وخفية ودون الجهر من القول﴾


Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara”. (Qs. al-A’raf [7]: 205).

Imam as-Suyuthi memberikan jawaban dalam kitab Natijat al-Fikr fi al-Jahr bi adz-Dzikr:

الأول: إنها مكية لأنها من الأعراف وهي مكية كآية الإسراء﴿ولا تجهر بصلاتك ولا تخافت بها﴾ وقد نزلت حين كان النبي صلى الله عليه وآله وسلم يجهر بالقرآن فيسمعه المشركون فيسبون القرآن ومن أنزله فامره الله بترك الجهر سدا للذريعة كما نهى عن سب الأصنام في قوله: ﴿ولا تسبوا الذين يدعون من دون الله فيسبوا الله عدوا بغير علم﴾ وقد زال هذا المعنى.

Pertama: ayat ini turun di Mekah, karena bagian dari surat al-A’raf, surat ini turun di Mekah, seperti ayat dalam surat al-Isra’: “Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu”. (Qs. al-Isra’ [17 ]: 110), ayat ini turun ketika Rasulullah Saw membaca al-Qur’an secara jahr lalu didengar orang-orang musyrik, lalu mereka mencaci maki al-Qur’an dan Allah yang menurunkannya, maka Allah memerintahkan agar jangan membaca jahr untuk menutup pintu terhadap perbuatan tersebut, sebagaimana dilarang mencaci-maki berhala dalam ayat: “Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan”. (Qs. al-An’am [6 ]: 108).

والثاني: أن جماعة من المفسرين منهم عبدالرحمن بن يزيد بن أسلم شيخ مالك وابن جرير حملوا الآية على الذكرحال قراءة القرآن وأنه أمره بالذكر على هذه الصفة تعظيما للقرآن الكريم أن ترفع الأصوات عنده ويقويه اتصاله بقوله تعالى ﴿وإذا قرئ القرآن فاستمعوا له وانصتوا لعلكم ترحمون﴾

Kedua: sekelompok ahli Tafsir, diantara mereka Abdurrahman bin Yazid bin Aslam guru Imam Malik dan Ibnu Jarir memaknai perintah zikir sirr ini ketika ada bacaan al-Qur’an. Diperintahkan zikir sirr ketika ada bacaan al-Qur’an untuk mengagungkan al-Qur’an. Ini kuat hubungannya dengan ayat: “Dan apabila dibacakan Al Quran, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat”. (Qs. al-A’raf [7 ]: 204).

الثالث: ما ذكره علماء الصوفية من أن الأمر في الآية خاص بالنبي صلى الله عليه وآله وسلم واما غيره فمن هو محل الوساوس والخواطر فمأمور بالجهر لأنه أشد تأثيرا في دفعها

Ketiga: Sebagaimana yang disebutkan para ulama Tasauf bahwa perintah dalam ayat ini khusus kepada Rasulullah Saw, adapun kepada selain Rasulullah Saw maka mereka adalah tempatnya was-was dan lintasan hati, maka diperintahkan zikir jahr karena zikir jahr itu lebih kuat pengaruhnya dalam menolak was-was.


Bagaimana Dengan Ayat Yang Memerintahkan Sirr?

﴿ادعوا ربكم تضرعا وخفية إنه لا يحب المعتدين﴾


“Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”. (Qs. Al-A’raf [ ]: 55).

Jawaban:

احدهما: أن الراجح في تفسيره أنه تجاوز المأمور أو اختراع دعوة لا أصل لها في الشرع فعن عبدالله بن مغفل رضي الله عنه أنه سمع ابنه يقول: (اللهم إني أسألك القصر الأبيض عن يمين الجنة فقال إني سمعت رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم يقول«يكون في الأمة قوم يعتدون في الدعاء والطهور» وقرأ هذه الآية فهذا تفسير صحابي وهو أعلم بالمراد).

Pertama: Pendapat yang kuat tentang makna melampaui batas dalam ayat ini adalah melampaui batas yang diperintahkan, atau membuat-buat doa yang tidak ada dasarnya dalam syariat Islam, diriwayatkan dari Abdullah bin Mughaffal, ia mendengar anaknya berdoa: “Ya Allah, aku memohon kepada-Mu istana yang putih di sebelah kanan surga”, maka Abdullah bin Mughaffal berkata: “Aku pernah mendengar Rasulullah Saw bersabda: “Ada di antara ummatku suatu kaum yang melampaui batas dalam berdoa dan bersuci. Kemudian ia membaca ayat ini: “Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”. (Qs. Al-A’raf [ 7]: 55). Ini penafsiran seorang shahabat nabi tentang ayat ini, ia lebih mengetahui maksud ayat ini.

الثاني: على تقدير التسليم فالآية في الدعاء لا في الذكر والدعاء بخصوصه الأفضل فيه الإسرار لأنه أقرب إلى الإجابة ولذا قال تعالى ﴿إذ نادى ربه نداء خفيا﴾.

Kedua: ayat ini tentang doa, bukan tentang zikir. Doa secara khusus lebih utama dengan sirr, karena lebih dekat kepada dikabulkan, sebagaimana firman Allah: “Yaitu tatkala ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut”. (Qs. Maryam [19]: 3).









Amal Dari Yang Hidup Untuk Yang Telah Wafat.


Haji.


روى البخارى عن ابن عباس رضى الله عنهما أن امرأة من جهينة جاءت إلى النبى صلى الله عليه وسلم فقالت : إن أمى نذرت أن تحج ولم تحج حتى ماتت ، أفأحج عنها؟ قال "نعم ، حجى عنها ، أرأيت لو كان على أمك دين أكنت قاضيته ؟ اقضوا فالله أحق بالوفاء " .

Al-Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas, seorang perempuan dari Juhainah datang menghadap Rasulullah Saw seraya berkata: “sesungguhnya ibu saya bernazar untuk melaksanakan ibadah haji. Ia belum melaksanakan ibadah haji. Kemudian ia meninggal dunia. Apakah saya boleh menghajikannya?”. Rasulullah Saw menjawab: “Ya, laksanakanlah haji untuknya. Menurut pendapatmu, jika ibumu punya hutang, apakah engkau akan membayarkannya? Laksanakanlah, karena hutang kepada Allah lebih layak untuk ditunaikan”.


عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- سَمِعَ رَجُلاً يَقُولُ لَبَّيْكَ عَنْ شُبْرُمَةَ. قَالَ « مَنْ شُبْرُمَةَ ». قَالَ أَخٌ لِى أَوْ قَرِيبٌ لِى. قَالَ « حَجَجْتَ عَنْ نَفْسِكَ ». قَالَ لاَ. قَالَ « حُجَّ عَنْ نَفْسِكَ ثُمَّ حُجَّ عَنْ شُبْرُمَةَ ».

Dari Ibnu Abbas, sesungguhnya Rasulullah Saw mendengar seorang laki-laki mengucapkan: “Aku menyambut panggilan-Mu untuk Syubrumah”.


Rasulullah Saw bertanya: “Siapakah Syubrumah?”.


Ia menjawab: “Saudara saya”, atau: “Kerabat saya”.


Rasulullah Saw bertanya: “Apakah engkau sudah melaksanakan haji untuk dirimu sendiri?”.


Ia menjawab: “Belum”.


Rasulullah Saw berkata: “Laksanakanlah haji untuk dirimu, kemudian hajikanlah Syubrumah”.


(HR. Abu Daud).

Puasa.


عَنْ عَائِشَةَ - رضى الله عنها - أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ « مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيَامٌ صَامَ عَنْهُ وَلِيُّهُ» .

Dari Aisyah, sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda: “Siapa yang mati, ia masih punya hutang puasa, maka walinya melaksanakan puasa untuknya”. (Hadits shahih riwayat al-Bukhari dan Muslim, bahkan Imam Muslim memuatnya dalam Bab: Qadha’ Puasa Untuk Mayat).


Apa pendapat ulama tentang hadits ini?


وَقَالَ الْبَيْهَقِيُّ فِي " الْخِلَافِيَّات " : هَذِهِ الْمَسْأَلَة ثَابِتَة لَا أَعْلَم خِلَافًا بَيْن أَهْل الْحَدِيث فِي صِحَّتهَا فَوَجَبَ الْعَمَل بِهَا ، ثُمَّ سَاقَ بِسَنَدِهِ إِلَى الشَّافِعِيّ قَالَ : كُلّ مَا قُلْت وَصَحَّ عَنْ النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خِلَافه فَخُذُوا بِالْحَدِيثِ وَلَا تُقَلِّدُونِي .

Imam al-Baihaqi berkata dalam al-Khilafiyyat: “Masalah ini (masalah puasa untuk mayat) adalah kuat, saya tidak mengetahui ada perbedaan di kalangan ahli hadits tentang keshahihannya, oleh sebab itu wajib diamalkan”. Kemudian al-Baihaqi menyebutkan dengan sanadnya kepada Imam Syafi’i, Imam Syafi’i berkata: “Semua yang aku katakan, ternyata ada hadits shahih dari nabi yang berbeda dengan itu, maka ambillah hadits, jangan ikuti pendapatku”. (Fath al-Bari, Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalani: juz. 6, hal. 212).

Sedekah.


عن سعد بن عبادة قال قلت يا رسول الله إن أمي ماتت أفأتصدق عنها قال نعم قلت فأي الصدقة أفضل قال سقي الماء .

Dari Sa’ad bin ‘Ubadah, ia berkata: “Saya bertanya kepada Rasulullah, sesungguhnya ibu saya meninggal dunia, apakah saya bersedekah untuknya?”. Rasulullah Saw menjawab: “Ya”. Saya bertanya: “apakah sedekah yang paling utama?”. Rasulullah Saw menjawab: “Memberi air minum”.


(Hadits riwayat an-Nasa’i, status hadits ini: hadits hasan menurut al-Albani).

Bacaan Al-Qur’an.


وفي المغني لابن قدامة: قال أحمد بن حنبل، الميت يصل إليه كل شئ من الخير، للنصوص الواردة فيه، ولان المسلمين يجتمعون في كل مصر ويقرءون ويهدون لموتاهم من غير نكير، فكان إجماعا.

Dalam kitab al-Mughni karya Ibnu Qudamah: Imam Ahmad bin Hanbal berkata: “Mayat, semua kebaikan sampai kepadanya, berdasarkan nash-nash yang ada tentang itu, karena kaum muslimin berkumpul di setiap tempat, membaca (al-Qur’an) dan menghadiahkan bacaannya kepada orang yang sudah meninggal tanpa ada yang mengingkari, maka ini sudah menjadi Ijma’.


(Fiqh as-Sunnah, Syekh Sayyid Sabiq: juz.1, hal.569).


Pendapat Imam Ibnu Qayyim al-Jauziah Murid Imam Ibnu Taimiah:


وأما قراءة القرآن وإهداؤها له تطوعا بغير أجرة فهذا يصل إليه كما يصل ثواب الصوم والحج

Adapun bacaan al-Qur’an dan menghadiahkan bacaannya secara sukarela tanpa upah, maka pahalanya sampai sebagaimana sampainya pahala puasa dan haji.


(sumber: kitab ar-Ruh, Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah, halaman: 142).

Bacaan al-Qur’an Untuk Orang Yang Telah Meninggal Dunia.


(Dikutip Dari Kitab: al-Fiqh al-Islâmy wa Adillatuhu [The Islamic Jurisprudence and It’s Evidences]. Penulis: Syekh Wahbah az-Zuhaili. Juz. 1, Hal. 1579 -  1581. Dar al-Fikr, Damascus. Cetakan ke: IV, tahun 1418H/1997M.

خامساً ـ القراءة على الميت وإهداء الثواب له:

ههنا مسائل للفقهاء[1]:

أ ـ أجمع العلماء على انتفاع الميت بالدعاء والاستغفار بنحو «اللهم اغفر له، اللهم ارحمه» ، والصدقة، وأداء الواجبات البدنية ـ المالية التي تدخلها النيابة كالحج، لقوله تعالى: {والذين جاءوا من بعدهم يقولون: ربنا اغفر لنا ولإخواننا الذين سبقونا بالإيمان} [الحشر:10/59] وقوله سبحانه: {واستغفر لذنبك وللمؤمنين والمؤمنات} [محمد:19/47]، ودعا النبي صلّى الله عليه وسلم لأبي سلمة حين مات، وللميت الذي صلى عليه في حديث عوف بن مالك، ولكل ميت صلى عليه. وسأل رجل النبي صلّى الله عليه وسلم فقال: «يا رسول الله ، إن أمي ماتت، فينفعها إن تصدقت عنها؟ قال: نعم»[2]، وجاءت امرأة إلى النبي صلّى الله عليه وسلم فقالت: «يا رسول الله ، إن فريضة الله في الحج أدركت أبي شيخاً كبيراً، لا يستطيع أن يثبت على الراحلة، أفأحج عنه؟ قال: أرأيت لو كان على أبيك دين أكنت قاضيته؟ قالت: نعم، قال: فدين الله أحق أن يقضى»[3] وقال للذي سأله: «إن أمي ماتت وعليها صوم شهر، أفأصوم عنها؟ قال: نعم» .

قال ابن قدامة: وهذه أحاديث صحاح، وفيها دلالة على انتفاع الميت بسائر القرب؛ لأن الصوم والدعاء والاستغفار عبادات بدنية، وقد أوصل الله نفعها إلى الميت، فكذلك ما سواها.

Kelima: Bacaan al-Qur’an Untuk Orang Yang Telah Meninggal Dunia dan Menghadiahkan Pahala Bacaannya Kepada Orang Yang Telah Meninggal Tersebut.

Dalam masalah ini ada beberapa pendapat ulama ahli Fiqh[4]:

a. Ulama telah Ijma’ (kesepakatan) bahwa orang yang telah maninggal dunia mendapat manfaat dari doa dan permohonan ampunan (istighfar) dari orang yang masih hidup, seperti doa:

اللهم اغفر له، اللهم ارحمه


“Ya Allah ampunilah dia, ya Allah kasihilah dia”.

Sedekah, menunaikan kewajiban-kewajiban yang bersifat badani (fisik) dan maly (harta) yang bisa diwakilkan seperti ibadah haji, berdasarkan firman Allah Swt:

وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ


“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: "Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami”. (Qs. Al-Hasyr [59]: 10). Dan firman Allah:

واستغفر لذنبك وللمؤمنين والمؤمنات


“Dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan”. (Qs. Muhammad [47]: 19).

Doa Rasulullah Saw untuk Abu Salamah ketika ia meninggal dunia dan doa beliau untuk mayat yang beliau shalatkan, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits ‘Auf bin Malik dan setiap mayat yang dishalatkan.

Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, ibu saya telah meninggal, jika saya bersedekah, apakah sedekah itu bermanfaat baginya?”. Rasulullah Saw menjawab, “Ya”[5].

Seorang perempuan datang menghadap Rasulullah Saw seraya berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah mewajibkan ibadah haji, saya dapati ayah saya telah lanjut usia, ia tidak mampu duduk tetap diatas hewan tunggangan, bolehkah saya melaksanakan ibadah haji untuknya?”. Rasulullah Saw menjawab, “Jika ayahmu memiliki hutang, apakah menurutmu engkau dapat membayarkannya?”. Perempuan itu menjawab, “Ya”. rasulullah Saw berkata, “Hutang Allah lebih berhak untuk ditunaikan”[6].

Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah, “Ibu saya telah meninggal dunia, ia memiliki hutang puasa satu bulan. Apakah saya melaksanakan puasa untuknya?”. Rasulullah menjawab, “Ya”.

            Imam Ibnu Qudamah berkata, “Hadits-hadits ini adalah hadits-hadits shahih. Di dalamnya terkandung dalil bahwa orang yang telah meninggal dunia mendapatkan manfaat dari semua ibadah yang dilakukan orang yang masih hidup, karena puasa, doa dan permohonan ampunan (istighfar) adalah ibadah-ibadah badani (fisik). Allah Swt menyampaikan manfaatnya kepada orang yang telah meninggal dunia, demikian juga dengan ibadah-ibadah yang lain.

ب ـ اختلف العلماء في وصول ثواب العبادات البدنية المحضة كالصلاة وتلاوة القرآن إلى غير فاعلها على رأيين: رأي الحنفية والحنابلة ومتأخري الشافعية والمالكية بوصول القراءة للميت إذا كان بحضرته، أو دعا له عقبها، ولو غائباً؛ لأن محل القراءة تنزل فيه الرحمة والبركة، والدعاء عقبها أرجى للقبول.

ورأي متقدمي المالكية والمشهور عند الشافعية الأوائل: عدم وصول ثواب العبادات المحضة لغير فاعلها.

B. Para ulama berbeda pendapat tentang sampainya pahala ibadah yang bersifat badani (fisik) murni seperti shalat, bacaan al-Qur’an dan lainnya, apakah sampai kepada orang lain. Ada dua pendapat. Menurut pendapat mazhab Hanafi, Hanbali, generasi terakhir mazhab Syafi’i dan Maliki menyatakan bahwa pahala bacaan al-Qur’an sampai kepada mayat jika dibacakan di hadapannya, atau dibacakan doa setelah membacanya, meskipun telah dikebumikan, karena rahmat dan berkah turun di tempat membaca al-Qur’an tersebut dan doa setelah membaca al-Qur’an itu diharapkan maqbul atau diperkenankan Allah Swt.

Sedangkan menurut pendapat generasi awal mazhab Maliki dan menurut pendapat yang masyhur menurut generasi awal mazhab Syafi’i menyatakan: balasan pahala ibadah mahdhah (murni) tidak sampai kepada orang lain.

قال الحنفية: المختار عدم كراهة إجلاس القارئين ليقرؤوا عند القبر، وقالوا في باب الحج عن الغير: للإنسان أن يجعل ثواب عمله لغيره: صلاة كان عمله، أو صوماً أو صدقة أوغيرها، وأن ذلك لا ينقص من أجره شيئاً.

وقال الحنابلة: لا بأس بالقراءة عند القبر، للحديث المتقدم: «من دخل المقابر، فقرأ سورة يس، خفف عنهم يومئذ، وكان له بعدد من فيها حسنات» وحديث «من زار قبر والديه، فقرأ عنده أو عندهما يس، غفر له»[7].

وقال المالكية: تكره القراءة على الميت بعد موته وعلى قبره؛ لأنه ليس من عمل السلف، لكن المتأخرون على أنه لا بأس بقراءة القرآن والذكر وجعل ثوابه للميت، ويحصل له الأجر إن شاء الله .

Menurut mazhab Hanafi: menurut pendapat pilihan, tidak makruh mendudukkan para pembaca al-Qur’an untuk membacakan al-Qur’an di kubur. Mereka berpendapat tentang menghajikan orang lain, orang boleh memberikan balasan pahala amalnya kepada orang lain, maka shalat adalah amalnya, atau puasa, atau sedekah atau amal lainnya. Dan itu tidak mengurangi balasan amalnya walau sedikit pun.

Menurut mazhab Hanbali: boleh membaca al-Qur’an di kubur, berdasarkan hadits: “Siapa yang masuk ke pekuburan, lalu ia membaca surat Yasin, maka azab mereka hari itu diringankan dan ia mendapatkan balasan pahala sejumlah kebaikan yang ada di dalamnya”. Dan hadits: “Siapa yang ziarah kubur orang tuanya, lalu ia membaca Yasin di kubur orang tuanya, maka ia diampuni”[8].

Menurut mazhab Maliki: makruh hukumnya membaca al-Qur’an untuk mayat dan diatas kubur, karena bukan amalan kalangan Salaf. Akan tetapi generasi terakhir mazhab Maliki menyatakan: boleh membaca al-Qur’an dan zikir, kemudian balasan pahalanya dihadiahkan kepada mayat. Maka mayat akan mendapatkan balasan pahalanya insya Allah.

وقال متقدمو الشافعية: المشهور أنه لا ينفغ الميت ثواب غير عمله، كالصلاة عنه قضاء أو غيرها وقراءة القرآن. وحقق المتأخرون منهم وصول ثواب القراءة للميت، كالفاتحة وغيرها. وعليه عمل الناس، وما رآه المسلمون حسناً فهو عند الله حسن. وإذا ثبت أن الفاتحة تنفع الحي الملدوغ، وأقر النبي صلّى الله عليه وسلم ذلك بقوله: «وما يدريك أنها رقية؟» كان نفع الميت بها أولى.

Generasi awal mazhab Syafi’i berpendapat: menurut pendapat yang masyhur bahwa mayat tidak mendapatkan pahala selain dari balasan amalnya sendiri seperti shalat qadha’ yang dilaksanakan untuknya atau ibadah lainnya dan bacaan al-Qur’an. Sedangkan ulama mazhab Syafi’i generasi terakhir menyatakan: pahala bacaan al-Qur’an sampai kepada mayat, seperti bacaan al-Fatihah dan lainnya. Demikian yang dilakukan banyak kaum muslimin. Apa yang dianggap kaum muslimin baik, maka itu baik di sisi Allah. Jika menurut hadits shahih bahwa bacaan al-Fatihah itu mendatangkan manfaat bagi orang hidup yang tersengat binatang berbisa dan Rasulullah Saw mengakuinya dengan sabdanya, “Darimana engkau tahu bahwa al-Fatihah itu adalah ruqyah?”. Maka tentulah bacaan al-Fatihah itu lebih mendatangkan manfaat bagi orang yang telah meninggal dunia.

وبذلك يكون مذهب متأخري الشافعية كمذاهب الأئمة الثلاثة: أن ثواب القراءة يصل إلى الميت، قال السبكي: والذي دل عليه الخبر بالاستنباط أن بعض القرآن إذا قصد به نفع الميت وتخفيف ما هو فيه، نفعه، إذ ثبت أن الفاتحة لما قصد بها القارئ نفع الملدوغ نفعته، وأقره النبي صلّى الله عليه وسلم بقوله: «وما يدريك أنها رقية» وإذا نفعت الحي بالقصد، كان نفع الميت بها أولى. وقد جوز القاضي حسين الاستئجار على قراءة القرآن عند الميت. قال ابن الصلاح: وينبغي أن يقول: «اللهم أوصل ثواب ما قرأنا لفلان» فيجعله دعاء، ولا يختلف في ذلك القريب والبعيد، وينبغي الجزم بنفع هذا؛ لأنه إذا نفع الدعاء وجاز بما ليس للداعي، فلأن يجوز بما له أولى، وهذا لا يختص بالقراءة، بل يجري في سائر الأعمال.

Dengan demikian maka generasi belakangan mazhab Syafi’i  sama seperti tiga mazhab diatas: bahwa pahala bacaan al-Qur’an sampai kepada mayat. Imam as-Subki berkata, “Menurut dalil yang terkandung dalam Khabar berdasarkan istinbath bahwa sebagian al-Qur’an dibaca dengan niat agar mendatangkan manfaat bagi mayat dan meringankan azabnya, maka itu mendatangkan manfaat baginya, karena menurut hadits shahih bahwa jika surat al-Fatihah itu dibacakan kepada orang yang tersengat binatang berbisa, maka itu bermanfaat baginya dan Rasulullah Saw mengakuinya dengan sabdanya, “Darimana engkau tahu bahwa surat al-Fatihah itu ruqyah?”. Jika surat al-Fatihah bermanfaat bagi orang yang masih hidup –jika memang diniatkan untuk itu-, maka tentulah lebih bermanfaat bagi mayat”. Al-Qadhi Husein memperbolehkan memberikan upah kepada orang yang membacakan al-Qur’an untuk mayat. Ibnu ash-Shalah berkata, ia mesti mengucapkan, “Ya Allah, sampaikanlah balasan pahala yang kami baca kepada si fulan”. Ia jadikan sebagai doa. Tidak ada perbedaan dalam masalah ini apakah dekat atau jauh, mesti yakin bahwa bacaan tersebut mendatangkan manfaat. Karena jika doa bermanfaat bukan hanya bagi orang yang berdoa, maka berarti itu juga berlaku pada sesuatu yang lebih utama daripada doa (yaitu bacaan al-Qur’an). Ini tidak hanya berlaku pada bacaan al-Qur’an, akan tetapi berlaku pada semua amal.


Bagaimana Hadits Yang Menyatakan Yang Mengalir Hanya Tiga Perkara? Yang lain terputus?


إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ صَدَقَةٌ جَارِيَةٌ وَعِلْمٌ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٌ صَالِحٌ يَدْعُو لَهُ

Apabila manusia meninggal dunia, maka putuslah amalnya kecuali tiga: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shaleh yang mendoakannya. (HR. at-Tirmidzi dan an-Nasa’i).


Yang dimaksud dengan kalimat: [انْقَطَعَ عَمَلُهُ ] putuslah amalnya. Maksudnya adalah: amal manusia yang mati tersebut terputus, terhenti, ia tidak dapat beramal lagi. Bukan amal orang lain kepadanya terputus, karena amal orang lain tetap mengalir kepadanya, seperti badal haji, shalat jenazah, doa dan lain-lain seperti yang telah dijelaskan di atas berdasarkan hadits-hadits shahih.

Anak Kecil Yang Meninggal Dunia DapatMemberikan Pertolongan.


عَنْ أَبِى حَسَّانَ قَالَ قُلْتُ لأَبِى هُرَيْرَةَ إِنَّهُ قَدْ مَاتَ لِىَ ابْنَانِ فَمَا أَنْتَ مُحَدِّثِى عَنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بِحَدِيثٍ تُطَيِّبُ بِهِ أَنْفُسَنَا عَنْ مَوْتَانَا قَالَ قَالَ نَعَمْ « صِغَارُهُمْ دَعَامِيصُ الْجَنَّةِ يَتَلَقَّى أَحَدُهُمْ أَبَاهُ - أَوْ قَالَ أَبَوَيْهِ - فَيَأْخُذُ بِثَوْبِهِ - أَوْ قَالَ بِيَدِهِ - كَمَا آخُذُ أَنَا بِصَنِفَةِ ثَوْبِكَ هَذَا فَلاَ يَتَنَاهَى - أَوْ قَالَ فَلاَ يَنْتَهِى - حَتَّى يُدْخِلَهُ اللَّهُ وَأَبَاهُ الْجَنَّةَ ».

Dari Abu Hassan, ia berkata: “Saya berkata kepada Abu Hurairah, “Sesungguhnya telah meninggal dua anak laki-laki saya, sudikah engkau menceritakan kepada saya hadits Rasulullah Saw yang dapat membuat jiwa kami tenang tentang kematian (anak-anak) kami?”. Abu Hurairah menjawab: “Ya, mereka (anak-anak) kecil itu makhluk kecil di dalam surga. Salah satu dari mencari kedua orang tuanya. Ia menarik dengan tangannya sebagaimana saya menarik ujung kainmu, ia tidak akan berhenti, sampai Allah memasukkan orang tuanya ke dalam surga”. (hadits shahih riwayat Imam Muslim).


ما من مسلمين يموت بينهما ثلاثة أولاد لم يبلغوا الحنث إلا أدخلهما الله بفضل رحمته إياهم الجنة، يقال لهم: ادخلوا الجنة، فيقولون حتى يدخل آباؤنا فيقال: ادخلوا الجنة أنتم وآباؤكم

“Tidaklah dua orang muslim, meninggal tiga orang anak mereka, belum aqil baligh, melainkan Allah memasukkan kedua orang muslim itu ke dalam surga karena rahmat Allah kepada mereka. Dikatakan kepada mereka, “Masuklah ke dalam surga”. Anak-anak itu menjawab: “Hingga orang tua kami masuk surga”. Maka dikatakan kepada mereka: “Masuklah kamu dan orang tua kamu ke dalam surga”. (hadits riwayat an-Nasa’i, dinyatakan shahih oleh al-Albani).


Menurut Imam Ahmad bin Hanbal, anak yang meninggal waktu kecil tidak dapat memberikan syafaat kepada kedua orang tuanya, jika ia tidak di’aqiqahkan:


وَاخْتُلِفَ فِي مَعْنَى قَوْله " مُرْتَهِن بِعَقِيقَتِهِ " قَالَ الْخَطَّابِيُّ : اِخْتَلَفَ النَّاس فِي هَذَا ، وَأَجْوَد مَا قِيلَ فِيهِ مَا ذَهَبَ إِلَيْهِ أَحْمَد بْن حَنْبَلٍ قَالَ : هَذَا فِي الشَّفَاعَة ، يُرِيد أَنَّهُ إِذَا لَمْ يُعَقّ عَنْهُ فَمَاتَ طِفْلًا لَمْ يَشْفَع فِي أَبَوَيْهِ

Terdapat perbedaan pendapat tentang makna kalimat: “Anak tergadai dengan aqiqahnya”. Al-Khattabi berkata: “Banyak orang berbeda pendapat dalam masalah ini, pendapat yang paling baik adalah pendapat Imam Ahmad bin Hanbal, ia berkata: “Ini dalam masalah syafaat. Jika anak itu tidak di’aqiqahkan, kemudian ia mati dalam ketika masih kecil, maka ia tidak dapat memberikan syafaat kepada kedua orang tuanya”. (Fath al-Bari, Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalani: juz.15, hal. 397).

Kematian anak dapat menjadi dinding bagi orang tua dari api neraka. Demikian disebutkan hadits dalam shahih al-Bukhari:


أَنَّ النِّسَاءَ قُلْنَ لِلنَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - اجْعَلْ لَنَا يَوْمًا . فَوَعَظَهُنَّ ، وَقَالَ « أَيُّمَا امْرَأَةٍ مَاتَ لَهَا ثَلاَثَةٌ مِنَ الْوَلَدِ كَانُوا حِجَابًا مِنَ النَّارِ » . قَالَتِ امْرَأَةٌ وَاثْنَانِ . قَالَ « وَاثْنَانِ » .

Sesungguhnya para perempuan meminta kepada Rasulullah Saw: “Buatlah satu hari untuk kami”. Maka Rasulullah Saw pun memberikan nasihat kepada mereka. Rasulullah Saw bersabda: “Setiap perempuan, ada tiga anaknya yang meninggal dunia, maka mereka itu menjadi hijab baginya dari api neraka”. Seorang perempuan bertanya: “Bagaimana jika dua orang anak yang meninggal?”.


Rasulullah Saw menjawab: “Dua orang (juga)”.










TALQIN MAYAT.


Dalil-Dalil Talqin Mayat.


الطَّبَرَانِيُّ عَنْ أَبِي أُمَامَةَ : { إذَا أَنَا مِتُّ فَاصْنَعُوا بِي كَمَا أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نَصْنَعَ بِمَوْتَانَا أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : إذَا مَاتَ أَحَدٌ مِنْ إخْوَانِكُمْ فَسَوَّيْتُمْ التُّرَابَ عَلَى قَبْرِهِ ، فَلْيَقُمْ أَحَدُكُمْ عَلَى رَأْسِ قَبْرِهِ ، ثُمَّ لْيَقُلْ : يَا فُلَانُ بْنُ فُلَانَةَ ، فَإِنَّهُ يَسْمَعُهُ وَلَا يُجِيبُ ، ثُمَّ يَقُولُ : يَا فُلَانُ بْنُ فُلَانَةَ ، فَإِنَّهُ يَسْتَوِي قَاعِدًا ثُمَّ يَقُولُ : يَا فُلَانُ بْنُ فُلَانَةَ ؛ فَإِنَّهُ يَقُولُ : أَرْشِدْنَا يَرْحَمْكَ اللَّهُ وَلَكِنْ لَا تَشْعُرُونَ . فَلْيَقُلْ : اُذْكُرْ مَا خَرَجْت عَلَيْهِ مِنْ الدُّنْيَا : شَهَادَةَ أَنْ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ ، وَأَنَّك رَضِيت بِاَللَّهِ رَبًّا ، وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا ، وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا ، وَبِالْقُرْآنِ إمَامًا فَإِنَّ مُنْكَرًا وَنَكِيرًا     يَأْخُذُ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا بِيَدِ صَاحِبِهِ وَيَقُولُ : انْطَلِقْ بِنَا مَا يُقْعِدُنَا عِنْدَ مَنْ لُقِّنَ حُجَّتُهُ . قَالَ : فَقَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَإِنْ لَمْ يَعْرِفْ أُمَّهُ ؟ قَالَ : يَنْسُبُهُ إلَى أُمِّهِ حَوَّاءَ ، يَا فُلَانُ بْنُ حَوَّاءَ } .

Riwayat Imam ath-Thabrani dari Abu Umamah, ia berkata: “Apabila aku mati, maka lakukanlah terhadapku sebagaimana Rasulullah Saw memerintahkan kami melakukannya terhadap orang yang mati diantara kami. Rasulullah Saw memerintahkan kami seraya berkata: “Apabila salah seorang saudara kamu mati, lalu kamu ratakan tanah kuburannya, hendaklah seseorang berdiri di sisi kepala kuburnya seraya mengucapkan: “Wahai fulan bin fulanah”. Sesungguhnya ia mendengarnya, akan tetapi ia tidak menjawab. Kemudian katakana: “Wahai fulan bin fulanah”. Maka ia pun duduk. Kemudian orang yang membaca talqin itu mengatakan: “Wahai fulan bin fulanah”. Maka ia menjawab: “Bimbinglah kami, semoga Allah merahmatimu”. Akan tetapi kamu tidak dapat merasakannya. Hendaklah orang yang membacakan  talqin itu mengucapkan: “Ingatlah apa yang engkau bawa ketika keluar dari dunia, syahadat kesaksian tiada tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah hamba dan rasul Allah. Sesungguhnya engkau ridha Allah sebagai Tuhan. Islam sebagai agama. Muhammad sebagai nabi. Qur’an sebagai imam”. Maka malaikat Munkar dan Nakir saling menarik tangan satu sama lain seraya berkata: “Marilah kita pergi. Untuk apa kita duduk di sisi orang yang jawabannya telah diajarkan”. Seorang laki-laki bertanya: “Wahai Rasulullah, bagaimana jika tidak diketahui nama ibunya?”. Rasulullah Saw menjawab: “Dinisbatkan kepada Hawa. Wahai fulan anak Hawa”.

Komentar Imam al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani terhadap hadits ini:

وَإِسْنَادُهُ صَالِحٌ . وَقَدْ قَوَّاهُ الضِّيَاءُ فِي أَحْكَامِهِ


“Sanadnya shalih (baik). Dikuatkan Imam Dhiya’uddin dalam kitab Ahkam-nya”.


Al-Hafizh Ibnu Hajar menyebutkan beberapa riwayat lain yang semakna dengan hadits ini dalam kitab Talkhish al-Habir.

Riwayat Pertama:

مَا رَوَاهُ سَعِيدُ بْنُ مَنْصُورٍ مِنْ طَرِيقِ رَاشِدِ بْنِ سَعْدٍ ، وَضَمْرَةَ بْنِ حَبِيبٍ ، وَغَيْرِهِمَا قَالُوا : { إذَا سُوِّيَ عَلَى الْمَيِّتِ قَبْرُهُ وَانْصَرَفَ النَّاسُ عَنْهُ ، كَانُوا يَسْتَحِبُّونَ أَنْ يُقَالَ لِلْمَيِّتِ عِنْدَ قَبْرِهِ : يَا فُلَانُ قُلْ : لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ ، قُلْ : أَشْهَدُ أَنْ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ ، ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ، قُلْ : رَبِّي اللَّهُ ، وَدِينِي الْإِسْلَامُ ، وَنَبِيِّ مُحَمَّدٌ . ثُمَّ يَنْصَرِفُ } .

Diriwayatkan Sa’id bin Manshur, dari jalur Rasyid bin Sa’d, Dhamrah bin Habib dan lainnya, mereka berkata: “Apabila kubur mayat telah diratakan, orang banyak telah beranjak, mereka menganjurkan agar dikatakan kepada mayat di sisi kuburnya: “Wahai fulan, katakanlah tiada tuhan selain Allah. Katakanlah: aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah. Tiga kali. Katakanlah: Tuhanku Allah. Agamaku Islam. Nabiku Muhammad”. Kemudian beranjak.

Riwayat Kedua:


وَرَوَى الطَّبَرَانِيُّ مِنْ حَدِيثِ الْحَكَمِ بْنِ الْحَارِثِ السُّلَمِيِّ أَنَّهُ قَالَ لَهُمْ : { إذَا دَفَنْتُمُونِي وَرَشَشْتُمْ عَلَى قَبْرِي الْمَاءَ ، فَقُومُوا عَلَى قَبْرِي وَاسْتَقْبِلُوا الْقِبْلَةَ وَادْعُوا لِي } .

Imam ath-Thabrani meriwayatkan dari hadits al-Hakam bin al-Harits as-Sulami, ia berkata kepada mereka: “Apabila kamu telah menguburku dan kamu telah menyiramkan air di atas kuburku, maka berdirilah kamu di sisi kuburku, menghadaplah ke arah kiblat, dan berdoalah untukku”.

Riwayat Ketiga:


وَرَوَى ابْنُ مَاجَهْ مِنْ طَرِيقِ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيِّبِ ، عَنْ ابْنِ عُمَرَ فِي حَدِيثٍ سِيقَ بَعْضُهُ ، وَفِيهِ : { فَلَمَّا سَوَّى اللَّبِنَ عَلَيْهَا ، قَامَ إلَى جَانِبِ الْقَبْرِ ، ثُمَّ قَالَ : اللَّهُمَّ جَافِ الْأَرْضَ عَنْ جَنْبَيْهَا ، وَصَعِّدْ رُوحَهَا ، وَلَقِّهَا مِنْك رِضْوَانًا } .

Diriwayatkan Ibnu Majah dari jalur riwayat Sa’id bin al-Musayyib, dari Ibnu Umar dalam hadits, diantara isinya: “Apabila salah seorang kamu telah meratakan labin (batu dari tanah liat dijemur) di atas kubur, maka ia berdiri di sisi kubur, kemudian berkata: “Ya Allah, keringkanlah tanah di kedua sisinya, naikkanlah ruhnya, berikanlah ridha kepadanya dari sisi-Mu”.

Riwayat Keempat:


وَفِي صَحِيحِ مُسْلِمٍ عَنْ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ أَنَّهُ قَالَ لَهُمْ فِي حَدِيثٍ عِنْدَ مَوْتِهِ : " إذَا دَفَنْتُمُونِي أَقِيمُوا حَوْلَ قَبْرِي قَدْرَ مَا يُنْحَرُ جَزُورٍ وَيُقَسَّمُ لَحْمُهَا حَتَّى أَسْتَأْنِسَ بِكُمْ ، وَأَعْلَمَ مَاذَا أُرَاجِعُ رُسُلَ رَبِّي " .

Diriwayatkan oleh Imam Muslim dan lainnya, bahwa sahabat nabi bernama ‘Amr bin al-‘Ash berkata kepada keluarganya: “Apabila kamu mengubur aku, maka tegaklah setelah itu di sekitar kuburku sekira-kira selama orang menyembelih hewan sembelihan dan membagi-bagi dagingnya, hingga aku merasa tenang dengan kamu dan aku dapat melihat apa yang ditanyakan malaikat utusan Tuhanku”. (Hadits riwayat Imam Muslim).

Riwayat Kelima:

حَدِيثُ : { أَنَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إذَا فَرَغَ مِنْ دَفْنِ الْمَيِّتِ وَقَفَ عَلَيْهِ ، وَقَالَ : اسْتَغْفِرُوا لِأَخِيكُمْ وَاسْأَلُوا لَهُ التَّثْبِيتَ ، فَإِنَّهُ الْآنَ يُسْأَلُ } .

أَبُو دَاوُد ، وَالْحَاكِمُ وَالْبَزَّارُ عَنْ عُثْمَانَ.

Hadits: sesungguhnya Rasulullah Saw, apabila telah selesai mengubur jenazah, beliau berdiri di sisi makam seraya berkata: “Mohonkanlah ampunan untuk saudara kamu, mohonkanlah agar ia  diberi ketetapan, karena ia sekarang sedang ditanya”.  (Hadits riwayat Abu Daud, al-Hakim dan Al-Bazzar dari ‘Utsman).

(Sumber: Talkhish al-Habir, al-Hafizh Jalaluddin as-Suyuthi: juz.2, hal.396-398)


Hadits Lain:

حديث: « لقنوا موتاكم لا إله إلا الله ».

قال المحب الطبري وابن الهمام والشوكاني وغيرهم لفظ موتاكم نص في الأموات وتناوله للحي المحتضر مجاز فلا يصار إليه إلا بقرينة وحيث لا توجد قرينة تصرفه عن حقيقته إلى مجازه فشموله للأموات أولى إن لم يقتصر عليهم فقط والله أعلم.

Hadits: “Talqinkanlah orang yang mati diantara kamu dengan ucapan: La ilaha illallah”. (Hadits riwayat Muslim, Abu Daud dan an-Nasa’i).

Komentar Ulama Tentang Makna Kata: [موتاكم ].

Imam al-Muhibb ath-Thabari, Ibnu al-Hammam, Imam asy-Syaukani dan lainnya berpendapat: Kata [موتاكم ] adalah teks untuk orang yang sudah mati. Digunakan untuk orang yang masih hidup ketika sekarat sebagai bentuk Majaz, tidak digunakan untuk orang hidup kecuali dengan qarinah, jika tidak ada qarinah yang mengalihkan maknanya dari makna sebenarnya kepada makna Majaz, maka lebih utama penggunaannya kepada makna untuk orang yang sudah mati, meskipun tidak terbatas hanya untuk orang yang sudah mati saja, wallahu a’lam.

Pendapat Ulama Ahli Hadits.

Imam Ibnu ash-Shalah:

وسئل الشيخ أبو عمرو بن الصلاح رحمه الله عنه فقال التلقين هو الذى نختاره ونعمل بهقال وروينا فيه حديثا من حديث أبى امامة ليس إسناده بالقائم لكن اعتضد بشواهد وبعمل أهل الشام قديما

Syekh Abu ‘Amr bin ash-Shalah ditanya tentang talqin, ia menjawab: “Talqin yang kami pilih dan yang kami amalkan, telah diriwayatkan kepada kami satu hadits dari hadits Abu Umamah, sanadnya tidak tegak/tidak kuat. Akan tetapi didukung hadits-hadits lain yang semakna dengannya dan dengan amalan penduduk negeri Syam sejak zaman dahulu.

(Sumber: al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab: juz.5, hal.304).

Pendapat Ahli Hadits Syekh Abdullah bin Muhammad ash-Shiddiq al-Ghumari:

إن التلقين جرى عليه العمل قديما فى الشام زمن أحمد بن حنبل وقبله بكثير، وفى قرطبة ونواحيها حوالى المائة الخامسة فما بعدها إلى نكبة الأندلس ، وذكر بعض العلماء من المالكية والشافعية والحنابلة الذين أجازوه ، وذكر أن حديث أبى أمامة ضعيف ، لكن الحافظ ابن حجر قال فى "التلخيص " إسناده صحيح ، ورأى الصديق الحسنى صلاح إسناده لأن له طرقا وشواهد

Sesungguhnya talqin telah dilaksanakan di negeri Syam sejak zaman Imam Ahmad bin Hanbal dan lama sebelumnya, juga di Cordova (Spanyol) dan sekitarnya kira-kira abad ke lima dan setelahnya hingga sekitar Andalusia.  Syekh Abdullah al-Ghumari menyebutkan beberapa ulama dari kalangan Mazhab Maliki, Syafi’I dan Hanbali yang membolehkannya. Ia juga menyebutkan bahwa hadits riwayat Abu Umamah adalah hadits dha’if, akan tetapi al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam kitab Talkhish al-Habir: sanadnya shahih. Menurut Syekh Abdullah al-Ghumari sanadnya baik, karena memiliki beberapa jalur lain. (Sumber: Majallah al-Islam, jilid.3, edisi.10).

Pendapat Ahli Fiqh.

Pendapat Ibnu al-‘Arabi:

قال ابن العربي في مسالكه إذا أدخل الميت قبره فإنه يستحب تلقينه في تلك الساعة وهو فعل أهل المدينة والصالحين من الأخيار لأنه مطابق لقوله تعالى ﴿ وذكر فإن الذكرى تنفع المؤمنين ﴾، وأحوج ما يكون العبد إلى التذكير بالله عند سؤال الملائكة.

Ibnu al-‘Arabi berkata dalam kitab al-Masalik: “Apabila mayat dimasukkan ke dalam kubur, dianjurkan agar di-talqin-kan pada saat itu. Ini adalah perbuatan penduduk Madinah dan orang-orang shaleh pilihan, karena sesuai dengan firman Allah Swt: Dan tetaplah memberi peringatan, karena Sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman”. (Qs. adz-Dzariyat [51]: 55). Seorang hamba sangat butuh untuk diingatkan kepada Allah ketika ditanya malaikat. (SumberHawamisy Mawahib al-Jalil: juz.2, halaman: 238).

Pendapat Ibnu Taimiah:

هذا التلقين المذكور قد نقل عن طائفة من الصحابة : أنهم أمروا به كأبي أمامه الباهلي وغيره وروي فيه حديث عن النبي صلى الله عليه و سلم لكنه مما لا يحكم بصحته ولم يكن كثير من الصحابة يفعل ذلك فلهذا قال الإمام أحمد وغيره من العلماء : أن هذا التلقين لا بأس به فرخصوا فيه ولم يأمروا به واستحبه طائفة من أصحاب الشافعي وأحمد وكره طائفة من العلماء من أصحاب مالك وغيرهم  (الفتاوى الكبرى لابن تيمية).

Talqin yang disebutkan ini telah diriwayatkan dari sekelompok shahabat bahwa mereka memerintahkannya, seperti Abu Umamah al-Bahili dan lainnya, diriwayatkan hadits dari Rasulullah Saw, akan tetapi tidak dapat dihukum shahih, tidak banyak shahabat yang melakukannya, oleh sebab itu Imam Ahmad dan ulama lainnya berkata: “Talqin ini boleh dilakukan, mereka memberikan rukhshah (dispensasi keringanan), mereka tidak memerintahkannya. Dianjurkan oleh sekelompok ulama mazhab Syafi’i dah Hanbali, dimakruhkan sekelompok ulama dari kalangan mazhab Maliki dan lainnya.

(Sumber: al-Fatawa al-Kubra, Imam Ibnu Taimiah).



Pendapat Imam an-Nawawi:

قال جماعات من أصحابنا يستحب تلقين الميت عقب دفنه فيجلس عند رأسه انسان ويقول يا فلان ابن فلان ويا عبد الله ابن أمة الله اذكر العهد الذى خرجت عليه من الدنيا شهادة أن لا اله وحده لا شريك له وأن محمدا عبده ورسوله وأن الجنة حق وأن النار حق وأن البعث حق وأن الساعة آتية لاريب فيها وأن الله يبعث من في القبور وأنك رضيت بالله ربا وبالاسلام دينا وبمحمد صلى الله عليه وسلم نبيا وبالقرآن إماما وبالكعبة قبلة وبالمؤمنين إخوانا زاد الشيخ نصر ربي الله لا إله الا هو عله توكلت وهو رب العرش العظيم فهذا التلقين عندهم مستحب ممن نص علي استحبابه القاضي حسين والمتولي والشيخ نصر المقدسي والرافعي وغيرهم

Para ulama mazhab Syafii menganjurkan talqin mayat setelah dikuburkan, ada seseorang yang duduk di sisi kubur bagian kepala dan berkata: “Wahai fulan bin fulan, wahai hamba Allah anak dari hamba Allah, ingatlah perjanjian yang engkau keluar dari dunia dengannya, kesaksian tiada tuhan selain Allah, hanya Dia saja, tiada sekutu baginya, sesungguhnya Muhammad adalah hamba-Nya dan rasul-Nya, sesungguhnya surga itu benar, sesungguhnya neraka itu benar, sesungguhnya hari berbangkit itu benar, sesungguhnya hari kiamat itu akan datang, tiada keraguan baginya, sesungguhnya Allah membangkitkan orang yang di kubur, sesungguhnya engkau ridha Allah sebagai Tuhan, Islam sebagai agama, Muhammad sebagai nabi, al-Qur’an sebagai imam, Ka’bah sebagai kiblat, orang-orang beriman sebagai saudara”. Syekh Nashr menambahkan: “Tuhanku Allah, tiada tuhan selain Dia, kepada-Nya aku bertawakkal, Dialah Pemilik ‘Arsy yang agung”. Talqin ini dianjurkan menurut mereka, diantara yang menyebutkan secara nash bahwa talqin itu dianjurkan adalah al-Qadhi Husein, al-Mutawalli, Syekh Nashr al-Maqdisi, ar-Rafi’i dan selain mereka. (Sumber: al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab: juz.5, hal.304).

يستحب أن يمكث على القبر بعد الدفن ساعة يدعو للميت ويستغفر له نص عليه الشافعي واتفق عليه الاصحاب قالوا ويستحب أن يقرأ عنده شئ من القرآن وإن ختموا القرآن كان أفضل وقال جماعات من أصحابنا يستحب أن يلقن

Dianjurkan berdiam diri sejenak di sisi kubur setelah pemakaman, berdoa untuk mayat dan memohonkan ampunan untuknya, demikian disebutkan Imam Syafi’I secara nash, disepakati oleh para ulama mazhab Syafi’I, mereka berkata: dianjurkan membacakan beberapa bagian al-Qur’an, jika mengkhatamkan al-Qur’an, maka lebih afdhal. Sekelompok ulama mazhab Syafi’I berkata: dianjurkan supaya ditalqinkan. (Sumber: al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab: juz.5, hal.294).



Pendapat Syekh ‘Athiyyah Shaqar Mufti Al-Azhar:

أن هذا العمل لا يضر الأحياء ولا الأموات ، بل ينتفع به الأحياء تذكرة وعبرة، فلا مانع منه .

Talqin tidak memudharatkan orang yang hidup dan orang yang mati, bahkan memberikan manfaat bagi orang yang masih hidup, peringatan dan pelajaran, maka tidak ada larangan membacakan talqin untuk mayat. (Sumber: Fatawa al-Azhar: juz.8, hal.303).

AZAB KUBUR.


Apakah ada dalil azab kubur dalam al-Qur’an?


أن نعيم البرزخ وعذابه مذكور في القرآن في غير موضع


Sesungguhnya kenikmatan dan azab kubur disebutkan dalam al-Quran di beberapa tempat. (Sumber: ar-Ruh, Ibnu Qayyim al-Jauziah: hal.75).

Ayat Pertama:


وَلَوْ تَرَى إِذِ الظَّالِمُونَ فِي غَمَرَاتِ الْمَوْتِ وَالْمَلَائِكَةُ بَاسِطُو أَيْدِيهِمْ أَخْرِجُوا أَنْفُسَكُمُ الْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ الْهُونِ بِمَا كُنْتُمْ تَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ غَيْرَ الْحَقِّ وَكُنْتُمْ عَنْ آَيَاتِهِ تَسْتَكْبِرُونَ

“Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim berada dalam tekanan sakratul maut, sedang Para Malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata): "Keluarkanlah nyawamu" di hari ini kamu dibalas dengan siksa yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayatNya”. (Qs. Al-An’am [6]: 93).

وهذا خطاب لهم عند الموت وقد أخبرت الملائكة وهم الصادقون أنهم حينئذ يجزون عذاب الهون ولو تأخر عنهم ذلك إلى انقضاء الدنيا لما صح أن يقال لهم اليوم تجزون

Kalimat ini ditujukan kepada mereka ketika mati. Malaikat memberitahukan, mereka sangat benar, bahwa ketika itu orang-orang zalim diazab dengan azab yang menghinakan. Andai azab itu ditunda hingga dunia kiamat, maka tidak mungkin dikatakan kepada mereka: “Di hari ini kamu dibalas”.


Ayat Kedua:

فَوَقَاهُ اللَّهُ سَيِّئَاتِ مَا مَكَرُوا وَحَاقَ بِآَلِ فِرْعَوْنَ سُوءُ الْعَذَابِ (45) النَّارُ يُعْرَضُونَ عَلَيْهَا غُدُوًّا وَعَشِيًّا وَيَوْمَ تَقُومُ السَّاعَةُ أَدْخِلُوا آَلَ فِرْعَوْنَ أَشَدَّ الْعَذَابِ

“Maka Allah memeliharanya dari kejahatan tipu daya mereka, dan Fir'aun beserta kaumnya dikepung oleh azab yang Amat buruk. Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang[1324], dan pada hari terjadinya kiamat. (Dikatakan kepada malaikat): "Masukkanlah Fir'aun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat keras”. (Qs. Ghafir [40]: 45-46).

[1324] Maksudnya: dinampakkan kepada mereka neraka pagi dan petang sebelum hari berbangkit.

فذكر عذاب الدارين ذكرا صريحا لا يحتمل غيره

Disebutkan dua jenis azab secara jelas, tidak mengandung makna lain.

Ayat Ketiga:

فَذَرْهُمْ حَتَّى يُلَاقُوا يَوْمَهُمُ الَّذِي فِيهِ يُصْعَقُونَ (45) يَوْمَ لَا يُغْنِي عَنْهُمْ كَيْدُهُمْ شَيْئًا وَلَا هُمْ يُنْصَرُونَ (46) وَإِنَّ لِلَّذِينَ ظَلَمُوا عَذَابًا دُونَ ذَلِكَ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ (47)

“45. Maka biarkanlah mereka hingga mereka menemui hari (yang dijanjikan kepada) mereka yang pada hari itu mereka dibinasakan,

46. (yaitu) hari ketika tidak berguna bagi mereka sedikitpun tipu daya mereka dan mereka tidak ditolong.

47. Dan Sesungguhnya untuk orang-orang yang zalim ada azab selain daripada itu. tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui[1427]”. (Qs. Ath-Thur [52]: 45-47).

[1427] Yang dimaksud azab yang lain ialah adanya musim kemarau, kelaparan malapetaka yang menimpa mereka, azab kubur dan lain-lain.

وهذا يحتمل أن يراد به عذابهم بالقتل وغيره في الدنيا وأن يراد به عذابهم في البرزخ وهو أظهر لأن كثيرا منهم مات ولم يعذب في الدنيا وقد يقال وهو أظهر أن من مات منهم عذب في البرزخ ومن بقى منهم عذب في الدنيا بالقتل وغيره فهو وعيد بعذابهم في الدنيا وفي البرزخ

Ada kemungkinan bahwa yang dimaksud dengan azab adalah azab bagi mereka dengan azab dalam bentuk pembunuhan di dunia dan azab lainnya, juga azab bagi mereka di alam barzakh, azab di alam barzakh lebih kuat, karena banyak diantara mereka yang mati tanpa azab di dunia. Pendapat yang kuat, siapa yang mati diantara mereka diazab di alam barzakh, ada diantara mereka yang diazab di dunia dengan azab pembunuhan dan jenis azab lainnya, ini adalah ancaman azab bagi mereka di dunia dan di alam barzakh.

Ayat Keempat:

وَلَنُذِيقَنَّهُمْ مِنَ الْعَذَابِ الْأَدْنَى دُونَ الْعَذَابِ الْأَكْبَرِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

“Dan sesungguhnya Kami merasakan kepada mereka sebahagian azab yang dekat (di dunia) sebelum azab yang lebih besar (di akhirat), mudah-mudahan mereka kembali (ke jalan yang benar)”. (Qs. As-Sajadah [32]: 21).

فهم منها عذاب القبر فانه سبحانه أخبر أن له فيهم عذابين أدنى وأكبر فأخبر أنه يذيقهم بعض الأدنى ليرجعوا فدل على أنه بقى لهم من الأدنى بقية يعذبون بها بعد عذاب الدنيا ولهذا قال من العذاب الأدنى ولم يقل ولنذيقنهم العذاب الأدنى فتأمله

Abdullah bin Abbas memahami ayat ini bahwa maksudnya adalah azab kubur, karena Allah Swt meberitahukan bahwa bagi mereka dua azab; yang dekat (di dunia) dan yang besar (di akhirat). Allah Swt memberitahukan bahwa Ia merasakan bagi mereka sebagian dari azab yang dekat (di dunia) agar mereka kembali (ke jalan yang benar), ini menunjukkan bahwa masih tersisa azab lain dari azab yang dekat (di dunia) yang akan ditimpakan bagi mereka setelah azab di dunia. Oleh sebab itu disebutkan:

 [من العذاب الأدنى ] “Dan sesungguhnya Kami merasakan kepada mereka sebahagian dari azab yang dekat (di dunia).

 Tidak dikatakan: [ولنذيقنهم العذاب الأدنى ] “Dan sesungguhnya Kami merasakan kepada mereka azab yang dekat”. Fikirkanlah !

Hadits-Hadits Azab Kubur.


عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ مَرَّ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - بِقَبْرَيْنِ فَقَالَ « إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ ، وَمَا يُعَذَّبَانِ فِى كَبِيرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لاَ يَسْتَتِرُ مِنَ الْبَوْلِ ، وَأَمَّا الآخَرُ فَكَانَ يَمْشِى بِالنَّمِيمَةِ » . ثُمَّ أَخَذَ جَرِيدَةً رَطْبَةً ، فَشَقَّهَا نِصْفَيْنِ ، فَغَرَزَ فِى كُلِّ قَبْرٍ وَاحِدَةً . قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ ، لِمَ فَعَلْتَ هَذَا قَالَ « لَعَلَّهُ يُخَفَّفُ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا » .

Dari Abdullah bin Abbas, ia berkata: Rasulullah Saw melewati dua kubur, beliau bersabda: “Kedua penghuni kubur ini diazab, mereka diazab bukan karena dosa besar, salah satu dari mereka tidak menutup ketika buang air kecil, salah satu dari mereka berjalan membawa ucapan orang lain (gosip)”. Kemudian Rasulullah Saw mengambil satu pelepah kurma yang basah, lalu membaginya menjadi dua bagian, kemudian menanamkan dua bagian tersebut ke kedua makam itu. Para shahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, mengapa engkau melakukan ini?”. Rasululullah Saw menjawab: “Semoga azab keduanya diringankan selama pelepah kurma ini basah”. (Hadits riwayat Imam al-Bukhari dan Muslim).

Hadits Kedua:

بَيْنَمَا النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- فِى حَائِطٍ لِبَنِى النَّجَّارِ عَلَى بَغْلَةٍ لَهُ وَنَحْنُ مَعَهُ إِذْ حَادَتْ بِهِ فَكَادَتْ تُلْقِيهِ وَإِذَا أَقْبُرٌ سِتَّةٌ أَوْ خَمْسَةٌ أَوْ أَرْبَعَةٌ - قَالَ كَذَا كَانَ يَقُولُ الْجُرَيْرِىُّ - فَقَالَ « مَنْ يَعْرِفُ أَصْحَابَ هَذِهِ الأَقْبُرِ ». فَقَالَ رَجُلٌ أَنَا.

قَالَ « فَمَتَى مَاتَ هَؤُلاَءِ ». قَالَ مَاتُوا فِى الإِشْرَاكِ. فَقَالَ « إِنَّ هَذِهِ الأُمَّةَ تُبْتَلَى فِى قُبُورِهَا فَلَوْلاَ أَنْ لاَ تَدَافَنُوا لَدَعَوْتُ اللَّهَ أَنْ يُسْمِعَكُمْ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ الَّذِى أَسْمَعُ مِنْهُ ». ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْنَا بِوَجْهِهِ فَقَالَ « تَعَوَّذُوا بِاللَّهِ مِنْ عَذَابِ النَّارِ ». قَالُوا نَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ عَذَابِ النَّارِ فَقَالَ « تَعَوَّذُوا بِاللَّهِ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ ». قَالُوا نَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ. قَالَ « تَعَوَّذُوا بِاللَّهِ مِنَ الْفِتَنِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ ». قَالُوا نَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الْفِتَنِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ قَالَ « تَعَوَّذُوا بِاللَّهِ مِنْ فِتْنَةِ الدَّجَّالِ ». قَالُوا نَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ فِتْنَةِ الدَّجَّالِ.

Ketika Rasulullah Saw melewati kebun Bani Najjar, beliau menunggang Bighal (lebih besar dari keledai, lebih kecil dari kuda), kami (para shahabat) bersama beliau, tiba-tiba Bighal itu liar, nyaris membuat Rasulullah Saw jatuh, ada enam atau lima atau empat kubur –demikian dinyatakan al-Jurairi- Rasulullah Saw bertanya: “Siapakah yang mengenal kubur siapakah ini?”. Seorang laki-laki menjawab: “Saya”.

Rasulullah Saw bertanya: “Bilakah mereka meninggal dunia?”. Laki-laki itu menjawab: “Mereka mati dalam keadaan musyrik”. Rasulullah Saw berkata: “Ummat ini disiksa di dalam kubur mereka, kalaulah bukan karena kamu akan takut dikubur, pastilah aku berdoa kepada Allah supaya memperdengarkan kepada kamu azab kubur yang aku dengar”. Kemudian Rasulullah Saw menghadap kami seraya berkata: “Mohonkanlah perlindungan kepada Allah dari azab neraka”. Kami ucapkan: “Kami berlindung kepada Allah dari azab neraka”. Rasulullah Saw berkata: “Mohonkanlah perlindungan kepada Allah dari azab kubur”. Kami ucapkan: “Kami berlindung kepada Allah dari azab kubur”. Rasulullah Saw berkata: “Mohonkanlah perlindungan kepada Allah dari azab yang tampak dan yang tak tampak”. Mereka mengucapkan: “Kami berlindung kepada Allah dari azab yang terlihat dan tidak terlihat”. Rasulullah Saw berkata: “Mohonkanlah perlindungan dari azab dajal”. Mereka mengucapkan: “Kami berlindung kepada Allah dari azab dajal”. (Hadits riwayat Muslim).

Hadits Ketiga:

إِذَا فَرَغَ أَحَدُكُمْ مِنَ التَّشَهُّدِ الأَخِيرِ فَلْيَتَعَوَّذْ بِاللَّهِ مِنْ أَرْبَعٍ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ

“Apabila salah seorang kamu selesai dari tasyahud akhir, maka mohonkanlah perlindungan kepada Allah dari empat perkara: dari azab jahanam, dari azab kubur, dari azab hidup dan mati dan dari azab al-masih dajal”. (Hadits riwayat Ibnu Majah).

Hadit Keempat:

عَنْ أَبِى أَيُّوبَ - رضى الله عنهم - قَالَ خَرَجَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - وَقَدْ وَجَبَتِ الشَّمْسُ ، فَسَمِعَ صَوْتًا فَقَالَ « يَهُودُ تُعَذَّبُ فِى قُبُورِهَا » .

Dari Abu Ayyub, ia berkata: “Rasulullah Saw keluar ketika matahari telah tenggelam, Rasulullah Saw mendengar suatu suara, beliau berkata: “Ada orang Yahudi yang disiksa di kuburnya”. (Hadits riwayat Imam al-Bukhari dan Muslim).

Hadits Kelima:

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ دَخَلَتْ عَلَىَّ عَجُوزَانِ مِنْ عُجُزِ يَهُودِ الْمَدِينَةِ فَقَالَتَا لِى إِنَّ أَهْلَ الْقُبُورِ يُعَذَّبُونَ فِى قُبُورِهِمْ ، فَكَذَّبْتُهُمَا ، وَلَمْ أُنْعِمْ أَنْ أُصَدِّقَهُمَا ، فَخَرَجَتَا وَدَخَلَ عَلَىَّ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - فَقُلْتُ لَهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ عَجُوزَيْنِ وَذَكَرْتُ لَهُ ، فَقَالَ « صَدَقَتَا ، إِنَّهُمْ يُعَذَّبُونَ عَذَابًا تَسْمَعُهُ الْبَهَائِمُ كُلُّهَا » . فَمَا رَأَيْتُهُ بَعْدُ فِى صَلاَةٍ إِلاَّ تَعَوَّذَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ .

Dari Aisyah, ia berkata: “Dua orang perempuan tua Yahudi kota Madinah menemui Aisyah seraya berkata: “Sesungguhnya penghuni kubur diazab di dalam kubur mereka”, maka saya mendustakan mereka, saya tidak nyaman untuk mempercayai mereka, lalu kedua orang itu pergi, kemudian Rasulullah Saw datang, lalu saya berkata kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ada dua orang perempuan Yahudi”, saya sebutkan hal itu kepada Rasulullah Saw, beliau bersabda: “Kedua perempuan Yahudi itu benar, penghuni kubur diazab di dalam kubur, azab mereka dapat didengar semua hewan”. Saya tidak pernah melihat Rasulullah Saw selesai shalat melainkan memohon perlindungan dari azab kubur”. (Hadits riwayat Imam al-Bukhari dan Muslim).

[1]   الدر المختار ورد المحتار:844/1 ومابعدها، فتح القدير:473/1، شرح الرسالة:289/1، الشرح الكبير:423/1، الشرح الصغير:568/1،580، مغني المحتاج:69/3-70، المغني:566/2-570، كشاف القناع:191/2، المهذب:464/1.


[2]  رواه أبو داود، وروي ذلك عن سعد بن عبادة.

[3]  رواه أحمد والنسائي عن عبد الله بن الزبير (نيل الأوطار:285/4ومابعدها).

[4] Ad-Durr al-Mukhtar wa Radd al-Mukhtar: 1/844 dan setelahnya; Fath al-Qadir: 1/473; Syarh ar-Risalah: 1/289; asy-Syarh al-Kabir: 1/423; asy-Syarh ash-Shaghir: 1/568 dan 580; Mughni al-Muhtaj: 3/69-70; al-Mughni: 2/566-570; Kasyyaf al-Qina’: 2/191; al-Muhadzdzab: 1/464.

[5] Diriwayatkan oleh Imam Abu Daud. Juga diriwayatkan hadits seperti ini dari Sa’ad bin ‘Ubadah.

[6] Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan an-Nasa’i dari Abdullah bin az-Zubair (Nail al-Authâr: 4/285 dan setelahnya.            

[7]  كلاهما ضعيف، والأول أضعف من الثاني، كما أشار السيوطي في جامعه.

[8] Kedua hadits ini dha’if. Hadits yang pertama lebih dha’if daripada hadits yang kedua. Demikian disebutkan Imam as-Suyuthi dalam al-Jami’.