Kamis, 25 Juli 2019

Terjemah kisah isro' mi'raj

TERJEMAH KISAH ISRA’ MI’ROJ lil Imam Najmiddin Al Ghoithy (DARDIR Mi’raj)



TERJEMAH KISAH ISRA’ MI’ROJ lil Imam Najmiddin Al Ghoithy (DARDIR Mi’raj)

Pada suatu ketika, saat malam telah tiba. Kerlap-kerlip bintang di langit cerah menjadi pesona yang begitu berharga. Menjadi saksi akan kemuliaan seorang manusia. Saat itu bertepatan tanggal 27 Rojab 11 kenabian, Nabiullah Muhammad SAW beristirahat. Tidur menyamping di samping Hijir Ismail. Dekat Baitullah. Di samping kanan dan kiri beliau ada dua orang pemuda (Sayyidina Hamzah dan Sayyidina Ja’far bin Abi Tholib). Tiba-tiba di tempat tersebut, beliau didatangi oleh Malaikat Jibril dan Mikail. Selain kedua malaikat itu masih ada satu malaikat lagi, yaitu Malaikat Isrofil. Kemudian ketiga malaikat itu membopong Nabiullah Muhammad hingga sumur Zam-Zam. Lantas Nabiullah Muhammad ditelentangkan di sana. Adapun yang menjadi penanggung jawabnya adalah Malaikat Jibril.

Di dalam sebuah riwayat lain dijelaskan bahwa: tiba-tiba atap rumah saya tersingkap. Lantas Malikat Jibril masuk. Setelah itu Jibril membedah/mengoperasi dada Nabiullah Muhammad. Dimulai dari bawahnya leher hingga sampai di bawahnya perut. Malaikat Jibril kemudian berucap kata kepada Malaikat Mikail: “Ambillah bokor emas yang berisikan air Zam-Zam. Saya hendak menyucikan hati dan batinnya (manah) Nabiullah Muhammad SAW. ” Setelah itu, Malikat Jibril mengeluarkan hatinya Nabiullah Muhammad SAW sampai tiga kali. Dan membuang semua kotoran yang terdapat di dalam batin Kanjeng Nabi. Adapun Malikat Mikail mondar-mandir sambil membawa tiga bokor emas yang di dalamnya berisikan air Zam-Zam.

Setelah melakukan semua hal itu, kemudian membawa bokor emas yang isinya penuh dengan hikmah dan iman. Selanjutnya isi bokor tersebut ditumpahkan ke dalam hatinya Kajeng Nabi hingga batin beliau berisi penuh dengan sifat: sabar, alim, yakin, dan islam. Lantas dikembalikan seperti sediakala. Dan diberikan gelar kenabian oleh kedua malaikat tersebut.

Selanjutnya Kanjeng Nabi Muhammad disediakan kendaraan Buroq. Lengkap dengan pelana dan kendalinya. Buroq adalah sejenis hewan yang berbuluh putih, tinggi melebihi Himar dan lebih pendek dari Bighol. Sekali melangkahkan kakinya. Sejauh mata memandang. Kedua telinganya selalu bergerak-gerak.

Saat naik gunung, kedua sukunya yang belakang memanjang. Dan saat turun gunung, kedua sukunya yang depan memanjang. Buroq itu memiliki sepasang sayap di kedua pupuhnya. Kedua sayap itu berfungsi untuk membantu kecepatan larinya. Buroq berjingkrak-jingkrak memperlihatkan kekuatannya. Lantas Jibril meletakkan kedua tangannya tepat di kepala Buroq. Dan berkata: “Tidakkah kamu malu, wahai Buroq? Demi Allah! Orang yang hendak menaikimu ini adalah orang yang paling mulia di hadapan Allah SWT.” Lantas Buroq tersipu malu hingga keringatnya berkucuran laksana rerintik hujan. Dan dia pun tenang. Hingga Kanjeng Nabi naik di atas punggungnya.

Buroq itu sebenarnya sudah pernah dinaiki oleh para nabi sebelum Nabiullah Muhammad SAW. Sa’id bin Musayyap menjelaskan bahwa: “Buroq itu merupakan kendaraannya Nabi Ibrahim AS yang biasanya dinaiki untuk bepergian ke Baitul Haram (Mekah)”.

Selanjutnya Nabiullah Muhammad berangkat dengan didampingi Malikat Jibril di sebelah kanan dan Malikat Mikail di sebelah kiri. Menurut keterangan Ibnu Sa’id: “Jibril bagian memegang tempat duduknya, Mikail memegang tali kendalinya”.

Setelah itu kembali melanjutkan perjalanannya hingga sampai di kebun kurma. Jibril berkata kepada Kanjeng Nabi: “Saya persilahkan Kanjeng Nabi untuk turun, dan bersedialah kiranya untuk mengerjakan shalat di tempat ini.” Selanjutnya Kanjeng Nabi turun dan mengerjakan shalat sunnat dua rakaat. Kemudian berangkat lagi. Jibril bertanya kepada Kanjeng Nabi: “Mengertikah ya Baginda Rasul, di tempat manakah Baginda Rasul mengerjakan shalat tadi?” Kanjeng Nabi menjawab: “Saya tidak tahu.” Jibril berkata: “Baginda tadi shalat di Thoyyibah (Madinah) ……Di tempat itulah kelak Baginda Rasul akan berhijrah.”

Tidak lama kemudian Buroq berangkat lagi dengan kecepatannya yang sangat kencang. Begitu sekali melangkahkan kakinya, sejauh mata memandang. Laksana kilatan halilintar sudah sampai tempat tujuan. Jibril berkata kepada Kanjeng Nabi: “Saya persilahkan Kanjeng Nabi untuk turun, dan bersedialah kiranya untuk mengerjakan shalat di tempat ini.” Selanjutnya Kanjeng Nabi turun dan mengerjakan shalat sunnat dua rakaat. Kemudian berangkat lagi. Jibril bertanya kepada Kanjeng Nabi: “Mengertikah ya Baginda Rasul, di tempat manakah Baginda mengerjakan shalat tadi?” Kanjeng Nabi menjawab: “Saya tidak tahu.” Jibril berkata: “Baginda tadi mengerjakan shalat di Madin di dekat Sajaroh Musa (pohon tempat Nabi Musa berteduh ketika keluar dari Mesir, sebab dikejar-kejar Raja Fir’un).”

Lantas Kanjeng Nabi berangkat kembali: Buroq berlari dengan kencangnya. Dan berhentilah kembali. Jibril pun berkata: “Saya persilahkan Kanjeng Nabi untuk turun, dan bersedialah untuk mengerjakan shalat di tempat ini.” Selanjutnya Kanjeng Nabi turun dan mengerjakan shalat sunnat dua rakaat. Kemudian berangkat lagi. Jibril bertanya kepada Kanjeng Nabi: “Mengertikah ya Baginda Rasul, di tempat manakah Baginda mengerjakan shalat tadi?” Kanjeng Nabi menjawab: “Saya tidak tahu.” Jibril berkata: “Baginda tadi shalat di Bukit Thursina. Tempat munajatnya Nabi Musa AS dan tempat Nabi Musa AS beraudensi dengan Allah SWT.”

Terus Kanjeng Nabi melanjutkan perjalanannya kembali hingga tiba di tanah yang terlihat bangunan gedung-gedung Negeri Syam berdiri kokoh. Jibril berkata: “Saya persilahkan Kanjeng Nabi untuk turun, dan bersedialah untuk mengerjakan shalat di tempat ini.” Selanjutnya Kanjeng Nabi turun dan mengerjakan shalat sunnat dua rakaat. Kemudian berangkat lagi. Buroq berlari kencang. Larinya laksana menyambar-nyambar. Jibril bertanya kepada Kanjeng Nabi: “Mengertikah ya Baginda Rasul, di tempat manakah Baginda mengerjakan shalat tadi?” Kanjeng Nabi menjawab: “Saya tidak tahu.” Jibril berkata: “Baginda tadi shalat di Betlehem, tanah tempat Nabi Isa dilahirkan.”

Dan di tengah-tengah perjalanan, saat Kanjeng Nabi masih berada di atas punggung Buroq. Tiba-tiba Kanjeng Nabi melihat Jin Iffrit (Jin yang jahat). Yang bergegas mengikuti Kanjeng Nabi dengan membawa sebuah obor. Setiap kali Kanjeng Nabi menoleh ke belakang, Jin Iffrit terlihat masih ada. Selanjutnya Jibril berkata: “Apakah Baginda Rasul menginginkan saya untuk mengajari baginda kalimat-kalimat, apabila kalimat-kalimat itu Baginda baca, tentu akan padam obor tersebut dan Iffrit akan tersungkur.”

Menjawab Kanjeng Nabi: :……Silahkan.” dan Jibril pun akhirnya berkata: :……Baginda Rasul saya persilahkan untuk membaca: Saya berlindung kepada Allah Yang Maha Mulia. Dan kalimat-kalimat Allah yang sempurna. Yang tidak dapat dilanggar oleh orang-orang shalih dan jahat. Serta dari bala’-kejahatan yang turun dari langit. Dan bahaya kejahatan yang naik ke langit. Pun dari kejahatan makhluk melata di bumi. Dan dari kejahatan hewan-hewan yang keluar dari dalam bumi (seperti ular, kalajengking, dan sebagainya). Serta dari bahaya fitnah-godaan di waktu malam dan siang tiba. Pun dari bencana yang datangnya tiba-tiba ketika waktu siang dan malam. Kecuali apabila datang sesuatu yang membawa rahmat-kesehatan. Wahai Dzat yang Maha Pengasih.” Dan akhirnya Jin Iffrit pun tersungkur.

Kemudian Kanjeng Nabi melanjutkan perjalanannya kembali hingga tiba di sebuah umat yang saat itu sedang bercocok tanam. Namun anehnya, tanaman yang baru saja ditanam itu dengan seketika bisa dipanen. Setiap kali dipanen, tanaman itu langsung kembali seperti semula. Kanjeng Nabi bertanya kepada Malikat Jibril: “Apa maksudnya dari semua itu?” Jibril menjawab: “Semua itu merupakan contoh dari umat Baginda Rasul yang berjihad berjuang fi sabilillah. Satu amal shalih akan dilipat gandakan pahalanya hingga tujuh ratus kebaikan …… Serta contohnya orang-orang yang suka berinfaq harta benda, tenaga, dan pikirannya guna menyiarkan agama islam. Semua itu adalah sebagai ganti dari Allah SWT.

Selanjutnya Kanjeng Nabi mencium aroma yang sangat sedap keharumannya. Kanjeng Nabi bertanya: “Jibril, aroma harum apakah ini?” Jibril menimpali: “Ini adalah aroma harum Ibu Masyitoh. Seorang wanita yang bekerja sebagai juru sisir Raja Fir’un dan putri-putrinya. Suatu ketika, Masyito menyisir rambut putrinya Raja Fir’un. Tiba-tiba sisirnya terjatuh. Dengan sepontan Ibu Masyitoh bibirnya mengucap: ….. Dengan menyebut nama Allah, dzat yang Maha Pengasih dan Penyayang. Celakalah Fir’un.” Putri Fir’un mendengar ucapan itu. Dia terkejut dan bertanya: “Apakah kamu mempunyai tuhan selain Bapak saya?” Masyitoh menjawab: “Ya!”. Putri Fir’un bertanya kembali: “Beranikah kamu, saya laporkan kepada bapak saya atas apa yang baru saja kamu ucapkan?” Masyitoh menjawab: “Silahkan!” Lantas Putri Raja Fir’un tersebut melaporkan semua perkataan yang telah diucapkan Masyitoh kepada Raja Fir’un. Selanjutnya Fir’un memanggil Msyitoh untuk menghadap dan bertanya: “Apakah kamu mempunyai tuhan selain saya?” Kemudian Masyitoh pun menjawabnya dengan tegas: “Iya, benar. Tuhan saya dan tuhan Baginda Raja itu adalah Allah SWT.”

Dewi Msyitoh itu memiliki dua putra laki-laki dan seorang suami. Setelah itu Raja Fir’un memanggil ke hadapannya dengan maksud ingin membujuk dan mempengaruhi agar Masyitoh dan suaminya berkenan meninggalkan agamanya. Namun Masyitoh dan suaminya tetap tidak mau murtad (menolaknya). Fir’un kemudian berkata: “Kalau begitu, saya akan benar-benar menghukum mati kalian berdua!” Dewi Msyitoh menjawabnya: “Silahkan! Saya hanya meminta yang terbaik dari Baginda Raja. Apabila kami semua jadi dibunuh, saya berharap agar ditempatkan dalam satu tempat yang sama dan dikubur dalam satu kuburan yang sama pula.” Fir’un membalasnya: “Ini jadi hakmu. Saya akan melaksanakannya.” Raja Fir’un lalu memberi perintah agar segera menyiapkan ke’nce’ng dembogo (penggorengan yang terbuat dari tembaga yang sagat besar). Dan diisi dengan minyak Zaitun. Pun dipanaskan hingga mendidih. Selanjutnya Raja Fir’un memerintahkan agar Masyitoh beserta putra-putrinya segera dimasukan ke dalam tempat penggorengan tersebut.

Tidak lama kemudian, mereka semua di masukkan satu persatu hingga anaknya yang masih bayi dan baru berumur delapan bulan. Saat itu hati Dewi Masyito sempat ragu-ragu, keimanannya goyah. Lantas bayi yang masih menyusu itu berkata: “Wahai Ibuku! Bersedialah Ibu untuk segera mencelupkan diri. Janganlah maju-mundur, karena sesungguhnya Ibu itu memegang teguh sebuah kebenaran.” Selanjutnya Masyito beserta putra-putrinya dimasukkan ke dalam tempat penggorengan yang mendidih tersebut.
Perowi hadits berkata: “Bayi yang sudah sanggup berbicara semenjak ia berada di dalam ayunan itu ada empat: 1) Bayinya Dewi Masyitoh, 2) Bayi yang menjadi saksinya Nabi Yusuf, 3) Bayi saksinya Juraij, 4) Bayi Nabi Isa bin Maryam AS.”

Lantas Kanjeng Nabi melanjutkan perjalanannya kembali. Dalam perjalanan berikutnya, beliau bertemu dengan sekelompok orang yang memukul-mukul kepalanya sendiri dengan palu godam hingga kepalanya pecah. Tidak lama kemudian kepala tersebut kembali utuh seperti sediakala. Kemudian orang-orang tersebut kembali memukulinya lagi dengan tiada henti-hentinya. Kanjeng Nabi bertanya: “Jibril, siapa orang-orang tersebut?” Jibril menjawab: “Mereka adalah gambaran dari orang-orang yang berat dan bermalas-malasan dalam mengerjakan shalat maktubah.”

Setelah itu, Kanjeng Nabi meneruskan perjalanannya hingga bertemu dengan sekelompok orang yang semuanya setengah telanjang (hanya bercawat. Sekedar menutupi kemaluannya saja) yang digembalakan seperti unta dan kambing (digiring). Orang-orang tersebut memakan tumbuh-tumbuhan yang berduri dan Zakum. Bara dan batu mengangah dari neraka Jahannam. Kanjeng Nabi bertanya: “Siapa orang-orang tersebut?” Jibril menjawab: “Mereka adalah contoh dari sebagian umat Baginda Rasul yang sudah waktunya mengeluarkan zakat namun enggan mengeluarkan zakat. Yang seperti itu, bukanlah Allah yang menyengsarakannya, (namun akibat dari perbuatannya sendiri yang menyengsarakannya).”

Lantas Kanjeng Nabi meneruskan perjalanannya kembali. Kemudian bertemulah beliau dengan sekelompok orang yang jumlahnya sangatlah banyak. Mereka menunggu daging matang yang masih segar yang berada di dalam kuwali (cawan besar) dan daging lain yang masih mentah serta busuk. Anehnya, orang-orang tersebut memakan daging yang busuk dan meninggalkan daging yang matang lagi enak. Kanjeng Nabi berkata: “Siapa mereka ya Jibril?” Jibril menjawab: “Mereka adalah contohnya orang laki-laki dari umat Baginda Rasul yang sudah memiliki istri yang halal dan bagus, namun masih saja melakukan perbuatan zinah dengan wanita lain yang tidak halal serta buruk. Hingga lelaki tersebut menidurinya sampai pagi


Tidak ada komentar:

Posting Komentar