Sabtu, 16 Januari 2021

khutbah Mbah Hasyim Asy'ari

Khotbah Iftitah Rais Akbar
Pada Pembukaan Muktamar XVII di Madiun 1947
PP Lakpesdam NU
KHOTBAH IFTITAH RAIS AKBAR KH. HASYIM ASYARI
PEMBUKAAN MUKTAMAR NAHDLATUL ULAMA XVII
MADIUN 1947

Dengan menyebut asma Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Hanya keharibaan-Mu, Ya Allah, kami memuji. Wahai dzat yang merendahkan dan 
menghinakan orang-orang yang congkak dan sombong yang telah meruntuhkan tahta firaun 
dan para kaisar yang sombong dan congkak.
Tak seorang pun yang mampu mencegah apa yang engkau berikan dan tak ada 
seorang pun yang mampu memberikan apa yang tidak engkau kehendaki untuk diberikan. 
Maha Suci , Engkau ya Allah dan Maha Unggul.
Alangkah luas rahmat-Mu dan betapa agung kedermawanan-Mu, walau kebanyakan 
manusia ingkar pada-Mu dan tidak percaya akan wujud-Mu serta benci pada-Mu. Meski 
demikian, Engakau tetap melimpahkan kenikmatan-Mu pada mereka. Engkau beberkan rizki 
serta karunia-Mu dan engkau panjangkan hidup mereka sepanjang masa.
Tambahan rahmat dan keagungan semoga tetap Engkau limpahkan pada Nabi-Mu 
yang Ummi Muhammad SAW. Yang telah Engkau perintahkan untuk membeberkan sayap 
rahmat dan salamnya kepada orang-orang mukmin yang mengikutinya. Yang telah engkau 
tawarkan padanya gunung uhud untuk diubah menjadi emas namun ditolaknya dan beliau 
memilih hidup zuhud duniawi. Walau demikian engkau tetap menjadikan beliau unggul 
melebihi dunia dan isinya.
Sementara itu keagungan budi pekertinya telah meluluh lantakkan hidup orang-
orang yang sombong dan pendendam. 
Semoga keselamatan dan kedamaian senantiasan menyertai Nabi besar Muhammad 
SAW, Ahli abit, beserta sahabat-sahabat beliau dihari kiamat.
Wa ba’du, 
Saudara-saudara, peserta muktamar yang berbahagia. Adalah suatu kewajiban dan 
keharusan bagi kita untuk mengatur kehidupan kita serta mewujudkan dan merealisasikan 
tujuan yang mulia dengan memperlajari waktu demi waktu di mana kita telah melangkah 
dalam perjuangan dan perlawanan kita (dalam melawan kebatilan). 
Boleh kita merasa senang bila apa yang telah kita kerjakan sesuai dengan apa yang 
telah kita canangkan. Namun kita harus prihatin serta menjadikannya sebagai pelajaran dan 
peringatan bila kegagalan dan kerugian yang kita peroleh.
Hari ini kita sedang bermuktamar, marilah kita jadikan perbandingan dengan 
muktamar terdahulu. Selanjutnya kita koreksi diri kita sendiri termasuk di antara golongan 
manakah di antara pernyataan yang disabdakan Nabi Muhammad SAW, yaitu: “Siapa yang 
hari ini amal perbuatannya lebih baik dibanding hari kemarin maka ia tergolong orang yang 
untung. Siapa yang amal perbuatannya hari ini sama dengan hari kemarin (tidak ada 
peningkatan) maka ia tergolong orang yang rugi. Dan siapa yang amal perbuatannya lebih 
jelek dibanding kemaren maka tergolong orang yang rusak.” 
Pertama:”Marilah kita pelajari poin ini dari dimensi spirit agama, kita akan 
mengetahui ternyata kondisi keagamaan kemarin justru lebih baik dibanding hari ini. Pada 
tahun-tahun yang lalu perhatian begitu besar terhadap urusan keagamaan, namun kemudian 
akhir-akhir ini intensitas dan kepedulian kita terhadap masalah tersebut semakin melemah 
bahkan kini hampir tak terdengar lagi gaungnya.
Lembaga-lembaga pendidikan agama sepi, penghuninya yang tinggal paling-paling 
sekitar sepuluh persen dibanding tahun-tahun yang lalu.
Sekolah-sekolah Islam (madrasah) banyak yang gulung tikar disebabkan oleh 
sedikitnya animo masyarakat dan sulitnya mencari orang-orang yang betul-betul punya 
tanggung jawab dan kepedulian yang besar untuk menghidupkannya kembali.
Masjid-masjid dan mushalla begitu menyedihlan kondisinya, karena walau tersebar 
di mana-mana namun yang tinggi hanya bangunan yang sudah mulai ditinggal jemaah dan 
orang-orang yang mau merawatnya.
Kedua: Kita pelajari dari dimensi sosial kemasyarakatan. Di sini kita juga mendapati 
kenyataan bahwa ruh agama sudah mulai melemah bahkan terkesan lumpuh dalam 
kehidupan masyarakat sehingga bekas-bekas ketaatannya sangatlah sedikit. 
Persoalan-persoalan yang bernuansa agama akan sulit saudara-saudara temukan 
dalam masyarakat, seperti apakah sesuatu itu hukumnya halal atau haram. Kemungkaran 
begitu merajalela di berbagai tempat, baik yang tersembunyi ataupun yang terang-terangan. 
Seperti minum arak yang merupakan sumber malapetaka sudah tersebar luas di berbagai 
tempat dan suasana dan bahkan sudah menjadi kebanggaan. Begitupun pergaulan laki-laki 
dan perempuan yang sudah terkesan melecehkan (hukum agama).
Dengan gamblang mata kita telah menyaksikannya dan dengan jelas telinga kita telah 
mendengar akan realita ini. Dan tak seorangpun yang nampak memperdulikannya, apakah 
ini halal (diperbolehkan oleh aturan agama)? Semuanya diam seribu bahasa. Apakah haram? 
yang mengakibatkan siksa dari Allah dan kehinaan di dunia.
Ada lagi hal yang sangat tercela dan hina melebihi apa yang sudah kami tuturkan di 
atas, yaitu tersebarnya ajaran-ajaran dan tuntutan yang mengarah dan menggiring pada 
kekufuran dan pengingkaran (terhadap Allah) di kalangan generasi muda Islam, baik di desa 
maupun di kota-kota besar.
Telah tersebarnya ajaran materialisme-historis sebagai suatu prinsip yang 
mencanangkan bahwa kebahagiaan di dunia ini hanya bisa diraih dengan materi dan tidak 
percaya dengan hal-hal yang ghaib. (metafisis, ekstra empiris) serta tidak percaya akan 
adanya kehidupan setelah mati.
Bahaya laten ini tak mungkin terelakkan lagi bila sudah tertanam dalam hati dan 
sanubari anak-anak kita, dan yang demikian ini bisa mengubah tatanan awal dasar keyakinan 
mereka terhadap agama Islam yang kita peluk.
Tiada daya dan upaya kecuali dari Allah Yang Maha Luhur dan Maha Agung. Adapun 
ukhuwah Islamiyah pada saat ini hanyalah merupakan jargon-jargon yang kosong yang 
keluar dari mulut orator yang hanya merebak di awang-awang tanpa bisa menyentuh 
dataran empiris tanpa ada bukti yang kongrit dalam realita. 
Ukhuwah Islamiyah seakan-akan telah lenyap dari kehidupan masyarakat di mana 
seorang muslim yang menyaksikan dengan mata kepala sendiri terhadap temannya sesama 
muslim yang telanjang (kelaparan bahkan yang hampir mati karena kelaparan, hatinya sama 
sekali tidak tergerak mengulurkan pertolongan dan membantu berbuat baik. Dia atau sang 
Muslim yang menyaksikan ketimpangan sosial tersebut bahkan membisu bagaikan 
membisunya batu dan besi. Tidak cukup hanya dengan membisu, tapi masih ditambah lagi 
dengan mengomel bahwa penghasilan atau income sekarang lagi seret, kehidupan 
perekonomian sedang mengalami kemacetan dan kemunduran bahkan dia menuduh ini 
sebagai akibat dari menjalankan kewajiban agama dan kemasyarakatan. Sedangkan dia 
sendiri mengetahui bahwa Allah itu Maha Pemberi Rizki, menurunkan rizkinya dengan satu 
kadar yang sama. Tidak sulit bagi orang yang menjaga dengan baik norma-norma agama 
('afif) untuk mendapatkan keutamaan (anugrah, fadhl)dari Allah. Hanya dikarenakan akhlak
mereka sajalah yang menyebabkan semuanya menjadi sempit dan sulit.
Ketiga; kita tinjau dari dimensi politik. Dalam konstelasi perpolitikan, kita dapati 
kenyataan bahwa ternyata peranan umat Islam sangat kecil. Jika jiwa keagamaan, dalam 
dunia politik di Indonesia ini sangat lemah, bahkan akhir-akhair ini bisa dikatakan sudah 
mati. 
Walau demikian, masih ada juga bahaya yang masih besar yaitu dicatutnya label 
Islam oleh sebagian manusia sebagai kendaraan yang ditunggangi untuk bisa sampai kepada 
apa yang diinginkannya, baik itu berupa kemaslahatan dari dimensi politik ataupun untuk 
kepentingan pribadi dengan mengatas namakan politik. Dan akan lebih berbahaya lagi bila 
masyarakat menganggap mereka sebagai orang Islam (yang taat) atau bahkan 
memfigurkannya sebagai seorang tokoh, padahal mereka tidak pernah menundukkan kepala 
mereka (untuk mentaati) pada hal-hal yang pernah diperintahkan oleh Allah dan tidak 
berusaha menjauhi larangannya. Merekapun tidak pernah menempelkan keningnya (sujud) 
di lantai masjid, lalu apakah masih dianggap aneh, bila kondisi semacam ini kemudian 
menyebabkan lemahnya spirit keagamaan di negara kita, bahkan hampir mati. 
Saudara-saudara ulama yang mulia..
Setelah kami jelaskan keterangan tersebut di atas kami ingatkan kepada saudara-
saudara sekalian bahwa hidup matinya agama Islam di Indoneisa ini terletak pada 
saudara,tergantung pada amal perbuatan saudara serta ketangkasan dan kejelian saudara 
yang melebihi tindakan orang lain !
Hari ini, pada saat-saat kesulitan ini, seluruh umat Islam Indonesia tengah 
mencurahkan pandangan dan perhatiannya kepada saudara-saudara sekalian. Mereka ingin 
melihat apa yang akan saudara kerjakan demi perbaikan nasib mereka, baik dalam bidang 
keagamaan ataupun kemasyarakatan. Jika saudara-saudara melaksanakan kewajiban-
kewajiban saudara untuk tercapainya tujuan itu sebagaimana Islam telah memerintahkan 
saudara untuk berbuat demikian, maka saudara-saudara telah mengobati luka mereka, telah 
dapat menarik dan memperoleh simpati yang sekaligus akan tetap merupakan kepercayaan 
mereka terhadap saudara dalam:
Satu,”Sesungguhnya bila amanat Allah yang telah diletakkan pada pundak saudara 
sekalian sampai disia-siakan, maka umat akan kehilangan kepercayaan mereka terhadap 
saudara. Sebagaimana lenyapnya kepercayaan mereka dikarenakan sekarang mereka tidak 
menemukan orang yang yang menunjukkan kepada ada pelindung yang mampu melindungi 
mereka, juga penanggung yang mau menanggung mereka, ‘pun tidak pelindung yang 
melindungi mereka, sehingga jadilah keadaaan mereka seperti orang sekarat yang sedang 
meratap di mana kematian mengancam mereka dari tiap penjuru. Harapan mereka sudah 
sirna. Kecuali pada saudara sekalian sebagaimana mereka sangat mendambakan pertolongan 
dari saudara-saudara, apakah saudara akan melaksanakannya?
Kami tidak mengatakan hal ini secara berlebihan atau hanya sebatas agitasi tak 
berisi. Tapi semuanya ini merupakan kenyataan yang tampak gamblang bagi mata setiap 
umat Islam yang mau berpikir.
Dua: Demikianlah, kehidupan negara kita senantiasa diancam oleh bahaya-bahaya 
yang ditimbulkan oleh musuh-musuh negara, baik dari luar maupun di dalam negeri dengan 
segala macam kekuatan, kebencian dan kedengkian. Dengan segala macam rekayasa, usaha 
dan tipu daya. Hal ini dilakukan oleh tokoh-tokoh mereka, baik yang perwira maupun yang 
bintara. Orang-orang yang sudah dalam barisan (pemberontak) ataupun yang masih 
bercokol dalam lembaga-lembaga resmi pemerintah (satu tahun kemudian, 1943, betul-
betul terjadi pemberontakan PKI di Madiun, penerj.)
Firman Allah: “Mereka (musyrikin, munafiqin) bereka daya (makar, nipu) untuk 
mnghacurkan Islam. Dan Allahpun membalas tipu daya mereka. Sesungguhnya hanya Allah-lah 
yang paling lihai diantara orang-orang yang berbuat makar”.
Kepada saudara-saudaralah wahai harapan umat Islam Indonesia, kami tumpukan 
harapan yang tiada duanya. Kepada saudara-saudaralah wahai pemegang panji-panji amanat 
Allah, kami canangkan panggilan. Dan dari saudara-saudara pula kami mohonkan 
pertolongan dan keselarasan umat. Seabab hampir semua telah mandeg dari berusaha, 
sebagaimana mandegnya tentara Thaluth ketika baru saja menyeberangi sungai sambil 
berkata: “Tak ada kemampuan bagi kita untuk menghadapi Thaluth dan bala tentaranya.”
Bangkitlah wahai saudara-saudaraku Ulama!
Kuatkanlah barisan kalian, kerahkanlah segala potensi dan kekuatan yang ada pada 
diri kalian, tetaplah pada keteguhan dan percayalah bahwa:
“Tidak sedikit golongan yang kecil dapat mengalahkan golongan yang besar dengan 
izin Allah dan Allah selalu menyertai orang-orang yang sabar”
Demikianlah, kami memohonkan ampun kehadirat Allah, baik untuk diri kami 
sendiri ataupun untuk saudara-saudara sekalian .
Wassalamualikaum Wr. Wb.
Malam Ahad, 5 Rajab 1366 H
 24 Mei 1947 M 
(Diambil dari Tsalatsu Munjiyyat Terjemahan oleh H.M. Ishom Hadzik , S.H)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar